Monday, February 28, 2011

Pengalaman itu memang berharga (3)

Kalau sudah menginjak kepala TIGA, biasanya kita sedikit lebih hati-hati dalam bertindak. Mungkin karena pengalaman di masa lalu yang banyak mengubah opini dan persepsi kita tentang sesuatu. Memang benar, pengalaman membuat kita bisa lebih legawa dan bijaksana menghadapi hidup. Itu jika pengalaman kita memang memperkaya jiwa. Tetapi kalau belum merasa bisa bijaksana dan dewasa dari pengalaman, kenapa tidak belajar dari orang lain seperti di bawah ini:

Sebelas- Titel yang ada di belakang atau depan nama kita ternyata tidak terlalu berarti, kok. Benar itu. Setelah berpikir lama, ternyata EQ lebih banyak berperan dalam soal kecerdasan daripada IQ. Orang yang cerdas, bukanlah yang hanya mendapat beasiswa untuk belajar di tempat top melulu, tetapi orang-orang yang secara kreatif bisa menyelesaikan sesuatu tanpa grasa-grusu. Hal-hal berat dalam pekerjaan atau hidup bisa mereka tangani dengan luwes, selesai dan voila, tak banyak keluhan! Seperti itulah ‘cerdas’, bukan orang bertipe ‘geek’ saja.

Dua belas- Kita tidak bisa memiliki semuanya.
Good tips. Memang kita tidak akan bisa memiliki atau menjadi apapun~ semuanya. Siapa bilang kita bisa mengatur waktu dengan efisien untuk mengerjakan semua rencana, hobi, cita-cita atau tujuan hidup kita? Non sense. Ada hal-hal yang bisa memperlambat, mempercepat, membuat seimbang atau tidak seimbang. Nah, jika kita berusaha mendapatkan semuanya, maka ada yang menjadi tidak seimbang, entah keluarga, anak, atau apa sajalah. Kadang kita sudah dapat, ternyata ada lagi orang yang punya lebih banyak dari kita. So, jangan ingin mendapatkan semua yang kita inginkan!

Tiga belas- Ternyata lebih mudah menabung saat kita nyaris bangkrut.
Ngerti gag, maksudnya? Banyak orang berpikir, kalau dia mendapatkan gaji yang banyak, maka akan menabung banyak juga. Padahal, seiring dengan meningkatnya pendapatan, gaya hidup semakin meningkat juga lo. Rumah harus lebih besar, pakaian dan kendaraan harus lebih mewah. Belum lagi biaya kongkow-kongkow atau klub fitness/golf yang harus diikuti. Pendeknya, bukan seberapa banyak penghasilan kita, tetapi seberapa banyak yang dapat kita tabung setiap bulan.

Empat belas- Orang yang meminjam uang, jarang yang mau mengembalikannya.
Uang ini masalah sensitif. Aku pernah dijauhi karena menolak meminjamkan uang kepada seseorang. Herannya lagi, dia yang meminjam, kita yang dimarahi. Untung tak jadi dipinjamkan, soalnya kalau berhasil, belum tentu pula dia mau memulangkan. Itulah uang, tak dapat dirasakan, tetapi kalau hilang, bisa bubar perkawinan atau persahabatan maupun persaudaraan. So, beware!

Limabelas- Jadikan hobi sesuatu yang menguntungkan.
Menurut Scott Pape, beginilah caranya: jika kita hobi memasak, misalnya, tentulah kita ingin punya resto, catering atau bakery sendiri. Tetapi, mulai dari nol, perlu kerja keras dan ketekunan. Saat ini kita bisa berkarir dahulu di bidang yang menghasilkan uang tetap selama beberapa tahun untuk modal dan menjaga kesehatan finansial kita. Kemudian, buat bisnis makanan secara paruh waktu, hingga kita terbiasa, baru setelah sukses terlihat di sedikit di hadapan, go full time! Wow, memang aku sering mengamati hal seperti ini terjadi dalam dunia bisnis. Sering sekali para pebisnis unggul tidak mulai sendirian, tapi mulai pelan-pelan, paruh waktu dan full time setelah cukup lama berkutat di sana. Slurp!


I think this is enough for now, ya. Sudah habis tipsnya.

Dikutip dari ‘Experience Count’ milik Scott Pape dari kolom The Barefoot Investor, Sunday Times Feb 2010.

Thursday, February 24, 2011

Belajar dari Jessica Watson

Umur 15 tahun, kelas 3 SMP, saat itu aku sedang menikmati dunia glamour menjadi penyanyi dan aktivis kesenian di sekolah. Tiada hari tanpa suka-suka, hingga di akhir tahun ajaran aku diajak teman masuk Pesantren Kilat yang mengubah hidupku. Anyway, aku sedang membandingkan diriku dengan Jessica Watson yang saat berumur 15 tahun sibuk mencari dana dengan menelpon sponsor agar mimpinya menjadi pelaut tunggal berlayar solo keliling dunia menjadi kenyataan!

Itulah hebatnya cita-cita. Ia seperti membakar jiwa tiap orang, layaknya rumput kering dibakar api tanpa henti. Jessica Watson, berusaha membuktikan kalau tiap individu, terlepas dari keadaan diri mereka, sebenarnya mampu berbuat sesuatu yang besar. Setiap orang mampu mencapai cita-cita mereka, asalkan mau berusaha (dan berdoa, tentunya). Berkat bantuan orang tua, sponsor dan mentor-mentor ahli, pada bulan May 2010, Jessica berhasil mencapai garis finish (Sydney), disambut ribuan orang dan perdana menteri saat itu, Kevin Rudd. What a great achievement for 16 years old! Biarpun ia tidak mendapatkan gelar ‘pelaut termuda yang mengelilingi dunia’ karena jarak tempuh yang kurang dari persyaratan, semua orang tetap mengapresiasi usahanya.

Saat pertama kali Jessica mengungkapkan keinginannya untuk berlayar keliling dunia sendirian, orang tuanya sudah mulai mengalami kesulitan untuk menghentikan niat ‘ajaib’ tersebut. Daripada membiarkannya kecewa karena keinginannya tidak tercapai, orang tua Jessica akhirnya memilih untuk membantunya dari nol, seperti mengawasi pekerjaan pembuatan kapal yang akan dipakainya. Ibu Jessica turun tangan setiap hari untuk memastikan bahwa Ella Pink Lady, si kapal, dibuat sesuai kebutuhan serta memiliki peralatan mutakhir untuk membantunya berlayar sendirian. Siapapun bisa melihat dan merasakan kesungguhan Jessica dalam mempersiapkan segala-sesuatu untuk pelayaran perdananya itu. Ia tidak segan bernegosiasi dan berunding dengan para ahli, seperti layaknya seorang dewasa yang bertanggung jawab atas sebuah proyek.

Jessica sempat melaksanakan pelayaran percobaan sendiri sebelum pelayaran sebenarnya. Baru beberapa saat berlayar, kapalnya mengalami kecelakaan yang mengundang komentar negatif dan celaan termasuk dari Premier Anna Bligh dan ahli pelayaran. Semua komentar yang datang tidak ditanggapi dengan kecil hati oleh Jessica. Iapun dengan dewasa mengatakan kalau kegagalan pertama tadi hanya pengalaman yang akan membantunya untuk lebih siap dan bertindak lebih cermat di kemudian hari. Syukurlah, orang tuanya tidak mau menghalangi niat keras Jessica, sehingga ia dapat kembali ke laut setelah kapalnya selesai diperbaiki selama 2 minggu.

Saat pelayaran kedua Ella Pink Lady ke laut lepas pada tanggal 18 Oktober 2009, Jessica diantar beberapa kapal para pendukungnya. To be honest, saat itupun aku merasa tidak yakin dengan Jessica mengingat sendirian di laut sana, di tengah samudera luas, tidak bisa tidur nyenyak karena harus menjaga kapal yang tengah berlayar serta bagaimana kalau ada bajak laut. Ahh, bisa dibayangkan bagaimana inginnya orang tua Jessica menghentikan niatnya itu. Bayangkan, rute yang dilalui Jess adalah Sydney, Line Islands (Pacific), Cape Horn (Argentina), Cape Agulhas (South Africa), Perth, lalu kembali ke Sydney. Sangat jauh, kan?

Setelah beberapa hari di laut, saat kegiatan rutin telah terlaksana barulah Jessica merasa lega. Setiap hari, seorang meteorologist, Bob McDavitt, memberi laporan soal cuaca hari tersebut kepada Jessica. Dengan cara demikian, Jessica dapat mengatur rute perjalanan agar tidak terjebak badai. Suatu kali ia menghadapi badai yang sangat besar dengan gelombang ombak setinggi 10m di samudera Atlantik, wow, mengerikan! Syukurlah ia dapat mengendalikan dirinya dan tetap berani, walaupun saat itu sangat berbahaya baginya untuk mengemudikan kapal dari dek. Ia harus mengikat diri di dalam kabin dan membiarkan autopilot mengendalikan kapal kecil itu. Selama pelayaran, Jessica pun dapat menelpon orang tuanya setiap saat yang ia inginkan, sehingga mereka tidak kuatir mengenai kondisi Jessica. Iapun dapat terus menulis di blognya, menjawab pertanyaan para followernya di kapal. Mungkin membosankan ya, sendirian selama 210 hari di laut sendirian, berteman laut dan internet saja. Ada juga lumba-lumba yang datang menemaninya sesekali, cukuplah untuk menghilangkan rindu pada makhluk hidup lain.


Kadang perasaan moody itu menerpa Jessica dalam perjalanan. It’s understandable. Tetapi ia seringkali harus cepat memulihkan diri, tidak berlanjut pada rasa emosional berlebihan. Good job, Jessica! To be honest, sekali kita mampu memulihkan rasa bad mood dalam diri kita, tidak akan sulit untuk mempertahankan sikap positif tersebut di kemudian hari. Apalagi di tengah masa-masa yang membutuhkan kekuatan hati dan ketajaman pikiran seperti yang dialami Jessica. Salut sekali dengan kedewasaan, keberanian dan ketabahannya.

Akhirnya, 210 hari berlalu... Jessica mendarat dengan sukses di dekat Sydney Opera House. Tidak ada komentar negatif lagi dari orang-orang, kecuali, ‘sebenarnya apa tujuan Jessica, ya?’

Aku tahu jawabannya, ‘untuk membuktikan kalau siapapun dapat mencapai cita-cita mereka asal terus berusaha’...

What a history...

Perth,

pic diunduh dari life.com, news.com.au

Sunday, February 20, 2011

Pengalaman itu memang berharga (2)

Kalau sudah menginjak kepala TIGA, biasanya kita sedikit lebih hati-hati dalam bertindak. Mungkin karena pengalaman di masa lalu yang banyak mengubah opini dan persepsi kita tentang sesuatu. Memang benar, pengalaman membuat kita bisa lebih legawa dan bijaksana menghadapi hidup. Itu jika pengalaman kita memang memperkaya jiwa. Tetapi kalau belum merasa bisa bijaksana dan dewasa dari pengalaman, kenapa tidak belajar dari orang lain seperti di bawah ini:

Enam- Tapi jangan dengarkan orang yang lebih tua seperti ini.
Maksudnya, kita tahu ada orang-orang lebih tua yang bertipe ‘loser’ dalam hidup ini. Ingat, kalau kita bergaul dengan mereka, sedikit-banyak kita akan menyerupai mereka juga. Kadang-kadang ada orang lebih tua yang sangat egois, tidak bisa diajak bicara dan selalu menekankan kalau mereka tidak mau berubah. Just leave them alone.

Tujuh- Berusahalah untuk mandiri.
Jika memungkinkan, carilah pekerjaan yang jauh dari rumah orang tua kita. Berusahalah mandiri, coba pikirkan cara mendapatkan kos/kontrakan, belajar membiayai hidup, bertanggung jawab dengan kebebasan yang sudah ada, masak, mencuci sendiri, dan berkembang menjadi orang dewasa normal. Semua itu mengasah jiwa kemandirian dan keahlian dalam hidup yang belum tentu ada saat kita masih menumpang bersama orang tua. Just talk nicely, to your parents, pasti dibolehkan.

Delapan- Networking itu ternyata tidak terlalu membantu, kok.
Semua orang berpikir networking, networking, jadilah mereka para aktor/aktris yang mengejar-ngejar orang kalau ada maunya. Terjadi juga pada diriku, ternyata banyak juga yang berteman kalau ada maunya. Networking bukan sekedar tukar email atau kartu nama. Kuncinya untuk mendapatkan banyak bantuan adalah~ aktif membantu orang lain di tempat kerja~ karena suatu saat kita akan mendapatkan bantuan dalam berbagai bentuk. Ini sebenarnya ‘the most powerful advice’ yang dimiliki orang-orang sukses.

Sembilan- Belilah mobil yang paling murah, yang dapat ditahan oleh ego diri kita.
Wow, what a tips! Kadang kita membeli kendaraan bagus plus mewah, untuk menaikkan gengsi. Memang menyenangkan saat orang-orang melihat kita menyetir mobil keluaran terbaru dan gaul. Tetapi, di usia 30-an ini, kenapa harus menyetir mobil mewah seperti orang-orang yang sudah pensiun itu? Di negara Barat, sangat jarang kami melihat anak muda mengendarai Porsche, kecuali dia atlit olah raga sejenisnya. Rata-rata membawa mobil yang cukup tua dan tidak memiliki AC. Porsche hanya dibawa oleh eksekutif tua (bukan muda) dengan nyonya. Jarang anak muda Barat memiliki uang untuk membeli mobil wah seperti itu.

Sepuluh- Banyak juga hal-hal yang tidak perlu dicemaskan dalam hidup ini.
Jujur saja, di usia 20-an, kita sering mencemaskan hal-hal yang tidak terlalu perlu diambil pusing. Nyatanya, setelah 30s, aku merasa tidak begitu takut jika hal yang kucemaskan tadi terjadi. Mungkin karena pengalaman kita yang masih sedikit dengan support minim membuat kita suka khawatir. Padahal, most things ternyata don’t matter, hehe...

I think this is enough for now, ya. Ntar daku sambung lagi di bagian (3).

Dikutip dari ‘Experience Count’ milik Scott Pape dari kolom The Barefoot Investor, Sunday Times Feb 2010.

Wednesday, February 16, 2011

Meningkatkan produktivitas otak, yuk!


Sewaktu kita mencoba untuk memproses berbagai informasi secara bersamaan atau kita mencoba beradaptasi dengan perubahan dan ketidakpastian, ternyata bikin otak kita macet, lho. Tidak jarang kita jadi malas dan tidak bisa meneruskan suatu pekerjaan lalu menjadi penunda. Kalau kita mengetahui keterbatasan otak sendiri, dijamin produktivitas bakal meningkat. Ini caranya meningkatkan produktivitas otak.

Satu- Maksimalkan saat-saat produktif
Coba ingat kira-kira jam berapa kita berada dalam kondisi paling produktif. Apakah pagi hari pukul 8-12 atau sore hari pukul 14-16? Biasanya waktu ini hanya berlangsung paling lama satu jam saja. Banyak orang memilih pagi hari, saat baru tiba di tempat kerja untuk mengerjakan tugas-tugas yang membutuhkan konsentrasi tinggi. Jika ingin menulis proposal, misalnya, gunakan waktu paling produktif ini. Jangan habiskan waktu pagi dengan mengecek email, jejaring sosial atau rapat.

Dua- Buat prioritas
Seringkali kita dihadapkan dengan beberapa pekerjaan sekaligus. Sayangnya, dalam satu hari, kita hanya dapat menyelesaikan sedikit saja dari tumpukan pekerjaan itu. Gunakan skala prioritas, kerjakan hal yang sebenarnya berkaitan langsung dengan proyek saat ini. Biasanya orang akan memilih proyek yang sedang mendekati deadline, so, kenapa tidak selesaikan dahulu hal tersebut sampai selesai, baru sentuh proyek lain.

Tiga- Tetaplah fokus
Jangan heran setelah mengecek email atau Facebook kita merasa sulit memulai pekerjaan. Rata-rata orang perlu 25 menit untuk kembali fokus ke pekerjaan yang sedang ditangani. Itupun setelah mereka berkutat selama 11 menit dengan pekerjaan tadi. Sungguh sayang, waktu sekitar 2.5 jam per hari habis sia-sia karena tidak fokus. Tutup semua layar internet, jauhi hal-hal mengganggu, matikan nada dering telepon beberapa saat saja dan kalau bisa jangan hiraukan telpon atau teman yang mengajak ngobrol.

Empat- Sederhanakan
Jika kita ingin memahami sesuatu, gunakan alat bantu visual seperti layar komputer, kertas kosong atau catatan harian. Gunakan otak seefisien mungkin untuk memproses dan bukan menyimpan terlalu banyak informasi. Cerna info tadi, lalu biarkan otak bekerja menautkannya ke berbagai info terdahulu yang telah kita masukkan.

Lima-Take Breaks
Jangan lupa untuk mengambil rehat sesekali. Duduk menatap layar sambil berpikir keras selama satu jam kadang membuat otot otak kita lelah. Lakukan hal yang disukai, misalnya melihat berita online, memotret bunga atau suasana, membaca hal-hal ringan, untuk membangkitkan dopamine, sejenis hormon yang membuat kita lebih rileks dan otak tidak merasa berat lagi.

Semua info di atas diadaptasi dari STM March 2010, yang meringkas isi buku ‘Your Brain at Work: Strategies for Overcoming Distraction, Regaining Focus and Working Smarter All Day Long’, karya David Rock.

Selamat mencoba,

Perth,

Saturday, February 12, 2011

Pengalaman itu memang berharga (1)

Kalau sudah menginjak kepala TIGA, biasanya kita sedikit lebih hati-hati dalam bertindak. Mungkin karena pengalaman di masa lalu yang banyak mengubah opini dan persepsi kita tentang sesuatu. Memang benar, pengalaman membuat kita bisa lebih legawa dan bijaksana menghadapi hidup. Itu jika pengalaman kita memang memperkaya jiwa. Tetapi kalau belum merasa bisa bijaksana dan dewasa dari pengalaman, kenapa tidak belajar dari orang lain seperti di bawah ini:

Satu- Si tukang pamer ternyata bangkrut.
Orang-orang usia muda sekarang banyak juga yang membuat kita sirik karena terlihat kaya, bahagia, gaya hidup tinggi, selalu ganti mobil, baju keluaran butik dan selalu (berusaha) berlibur ke luar negeri~ dibuktikan dengan update foto di fesbuk, bisa jadi peluang mereka bangkrut di usia 40 tahun sangat besar. Soalnya mereka selalu berusaha mendapatkan apa yang dimiliki orang lain dengan gaya hidup berfoya-foya.

Dua- Beli benda-benda yang memang diperlukan.
Kita sering menyesal tidak membeli benda yang kita butuhkan, tetapi seringnya yang diinginkan. Padahal, apalah artinya membeli baju kesukaan atau jilbab kesukaan sampai tiga warna sekalian, kalau akhirnya tersimpan di lemari tanpa pernah dipakai sekalipun. Kita juga sering tidak mau mencoba belajar membeli produk investasi seperti tanah atau rumah yang dijual murah. Padahal jika dipikirkan uang yang digunakan untuk belanja kompulsif tadi setelah dikumpul-kumpul selama setahun-dua tahun bisa menjadi uang pembeli sebidang tanah juga loh.

Tiga- Hanya menonton dan bermimpi, sama sekali tidak membawa kita kemana-mana.
Ini pelajaran penting. Jika ingin menulis buku, mulailah dengan menulis outlinenya dahulu. Intinya, jangan bermimpi tanpa memulai. Daripada menonton orang-orang dan membaca kisah kesuksesan saja, kenapa tidak mulai menulis satu dua kalimat di dalam outline tadi? Yang penting, mulai saja dahulu, jangan dipikirkan siapa yang menerbitkan buku ginian. Setelah ditulis dan selesai nanti, kita bisa minta bantuan editor untuk memolesnya menjadi tulisan layak baca. To be honest, I love this experience. Insya Allah, aku akan mulai berkarya!

Empat- Jangan suka mengambil kredit atau ngutang. It will bite you!
Pelajaran penting lagi. Aku memang anti membeli sesuatu jika tidak punya uang di tangan atau di dalam rekening. Seringkali aku berkhayal ingin punya kalkulator bagus saat masih kuliah dulu. Ngutang ke teman atau minta ke ortu atau kredit ke toko, sepertinya bukan my way. My way is, ternyata, Alhamdulillah aku mendapat beasiswa dari kampus yang jumlahnya persis tepat seperti harga si kalkulator tadi. Apapun itu, jika ada utangan uang dari keluarga, aku suka tidak bisa tenang dalam hidup sebelum melunasinya!

Lima- Dengarkan kata orang-orang yang lebih tua.
Ini memang pelajaran paling penting! Biasanya orang-orang sukses, suka mendengarkan nasihat atau kata-kata orang yang lebih berpengalaman (baca: orang tua). Seorang temanku memilih bergabung dengan grup orang-orang tua ketimbang terus-menerus berfoya-foya dengan teman-temannya. Apalagi jika orang-orang tua itu memiliki kesamaan jalur minat dengan kita, so pasti, kita bisa belajar dari mereka dengan lebih cepat. Lebih mudah belajar dari kesalahan orang lain, ketimbang mengalami hal yang sama sendiri.

I think this is enough for now, ya. Ntar daku sambung lagi di bagian (2).

Perth,
Dikutip dari ‘Experience Count’ milik Scott Pape dari kolom The Barefoot Investor, Sunday Times Feb 2010.

Tuesday, February 8, 2011

Hampir setahun kemudian: opiniku tentang Facebook (lagi)


Haha, setelah postingan opiniku dipublish hampir setahun lalu, aku sempat menon-aktifkan account Facebook berulang kali. Jika sedang down, aku cabut, jika sedang up atau lagi enak mood-nya, aku balik. Heran, kan?

Seperti apa-apa yang terjadi dalam hidup, 'there's always a room for improvement', kata orang bijak. Maksudnya, selalu ada kesempatan untuk memperbaiki diri, walau little. So, setelah cukup nasty, keji dan akhirnya guilty dengan opiniku di sana, akhirnya aku belajar untuk 'menerima' keberadaan Facebook.

Suatu ketika, setelah pernah jengah dengan teman yang selalu update status dengan detil, nyinyir dan tak henti-henti, kini aku maklum. Mungkin ia kesepian dan mencoba mendapatkan perhatian dengan berbagi segala macam berita dan isi pikirannya kepada publik yang langsung memberikan tanggapan. Kesian...

Suatu ketika, aku sempet jeles melihat foto-foto teman yang tiap sebentar diupdate di berbagai lokasi dan negara, kini aku jadi bersyukur. Foto-foto mereka mengantarkanku cuci mata gratis tanpa bayar tiket ke berbagai tempat yang belum pernah kukunjungi dan sudah tentu membuatku semakin bersemangat untuk menyusun rencana mengunjunginya di masa depan!

Suatu ketika, saat aku pernah merasa down karena orang sibuk menuliskan status misalnya, 'selesai chapter 2, cihuy!', kini aku tidak mau down lagi. Tiap orang punya target, prioritas, kesempatan, kecepatan dan kemampuan yang berbeda-beda. Jika ia telah selesai chapter 2 sedang aku masih struggling dengan data, ya mau diapakan lagi, itulah kenyataannya. Sekarang, bagaimana caranya agar aku dapat mengikuti jejaknya itu ya? (hehe).

Suatu ketika, aku pernah jengkel tenan saat emailku, komenku dan sapaanku tidak dibalas oleh teman-teman di FB sana, kini aku bersabar menunggu. Siapa tau teman-temanku lagi sibuk, lagi tidak buka FB, lagi lupa, atau lagi menghindariku... aku tunggu sampai ia menghubungi kembali. Karena aku yakin, 'ia mungkin perlu waktu untuk mengerti dan berani menyapaku setelah bertahun-tahun tidak berjumpa serta merasa tidak connect lagi denganku'.

Suatu ketika, aku sempat mual mengamati polah teman-temanku di FB, kali ini aku lebih merasa terinspirasi! Buktinya, dari berbagai keluhan, ratapan, pajangan foto, serta tulisan di notes mereka, aku bisa belajar banyak hal, ide tulisan untuk blog serta banyak renungan hidup untuk memperbaiki kepribadianku.

Intinya, FB kali ini tidaklah mengintimidasi, tetapi menjadi sumber inspirasi dalam hidupku dengan warna-warni kehidupan yang disajikan teman-temanku secara terang-terangan.

Hmmh,
aku tetap pengamat yang pasif loh, kawan. Makasih boleh mengamati hidup kalian.

Perth,

Friday, February 4, 2011

Wanita dan persaingan


Sering baca soal ini di kolom wanita bekerja, atau mengamati hal ini terjadi pada ibu-ibu yang ngumpul bareng di arisan? Annoying ya? Tapi, diam-diam dalam hati, pernah melakukannya, kan? Nah, welcome to our small competitive world, ladies!

Wanita-wanita, kata para pria, so complicated!

Di depan teman baik, perhatian, ramah, eh, di belakang, belum juga buka pintu pagar (emang dari mana?) sudah langsung tet, tet, tet... ngerumpiin si teman tadi! Gila amat, berubah ratusan derajat isi omongan. Bukannya tadi saling menyayangi, tapi di belakang, koq gini?

Jadi inget film Desperate Housewives nih. Bener-bener mencerminkan wanita dan persaingan!

Kata para ahli, persaingan itu memang masalah klasik manusia. Tidak pria, tidak wanita, semuanya bersaing ketat soal simbol status, suami/istri, karir, latar belakang akademis, atau kecantikan. Jadi, sebenarnya, apa moralnya bersaing ini ya?

Persaingan, terutama antar wanita, itu sebenarnya suatu cara untuk mengukur kesuksesan diri sendiri. Karena, dengan memandang orang lain lebih rendah maka, hal ini akan membantu para wanita kompetitif tadi meningkatkan rasa percaya diri mereka. Misalnya dengan mengatakan ‘anak saya pintar juga ya...’ maksudnya diam-diam mo bilang ‘siapa dulu, mak-nya, yang lebih pintar dong!’.

Halah, ibu-ibu banget ya! Makanya para wanita tadi sibuk saling mengukur soal tingkat kecerdasan, isi kantong suami, bekerja atau tidak bekerja, liburan ke luar negeri atau dalam negeri, pakai nappies yang mana, belanja di warung atau supermarket, baju butik atau gerai dalam pasar. Rasanya familiar, kan? Itu hanya sebuah cara untuk menenangkan diri mereka, kalau mereka oke, mereka keren karena pakai baju keluaran butik (iyyy) dan tidak ketinggalan zaman, kalau bisa lebih bagus dari wanita lain.

Kalau diperhatikan baik-baik, sebenarnya semangat kompetitif ini berawal dari rasa kurang puas terhadap diri sendiri. Entah ada sesuatu yang membuat para wanita tadi merasa kurang dari dirinya, seperti terlalu kurus, kurang fashionable, merasa tidak gaul, tidak cukup pintar, tidak S2/S3 atau punya suami kaya. Jika bertemu orang dengan kelebihan yang ingin mereka miliki, secara tidak langsung si wanita kompetitif merasa si orang tersebut sebagai sebuah ancaman bagi dirinya. Timbullah rasa iri dan dengki, jenis emosi negatif yang ternyata tidak membantu mereka menyelesaikan masalah. Malah membuat mereka semakin terobsesi ingin melebihi orang yang menjadi obyek rasa iri tadi. Kadang-kadang mereka membuat keputusan aneh, misalnya membeli barang yang lebih bagus, ikut klub fitness mahal, menyekolahkan anak di tempat bergengsi, sampai melakukan hal-hal yang dilakukan si teman tetapi diusahakan supaya lebih luar biasa atau lebih spektakular! Ada juga yang melakukan berbagai hal-hal aneh seperti marah-marah ga jelas, tak rela berbagi ‘isi rumpian’ mereka dengan kroninya, melarang si teman yang bikin iri melakukan sesuatu atau menyombongkan diri padahal ga ada yang nanya atau lagi menyinggung hal tersebut.

Very, very strange, indeed!

Tak cuma itu, sering sekali sebagai sesama wanita kita menggunakan cara kompetisi yang cukup ‘kotor’. Maksudnya, para wanita kompetitif cenderung passif-agresif, yakni mencoba ‘merobohkan’ lawan dengan gosip, sabotase atau pengucilan. Maka, jangan heran, Amanda di sinetron Betty~ selalu meluncurkan aneka serangan kepada Betty nyaris tiap saat, agar pamornya sebagai seorang resepsionis tidak kalah dari Betty yang nyentrik tetapi asisten pribadi boss besar. Sebab itulah para wanita dinilai lebih ‘kompleks’ dari pria dalam persaingan. Jika para pria berkompetisi dengan cara yang agresif, langsung terlihat dan dirasakan, para wanita sering membuat orang lain seperti tertohok dari belakang.

Familiar gag?

Ok, para wanita kompetitif di luar sana, don’t worry, lah! Coba gunakan terminologi ‘kompetisi, atau kompetitif’ dengan lebih bijaksana.

Seharusnya kita mau belajar membandingkan diri dengan orang yang di bawah kita, agar kita merasa bersyukur. Sedang berusaha membandingkan dengan yang lebih di atas kita, supaya kita lebih rajin berusaha.

Tetapi, kalau membandingkan dengan ‘yang lebih’, jangan pake ekstra ingin menyingkirkan atau membunuh karakter mereka sekalian, dong.

Percaya diri saja, karena ‘we are doing the best we can, and we can do better’... yang bisa membuat diri kita lebih empati pada orang lain dan meletakkan rasa motivasi di tempat yang benar.

Sst, jauhi sikap kompetitif berlebihan tadi, karena secara tidak langsung hal itu menunjukkan ‘siapa diri kita’ sebenarnya.

Perth,
Diadopsi dari ‘The truth about female competitiveness’, STM, March 28, 2010.
Image from dawgsports.com