Thursday, February 16, 2017

Countries that I've Visited



Berikut pertanyaan menarik dari mahasiswa:

Pertanyaan: "Bu, ibu sudah ke mana saja?"
Jawab: "Belum banyak sih, baru 17 negara, kalau transit di Hong Kong dan Sri Lanka dihitung."

P: "Waw, kebanyakan di Eropa, ya bu?"
J: "Tidak juga. Ibu baru berkunjung ke empat negara di Eropa, UK, Belanda, Jerman dan Perancis."

P: "Ibu sudah ke Paris?" *setengah memekik dengan mata berkilau
J: "Ho-oh. Destinasi favorit orang Indonesia. Menara Eiffel, kan?"

P: "Jadi kemana saja, bu..."
J: "Ga banyak. Negara Eropa tadi, trus Australia, New Zealand, Vietnam, China, Jepang, USA, Canada, UEA, Arab Saudi, nah, ga banyak, kan?"

P: "Kami satu aja belum, bu..." *sedikit kecewa
J: "Sabar, ibu juga baru-baru ini kok traveling. Waktu ibu S3, saya cukup intens bepergian, sebab Supervisor saya selalu berusaha memancing saya untuk menulis paper lebih banyak dan ikut konferensi. Kebanyakan gratis atau dibayari setengahnya, misalnya buat training dan jadi peserta conference. Ibu pernah diajak ke Jepang untuk meneruskan kerja sama sekaligus memberi public lecture."

P: "Negara mana, bu, paling berkesan bagi ibu?"
J: "Ada berbagai sudut pandang, jadi semua berkesan. Kalau ingin menikmati teknologi yang bikin wow, anda ke Jepang. Jika ingin menikmati teknologi tetapi lebih modest, anda ke Jerman. Lifestyle dan negara baru, anda ke Australia. Nature dan bunga-bunga, ibu sarankan ke New Zealand. Pembangunan pesat dan massive, ya ke China. Tempat dan suasana seperti di film-film, ke USA. Negara indah di pelosok seperti negeri dongeng yang ada kastil dan moose, ke Canada. Hmm, oiya, menikmati surga dunia, ke UEA (Dubai). Have fun moderately dan menikmati kepadatan tanpa pusing, bisa ke Vietnam. Kalau mau menikmati suasana romantis musim dingin, coba ke Amsterdam. Tetapi, ada tempat tak terkalahkan, menurut ibu, tempat di mana hati menjadi sangat tenang, barokah, bersemangat ibadah, semuanya terasa indah, murottal imampun lebih indah dari nyanyian di dunia... yakni di Mekkah Al Mukarramah."


P: "Masya Allah, ibu, saya ingin ke tempat-tempat itu."
J: "Insya Allah, berusahalah sekolah di luar negeri. Mudah-mudahan Allah antar anda ke tempat-tempat indah. Ibu tidak sarankan hanya berlibur saja. Usahakan ada aktivitas kalau ke negara-negara tersebut."


P: "Bu, ada tips supaya bisa enjoy di sana?"
J: "Iyah. Travel itu bukan hanya foto-foto dan taruh di Instagram atau Facebook. Anda lebih banyak diajak untuk berkaca pada diri, refleksi, atau absorb suasana di sana ketimbang rushing foto sana-sini. Ibu suka jalan-jalan ke museum, botanical garden, dan art gallery untuk mendapatkan overview dengan cepat. Ibu sering mendapatkan inspirasi melalui kunjungan ke tempat-tempat tersebut. Usahakan soal penginapan dan makan bukan isu lagi, sehingga jalan-jalan lebih banyak waktu. Misalnya tinggal di akomodasi terjangkau tetapi tidak terlalu murah, sebab jenis turis yang tinggal di sana juga berbeda karakteristiknya. Kemudian rancang aktivitas supaya bisa menikmati hal-hal yang kita sukai, misalnya bersepeda di tepi pantai, naik bis ke kota kecil, jalan-jalan di kebun raya, dan semacamnya yang membuat rileks."


P: "Ada rencana ke mana lagi, bu?"
J: "Ada beberapa negara yang ibu ingin kunjungi, di Central America dan South America. Mudah-mudahan Allah undang ibu ke sana... Aamiin."

P: "Ikut bu..."
J: "Ayuk... jangan takut bermimpi. Ibu pernah bilang ke Virdy (mahasiswa saya yang studi di Belanda), kalau ibu akan kunjungi Virdy musim semi nanti di sana. Rencananya mau lihat tulip berdua. Allah mengabulkan niat saya. Saya datang ke Amsterdam bertemu Virdy di awal musim semi. Meski tidak melihat tulip, tetapi kami sempat ke Hortus Botanical Garden berdua dan menikmati kebun raya legendaris tersebut. Virdy juga memberi ibu buket tulip yang mekar indah pas di Indonesia. So, anything is possible. Nanti kalau anda kuliah di luar, kabari ibu ya... mudah-mudahan ibu bisa berkunjung ke sana."

Pekanbaru,





Saturday, February 11, 2017

Repost: Deadline

Tulisan ini aku post kembali, untuk mengingatkanku soal 'deadline'.

Link asli: http://monitaolivia.staff.unri.ac.id/2013/02/15/deadline/


Deadline atau batas akhir adalah waktu yang harus dilewati untuk penyelesaian sebuah pekerjaan.
 
Bagi kita yang tidak disiplin, deadline seperti memberikan ekstra waktu untuk menunda, menarik nafas dan merilekskan diri. Tetapi, bagi orang disiplin, deadline memang sebuah batas waktu agar bisa menyelesaikan semua rencana tepat pada waktunya.

Pola pikir bahwa deadline untuk dilanggar, memang bukan hanya milik saya sendiri. Buktinya, orang-orang seperti saya, biasanya belum akan mengumpulkan sebuah tugas/pekerjaan sebelum hari H-nya. Kami berpikir bawah masih ada sebulan lagi, dua minggu lagi, seminggu lagi, sehari lagi, dan bahkan lebih gila lagi… beberapa jam lagi, misalnya, sehingga tidak pernah merasa urgen untuk mulai mencicil tugas tersebut. Ironisnya, kalau tugas belum selesai, maka waktu berikutnya akan dihabiskan untuk negosiasi sambil menceritakan tragedi deadline supaya ada waktu untuk menarik nafas lalu kembali terbirit-birit menyelesaikan tugas itu. Betapa melelahkannya.

Setuju, perasaan letih itu pasti ada. Tetapi, selain itu ada rasa lain yang muncul di diri setelah pengumpulan, semacam puas dan lega karena bisa mengakali waktu, dengan tetap menyelesaikan pekerjaan. Setelah itu, tanpa bersalah, masih memberi reward pada diri untuk berlibur lama dengan alasan baru saja menyelesaikan pekerjaan berat, padahal sebenarnya baru dikerjakan di batas-batas akhir saat deadline menghampiri.

Sewaktu saya masih sering melakukan hal tersebut, saya tidak menyukai perasaan kurang nyaman karena seperti ‘membohongi diri’ tadi. Saya juga cemas dengan kualitas pekerjaan. Semua yang berbau lastminute.com, mutunya bisa dipertanyakan. Itulah sebabnya, sungguh tidak adil menyalahkan orang lain atau sistem kalau kita mendapat nilai buruk atau tidak menang sesuatu. Coba pertanyakan dulu diri kita, apakah kita sudah maksimal bekerja dalam batas waktu tertentu atau belum maksimal karena baru dikerjakan di saat-saat terakhir saja?

Teknik terbaik untuk melatih diri agar tidak mengalami kesulitan dengan deadline, adalah belajar mengumpulkan pekerjaan/laporan satu hari lebih awal dari deadline. Meski hanya satu hari lebih awal, tetapi efeknya sangat signifikan.

Saat saya memutuskan untuk mengumpulkan laporan tesis satu hari sebelum deadline, masih ada cukup waktu untuk meneliti kembali susunan halaman dan mencetak kembali karena ditemukan warna kertas yang tidak seragam. Tak terbayang rasanya kalau harus dikumpulkan hari itu juga, tetapi saya masih harus melakukan cetak ulang selama 4-5 jam, lalu berlari cepat seperti seekor cheetah ke tempat penjilidan sebelum mereka tutup. Saya cukup tenang karena ada ekstra waktu (well, 24 jam itu ekstra waktu yang cukup banyak loh) untuk mengumpulkan sesuatu. Efek positifnya, ya saya tidak perlu begadang, mengganggu orang, atau memerlukan rehat panjang karena keletihan mengejar deadline.

Coba selesaikan satu hari lebih awal saja dan rasanya bedanya.

Pekanbaru,

Wednesday, February 8, 2017

Grup Kreativitas Mahasiswa

Kuliah saja tanpa pengembangan diri akan sangat membosankan, demikian pendapatku. Sebagai seorang eks mahasiswa  yang hanya fokus belajar untuk mendapatkan IPK tinggi dan berusaha melupakan bersenang-senang berlebihan, maka aku menyarankan agar mahasiswa agar memiliki kegiatan seimbang. Berorganisasi dan bersosialisasi ternyata sangat diperlukan untuk memicu kreativitas dan prestasi. 

Sejak tahun 2003, aku telah aktif membimbing program kreativitas mahasiswa. Awalnya mahasiswa hanya didorong untuk melakukan penelitian dan ikut lomba skripsi terbaik tingkat lokal. Bukan tanpa bimbingan khusus, grup mahasiswa tersebut dilatih untuk dapat menulis esai, karya tulis, presentasi, penelitian maupun menulis artikel ilmiah. Beberapa mahasiswa berhasil memenangkan lomba tingkat lokal maupun nasional (termasuk PIMNAS, Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional). Alumni grup ini telah menyebar menjadi dosen, researcher maupun pegawai di dinas-dinas tertentu. 

Grup berikutnya dibentuk tahun 2013. Berbekal nama beberapa mahasiswa berprestasi di kelasnya, aku mengajak mereka aktif menulis proposal, karya tulis maupun esai. Beberapa tulisan mereka sangat layak dijadikan artikel untuk jurnal nasional maupun internasional. Berkat kesungguhan mereka dalam belajar, mereka menjadi sangat kreatif dalam berpikir, dan tekun memupuk prestasi di bidang riset dan penulisan. Mereka lulus dengan gemilang dan saat ini tengah bersiap-siap S2 di luar negeri. 

Grup selanjutnya terbentuk tahun 2016. Aku masih memikirkan cara untuk membuka kreativitas mereka dan membuat mereka jadi pembelajar mandiri. Sebenarnya semua berpotensi untuk sukses dalam bidang-bidang baru, seperti mengikuti summer course, tetapi mereka belum mau mendorong diri lebih jauh dari sekarang. Sebagai dosen aku perlu membimbing untuk mengarahkan mereka agar terus membuka diri, memperluas wawasan dan meningkatkan kreativitas diri agar selalu tetap bisa berprestasi. Mudah-mudahan tahun 2017 ini mereka akan lebih bersemangat untuk belajar menulis, meneliti, berpikir kreatif, aktif berbicara dalam bahasa Inggris dan masuk ke lingkungan internasional.

Sukses semua.


Pekanbaru,