Thursday, October 14, 2021

Mengalami Fatigue atau Burn Out

Setelah 'marathon' mengerjakan sebuah project penting selama berminggu-minggu atau berhadapan dengan 'tsunami' gelombang besar dalam pekerjaan, tak heran kita bisa mengalami fatigue atau burn out. Tanda-tandanya adalah kelelahan, stamina menurun, sulit berpikir dan berkonsentrasi, serta tidak berminat menyelesaikan pekerjaan seperti biasanya. 

Untuk menghindari fatigue terkadang sulit juga karena beban kerja bertumpuk pada waktu tertentu tidak bisa dihindari. Apakah fatigue bisa diatur supaya tidak terjadi atau diminimalisir dampaknya sehingga tidak perlu istirahat sementara dari pekerjaan. Tentu hal seperti ini bisa dihindari selama kita melakukan beberapa hal berikut. 

1) Buat perencanaan waktu dalam bekerja dan perhatikan tenggat waktunya. Misalnya menulis memerlukan waktu 3 minggu dari mengolah data sampai mengumpulkan artikel. Maka kita harus membagi-bagi waktu supaya bisa fokus dalam tiga minggu menyelesaikan target. Jika tulisan dikerjakan maksimum 3 jam sehari, maka dalam 3 minggu x 5 hari kerja x 3 jam = 45 jam, maka kita punya 45 jam mengerjakan satu tulisan sampai terkumpul ke sistem jurnal online. 

2) Bekerja dalam chunck atau waktu-waktu kecil. Gunakan teknik Podomoro atau teknik apa saja, yang penting dalam 25-30 menit yang kita set menggunakan timer/stopwatch tersebut, kita tidak bisa multitasking. Misalnya waktu menulis 3 jam sehari, dibagi menjadi 6 sesi 30 menit, yang bisa dikerjakan tidak berturutan. Pada saat bekerja dan timer berjalan, kita tidak diizinkan lihat media sosial, atau bolak-balik mencari lagu yang pas di youtube untuk mengiringi pekerjaan, atau merespon email, dan hal-hal lain yang mengganggu flow pekerjaan. 

3) Buat persiapan lebih awal. Terkadang bekerja di pelayanan masyarakat dengan sistem online, kita bisa mempersiapkan materi lebih awal, mempersiapkan email lebih awal, menyusun file di awal waktu, dan berbagai hal lain yang tidak perlu dikerjakan multitasking. Masukkan kuota Podomoro tadi ke pekerjaan kita dan siapkan di waktu lain kemudian kirim email atau file menggunakan teknik schedule send. Dengan hal ini, jika kita mendapat respon, kita tidak perlu repot-repot merespon sambil menulis pesan lain karena melakukan hal tersebut bisa melelahkan batin. Pre-schedule semua email dan kegiatan, akan membantu kita mengurangi fatigue. 

4) Ambil break secara berkala. Setelah membagi-bagi waktu menjadi chunks kecil, kita bisa mengambil break selama 10-15 menit untuk menyegarkan pikiran. Highly intensed work jika tidak dibarengi relaksasi akan menyulitkan kita kembali relax pada saat diperlukan. Cari kegiatan yang tidak berhubungan dengan pekerjaan, seperti berjalan di luar rumah, menyusun buku, membuat kopi maupun mengurus tanaman meski hanya beberapa menit. Hal ini dapat menghindari mental breakdown karena terlalu fokus dan menyegarkan fisik setelah duduk beberapa lama menyelesaikan chuncks secara marathon. 

5) Istirahat beberapa hari jika kondisi lelah mulai terasa. Biasanya kepala pusing, sulit tidur, badan pegal, mulai flu ringan atau batuk. Kelelahan demikian memang tidak membawa kita maju dalam penyelesaian pekerjaan, tetapi karena badan dan pikiran sudah tidak sinkron lagi maka kita akan sulit mempertahankan semangat kerja serta menghasilkan pekerjaan berkualitas. Tidak mengapa break 1-2 hari khusus tidur, makan makanan sehat, minum air dan mengalihkan pikiran ke hal-hal yang lebih relax. Fatigue akan lebih mudah dihindari karena kelelahan fisik dan batin dalam jangka panjang berpotensi telah diatasi dengan istirahat secara total dari hal-hal berat terkait pekerjaan. 

Strategi menghindari fatigue sangat bermanfaat di masa working from home seperti ini karena pekerjaan seperti tak berbatas ruang dan waktu, terus berdatangan dan mengalir dengan semua tenggat pendek. Selama ada kemajuan pekerjaan, maka hal tersebut cukup membantu kita untuk terus bergerak menyelesaikan. Akan tetapi jika kemajuan dilakukan di akhir tenggat, maka potensi fatigue akan terjadi dan kelelahan menyebabkan kita tidak menghasilkan pekerjaan berkualitas sesuai tenggat waktu. 

Pekanbaru,

Thursday, October 7, 2021

Kualitas atau Kuantitas


Paradoks apakah kualitas atau kuantitas yang lebih penting sudah lama menjadi isu dalam bekerja.

Ada beberapa poin untuk menilai apakah melakukan pekerjaan kualitas dahulu atau kuantitas yang paling signifikan dalam menghasilkan pekerjaan.

Pertama, pekerjaan berkualitas membutuhkan rencana, strategi, kecermatan, disiplin, manajemen resiko dan fokus penuh dalam penyelesaiannya. Persiapan menentukan hasil, sehingga pekerjaan berkualitas memerlukan waktu lebih lama dalam tahap persiapan, pelaksanaan dan evaluasi akhir. 

Kedua, pekerjaan berkualitas memberikan hasil lebih baik dengan dampak besar dalam jangka panjang. Biasanya setelah beberapa lama, pekerjaan tersebut masih terus menjadi acuan/pedoman bagi pekerjaan-pekerjaan lain terkait. Long lasting impact. 

Ketiga, pekerjaan berkualitas harus dilakukan untuk proyek yang terkait dengan banyak stakeholder atau pengguna agar semua pihak dapat merasakan manfaatnya dalam jangka panjang. Pekerjaan seperti ini akan meningkatkan efektivitas dan efisiensi semua pengguna dan jejaring mereka sehingga dapat menghemat waktu dan biaya. 


Sedangkan pekerjaan dengan kuantitas tinggi juga perlu dilakukan dengan beberapa pertimbangan.

Pertama, pekerjaan tersebut dapat meningkatkan kinerja dalam jangka pendek dan tidak terlalu banyak pengguna terlibat di dalamnya.

Kedua, pekerjaan tersebut memberikan dampak yang dapat dirasakan langsung dan tidak mencari efek jangka panjang.

Ketiga, pekerjaan tersebut dapat dilakukan dengan memaksimalkan 50-60% sumber daya sehingga jumlah pekerjaan dapat ditingkatkan. 


Barangkali berdasarkan pertimbangan di atas, sekarang kita bisa memikirkan apakah kita akan mengejar kualitas atau kuantitas. 


Akan tetapi, dalam surat Al-Insyirah ayat 7 dinyatakan:

فَإِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْ

Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.

Mudah-mudahan sekarang semua sudah jelas ya.




Saturday, September 18, 2021

Buat Batasan (Boundary) dalam Bekerja

Efektivitas dan efisiensi dalam bekerja tergantung dalam pengelolaan waktu, pikiran dan emosi. Terkadang kita tidak bisa hanya bisa menyelesaikan pekerjaan dengan pikiran saja, karena kalau hati sedang galau pasti hasil kerja kurang bagus. Sedangkan saat ingin efisien dalam pekerjaan tapi tidak bisa mengatur emosi, maka akan berpengaruh pada hasil yang ingin dicapai. Oleh karena itu kita perlu belajar untuk mengatur boundary (batasan) dalam bekerja agar hasilnya maksimal dan kita tetap bahagia. 


Sedang enak-enak mengatur jadwal mingguan pekerjaan, tiba-tiba ada pesan masuk di wa menanyakan kepastian sebuah kegiatan yang akan dikelola bulan ini. Rasanya masih weekend, dan tidak ada urgensinya bertanya pekerjaan dengan gaya sangat demanding. Meski dari atasan sekalipun, biasanya aku tidak mau merespon langsung kecuali hal-hal yang benar-benar urgent/serius. Tapi aku jadi kesal juga karena satu message demanding yang terbaca, berarti mengganggu pikiran. Mau merespon, takut berlarut-larut, tapi tidak direspon kepikiran dan bisa jadi macam-macam luapan emosinya. 

Aku ingat, dalam bekerja kita juga bisa mengelola emosi dengan menetapkan boundary. Misalnya hal-hal seperti ini:

1) Tidak membalas message terkait pekerjaan di luar jam kerja dan hari kerja. Misalnya jam 18 ke atas dan hari Minggu. 

2) Melakukan pekerjaan yang diberikan surat atau email disposisi/surat penugasan resmi/SK dari atasan/pejabat terkait. 

3) Tidak memasukkan jadwal baru apabila pekerjaan sebelumnya belum selesai. 

4) Berani berkata tidak bisa apabila memang tidak dapat mengalokasikan waktu sesuai dengan keinginan orang lain baik atasan maupun orang berpengaruh. 

5) Tidak perlu merespon berbagai pertanyaan yang sudah jelas jawabannya. 

6) Tidak perlu merespon kemarahan orang yang salah alamat dan tidak pengertian.

7) Tidak perlu merespon office politics, bullying, fitnah, ketidakadilan dan body-shaming. 

8) Boleh hanya memberikan tanggapan apabila dipersilakan. 

9) Boleh menolak menjadi anggota tim kegiatan yang tidak menjadi prioritas pekerjaan saat ini.

10) Tidak perlu khawatir memberikan masukan apabila ada yang membuat kesalahan/tidak valid dalam bekerja. 

dan sebagainya. 

Hal yang terpenting, kita harus bisa mengelola emosi dan memastikan pekerjaan kita baik hasilnya. Memastikan bahwa boundary dapat ditaati dalam pekerjaan, akan membantu sekali untuk kelangsungan pekerjaan dan ketenangan jiwa dalam mengerjakannya. 

Pekanbaru,




Saturday, September 4, 2021

Menghadapi Kolega yang tidak Percaya

Kadang-kadang dalam melakukan suatu pekerjaan sering terjadi ketidakpercayaan kepada kolega lain. Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal tersebut. Faktor terbesar biasanya merasa diri lebih baik dari orang lain. Akan tetapi beberapa faktor lain juga mempengaruhi sikap demikian seperti pernah mengalami kekecewaan, tidak memiliki kemampuan teknis, kurang berempati, kurang manajemen waktu, dan kurang memikirkan konsekwensi moral dengan perlakuan tersebut.

Bagi kita yang sering mendapatkan perlakuan dan pandangan tersebut oleh kolega kita, maka kita sedikit shock. Pada akhirnya karena merasa tidak dipercaya meski telah berusaha memberikan argumen yang didukung oleh data valid serta aturan jelas, maka kebanyakan orang memilih untuk berhenti meyakinkan kolega tadi secara verbal. Banyak orang jadi mengalihkan perhatian dengan tetap menyelesaikan pekerjaan secara serampangan. Ada juga yang memilih keluar dari situasi tersebut dan memperbaiki kompetensi mereka dibandingkan menghabiskan waktu debat hanya untuk membuktikan kita yang salah. Sering aku perhatikan, ego akan membawa kerugian besar karena pada suatu waktu kali kolega  membutuhkan bantuan kita, maka kita akan bersikap biasa dan kurang dedikasi. 

Sebenarnya dalam melakukan hal teknis, agar dipercayai kita bisa menggunakan dua cara. Kita mengetahui dahulu aturan dan persyaratan dengan lengkap. Kedua baru kita melakukan pendekatan dengan diskusi dan berpikiran terbuka agar mendapatkan pencerahan. Daripada langsung mendebat dan mengasumsikan orang tidak bisa melakukan pekerjaannya, maka kita introspeksi dulu apakah kita sebenarnya lebih baik di bidang tersebut atau tidak. Kita dengarkan dahulu masukan-masukan dari kolega. Apabila kita langsung bersikap tidak mau menerima, maka kita sendiri yang rugi karena telah dikalahkan oleh waktu akibat tidak mau  menerima kebenaran. Pekerjaan yang seharusnya selesai dalam waktu singkat, tetapi malah tak berhasil karena ego kita sendiri dengan sikap tak percaya tadi. Selain itu banyak orang juga menginterpretasikan sikap tidak percaya kolega tadi sebagai penerimaan konsekwensi seperti kehilangan waktu dan energi berkat ketidakpercayaan mereka tadi.

Poinnya, jika memang tidak percaya pada seseorang, berusaha berpikiran terbuka dan tidak tergesa-gesa mengambil kesimpulan semua orang tidak sehebat dan semampu kita. 

Pekanbaru,

Monday, July 5, 2021

Resilience di Masa Pandemi

Salah satu kemampuan dasar penting abad ke-21 adalah resilience. Resilience barangkali bisa disamakan dengan 'fleksibel' atau tidak rigid/kaku. Konsep ini terkait dengan kemampuan menerima dan menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan dan lingkungan yang terus berubah dengan cepat. Bagaimana supaya kita bisa resilience dalam masa tak menentu yang tidak bisa kita prediksi saat ini?

Suatu hari aku sempat mampir di rumah tetangga yang sudah senior. Berhubung aku hanya sebentar, jadi kami hanya berbicara hal-hal penting saja seperti keadaan saat ini. Memang betul, kondisi pandemi mengubah dan memutar-balikkan semua kenyamanan dan kebiasaan kita sebelumnya. Pembicaraan kami sampai kepada keresahan, kegelisahan dan keprihatinan di tengah-tengah kondisi. Akhirnya terucap juga bahwa keadaan yang membuat kita pusing ini karena dunia sudah gila. Loh, kok gila? Aku jadi bingung, berarti menyalahkan keadaan ya. 

Beberapa teman yang sempat kontak mengatakan sejak pandemi mereka jadi punya kegiatan dan aktivitas baru. Ada beberapa hal yang tadinya tidak sempat dilakukan, seperti membaca, mengerjakan hobi, mempelajari hobi baru, mengurus kebersihan karena waktu berkendara ke tempat kerja sudah tidak ada. Bahkan ada target-target baru seperti rutin mengerjakan shalat sunnah rawatib, puasa sunat, menghafal juz amma, dan semua amalan yang tidak sempat dilakukan sebelumnya. Setahun lalu aku mengikuti kursus online di SPADA yang banyak membantu pengajaran daring selama dua semester ini. Orang yang mau fleksibel akan dengan cepat menyesuaikan diri dan mencari peluang untuk meningkatkan kompetensi personal dan profesionalnya ketimbang menyalahkan keadaan dan berkeluh-kesah.

Pada saat seperti ini, menjadi seorang yang resilience membutuhkan penerimaan akan situasi. Kemudian lebih cepat mencari jalan keluar, mengatur rutinitas, menghilangkan kesulitan dengan kebiasaan baru. Sebaiknya mempunyai perencanaan apa yang bisa ditingkatkan dalam situasi yang berubah dan bisa membaca trend kira-kira skill apa yang diperlukan setelah pandemi usai. 

Hal terpenting adalah tidak patah semangat, tetap belajar dan take it easy semua hal-hal sulit yang dapat menurunkan imunitas tubuh sehingga lupa bahagia dan bersyukur kepada Allah telah diberi nikmat dan rezeki yang sangat banyak. 

Pekanbaru

Tuesday, June 29, 2021

Belajar budaya penduduk native

Musim panas 2007.

Outing pertama kami di Western Australia adalah mengunjungi perkampungan Aborigin di dekat pinggiran kota Perth. Kami para awardee Australia Development Scholarships berangkat dengan bis tour besar yang telah disediakan pihak ADS Curtin University. 

Kunjungan ke tempat tersebut untuk mempelajari budaya penduduk native/Noongar people yang telah lama berada di alam. Kegiatan pertama adalah belajar keahlian berburu kangguru dan angsa liar di dekat air. Kami diajari membaca jejak binatang untuk berburu, beramai-ramai mencoba melempar tombak buatan dan mengamati baik-baik cara menangkap angsa terbang cepat di atas air. Kehidupan mereka cukup keras karena pada saat-saat walkabout di musim dingin, mereka harus tidur di alam terbuka dalam sebuah 'hut' atau tenda terbuat dari dahan, ranting, rumput dan daun-daun. Makanan diperoleh dari berburu hewan liar termasuk kangguru dan memetik buah-buahan yang dikenal sebagai bush food. 

Selanjutnya kami bergerak lebih dalam lagi ke hutan menemui seorang mama native yang duduk di kelilingi keranjang-keranjang rotan berisi daun-daun dan buah-buah hutan. Kami mendengarkan cerita mengenai kehidupan sebagai wanita native. Di waktu-waktu tertentu mereka harus memetik daun-daun khusus, lalu mengeringkannya dan menggunakannya untuk obat maupun teh. Untuk buah-buahan seperti bush tomato, lilly pilly, bush apple dan beberapa jenis buah-buah native yang sangat sehat untuk dimakan dalam diet mereka. Sama seperti kita di Indonesia, ada banyak jenis daun-daun yang bisa dipakai untuk penjagaan dan perawatan kesehatan seperti daun sirih, daun pepaya, daun salam dan daun sirsak. Mama native itu lalu bercerita mengenai khasiat beberapa tanaman dan cara mengidentifikasinya. Salah satu pelajaran berharga selama kami berada di tempat tersebut. Hingga saat ini aku masih sering mencari-cari tanaman-tanaman asli di botanical garden Perth sambil menikmati wangi-wangian atsiri yang muncul saat hujan turun di sana.

Tempat ini penuh dengan tanaman gum atau eucaplitus dengan dahan-dahan berbentuk unik yang mungkin dibantu angin.  Kami harus menaiki dek untuk berjalan masuk dan keluar dari tempat tersebut tanpa harus melalui batu-batu di bawahnya. 

Perjalanan tersebut sangat berkesan, terutama karena budaya dan diet penduduk yang unik tidak dapat ditemukan di benua lain. 

Pekanbaru 2021