Tuesday, November 30, 2010

Ke New Zealand kami bertualang (bagian 2: Drama Amazing Race)


Sabtu, 7 November 2010

Pernah terpikir olehku, mungkin jadi peserta Amazing Race itu menyenangkan kali ya, karena dapat keliling dunia gratis. Walau gratis, tetapi kalau tidak dapat bekerja sama dengan partner mengatasi persoalan dalam situasi tertekan bisa-bisa regu kita berantakan. Siapa tau berbekal suka bikin jadwal perjalanan, hobi jalan-jalan, tak takut tantangan, berdua dengan hubby yang pintar mencari rute serta easy going begini, suatu hari nanti kita bisa ikutan. Amin. Heheh, mimpi melulu! Akibat pernah ngimpi seperti itu, aku dan hubby jadi sempet ngalami Amazing Race leg Perth-Melbourne-Christchurch. Ceritanya begini...

Pesawat Jetstar Perth-Melbourne yang telah dijadwalkan berangkat pukul 22.40pm belum tiba juga di bandara domestik. Tak usah ditanya reaksi penumpang lain. Sudah kupastikan mungkin akulah orang yang paling gelisah di antara mereka semua. Pada penerbangan Perth-Melbourne ini, setidaknya kami sudah harus tiba di terminal internasional Melbourne-Tullamarine pukul 7am keesokan harinya. Pesawat yang membawa kami ke Christchuch akan berangkat pukul 8.30am. Bikin stress.

Baru sekitar pukul 1am pesawat yang membawa kami ke Melbourne berangkat. Melegakan juga saat kapten pilot mengatakan akan mencoba ngebut untuk mengganti waktu yang hilang karena penundaan tadi. Saking tak kuasanya menahan kantuk, aku langsung tertidur pulas beberapa jam. Saat terbangun dan melihat jam, cukup lega rasanya karena masih ada waktu 1.5 jam sebelum pesawat ke Christchurch berangkat.

Tetapi, rasa tenang kami tidak bertahan lama.

Tampaknya drama Amazing Race sudah mau dimulai nih.

Begitu turun di Tulla airport, pesawat malah berputar-putar dulu mencari tempat parkir.

Betul-betul seperti sebuah drama yang membuat panik. Saat pesawat sudah parkir, eh, awak kabinpun memerlukan waktu sekitar 5 menit untuk membuka pintu pesawat. Setelah terbuka, aku langsung terhalang semua penumpang di depan yang ingin segera ke luar pesawat. Syukurlah nyonya tua di sampingku yang mengerti situasi kami mempersilakan kami ke luar lebih dahulu sambil menghadang penumpang di belakangnya.

Kamipun mulai berlari kencang sambil berseru-seru, ‘Excuse me, excuse me,” menyusuri koridor kedatangan, berusaha mencari terminal internasional.

Bersama hubby, aku membuat rencana untuk dapat check-in di counter. Aku akan berlari menuju counter check-in, sedangkan hubby berlari juga dong, mengambil barang-barang kami di carousel. Terminal domestik dengan terminal internasional untuk Jetstar letaknya memang bersebelahan. Tetapi dalam situasi abnormal seperti ini, kami mesti berbagi tugas di dua tempat agar semua tidak ditinggal pesawat.

Walaupun aku telah pernah mengamati peta bandara Tullamarine, aku tetap kesulitan menemukan pintu koneksi terminal domestik dan internasional.

Tiba di counter Jetstar terminal internasional, saat check-in aku berusaha menerangkan kalau bagasiku sedang diambil oleh hubby. Tak lama hubby menelpon soal barang yang belum keluar dari carousel.

Para ground hostess mengatakan kalau mereka harus menutup counter beberapa menit lagi. Jika barang tak dapat dimasukkan, maka barang bisa ditinggal dan dikirim esok ke Christchurch. Pilihan kedua, kami bisa berangkat besok ke Christchurch bersama barang tadi. Wah, aku tak tahu keputusan apa yang harus diambil. Tetapi, yang pasti, memang baranglah akan menyusul, karena aku malas mengurus penginapan di Melbourne.

Aku mondar-mandir tak sabar. Di mana hubby?

Tiba-tiba seorang mas OZ berkaos merah yang kuketahui satu pesawat denganku dari Perth datang menyeret kopernya menuju counter check in yang sama.

“That's him!” Seruku girang!

Si petugas Jetstar bertanya sambil memperhatikan si mas tadi, “your husband?”

“Oh no”, jawabku tertawa lebar. Bukan, bukan, ini orang yang sepesawat denganku. Berarti barangnya sudah keluar dan suamiku tak jauh di belakang.

Di belakang orang itu ada seseorang lain datang mengantri. Tak pernah aku sebahagia itu melihat orang mengantri, karena mudah-mudahan masih ada waktu ekstra sehingga tas kami bisa tepat waktu sampai di counter.

Tak sabar menunggu, akupun pamit mau menyusul hubby sebentar yang siapa tau nyasar terminal.

Baru beberapa detik berlari ke arah terminal domestik, aku bersorak girang melihat hubby membawa troli berisi tas-tas kami. Kamipun mendorong troli berisi tas menuju counter Jetstar dengan kecepatan sangat luar biasa. Dengan tersenyum lebar, mungkin lega, si mbak tadi mengambil alih barang-barang kami.

That's it, dengan masuknya ketiga tas tadi, mbak tersebut langsung menutup counter sambil mengingatkan kalau boarding tinggal 20 menit lagi.

Hellow, 20 menit? Tampaknya aku dan hubby masih harus berlari ke gate untuk boarding.

Drama kedua pun... dimulai!

Bismillah, bismillah... aku berseru-seru dalam hati. Kami langsung masuk antrian panjang itu sambil mengisi form keberangkatan dari Australia di meja. Aku menulis secepat-cepatnya dan setepat-tepatnya lalu ikut bergeser dalam antrian. Tak peduli kartu tersebut berisi informasi kami dengan tulisan compang-camping.

Selesai di petugas imigrasi, kami kembali berlari kencang mengikuti papan penunjuk arah Gate 33. Tapi setelah sampai di sana, kok hanya sampai Gate 31, mana 33 nya?

Akupun diserang rasa panik tak keruan, karena mengira waktu mungkin tinggal sekitar 5 menit lagi untuk boarding.

Keep running ke depan, seruku mengomando.

Drama Amazing Race benerrr...

Alhamdulillah, tak lama berlari ke arah depan, penunjuk arah Gate 33 akhirnya muncul.

Yes, aku dan hubby menyerbu Gate tersebut menuju ke barisan beberapa orang yang tampaknya siap untuk boarding.

“Christchurch?” tanyaku panik pada petugasnya.

“Not yet” jawab si mbak, yang sudah sempat mengenaliku lagi.

“This one goes to Wellington. Will call you later, ok?”

Aku dan hubby langsung speechless, merasa lega, setelah tidak pernah tenang dari tadi malam.

Huahaha, we made it! Kita tidak jadi ditinggal pesawat!

“Kok kita kayak seperti sedang ikutan game itu ya,” kata hubby, mungkin teringat sesuatu.

“Amazing Race,” kataku sambil tertawa lebar tak peduli wajahku yang kusut, belum sikat gigi dan belum sarapan pagi.

Siapa yang tidak histeris nyaris ditinggal pesawat, padahal murni bukan salah kita sebagai penumpang. Sayangnya, kita tidak sedramatis orang-orang di AR yang kalau berhasil bisa langsung berpelukan gembira.

Leganya... Alhamdulillah, karena bisa berangkat hari ini dengan semua perlengkapan berlibur kami ke New Zealand.

Perth,

Friday, November 26, 2010

Ke New Zealand kami bertualang (bagian 1: Persiapan)


Sejak menapaki bumi Australia beberapa tahun lalu, mataku tak lepas memandang negara tetangga yang lebih kecil di bagian Tenggara benua ini. New Zealand, atau Selandia Baru merupakan salah satu negara yang pernah menjadi tempat ayahku mengikuti pelatihan suatu kali saat masih bekerja. Tiap berbicara tentang NZ, kurasakan betapa indah dan nyamannya berada di sana. Rasa penasaranku semakin bertambah, karena NZ hanya (hanya?) tujuh jam perjalanan naik pesawat dari Perth! Setelah bertahun-tahun mengintip website Jetstar untuk mendapatkan tiket sale ke NZ, barulah pada bulan Mei 2010 lalu kami berhasil mendapatkan tiket sale pesawat Perth-Christchurch yang harganya sama dengan Perth-Sydney pp untuk dua orang. Begitulah, cerita petualangan kami ke New Zealand berawal.

Begitu tiket sudah mantap di tangan, segudang rencana menjelang keberangkatan tentunya harus disiapkan. Mulai dari memperbarui paspor bagi hubby, menukar stiker visa Australia, menulis draft awal thesis dan berbagai paper, persiapan konferensi serta ngebut mengerjakan eksperimen sudah masuk kalender kerja. Intinya, pada tanggal 8-16 November 2010, kami berlibur tanpa perlu pusing mengejar deadline thesis atau eksperimen. Belum pernah dalam hidupku begitu sibuk untuk menyelesaikan target demi berlibur. Tetapi memberi reward pada diri sendiri memang menyenangkan, karena lebih bersemangat dan gembira dalam proses penyelesaian riset.

Soal visa sempat menjadi ganjalan, karena aku sempat tidak mengecek kembali dokumen yang diminta. Tadinya aku sudah menyiapkan pas foto, bank statement (minimal $1000NZD per orang), sistem pembayaran, tiket pp Perth-Christchurch, tak tahunya masih harus mengumpulkan surat keterangan dari universitas bahwa kami terdaftar sebagai mahasiswa aktif. Alhamdulillah, supervisorku yang baik hati bersedia mengeluarkan surat resmi untuk kami berdua dengan kop Curtin. Padahal jika minta dibuatkan di Student Central, maka biayanya sekitar $25AUD per orang. Dengan tergesa-gesa, kami mengirimkan berkas menggunakan amplop kilat khusus bernomor yang bisa dilacak keberadaannya melalui website Post Australia. Sedikit kericuhan sempat terjadi, karena Immig NZ mengganti persyaratan yang membuatku langsung panik. Dalam peraturan terbarunya, biopage paspor ternyata harus dilegalisir. Persyaratan itu keluar beberapa hari sebelum aku mengirim berkas dan baru kusadari saat berkas ada di kantor Immigration, Sydney. Syukurlah, setelah mengontak sendiri dengan email perihal aplikasi visa kami, tampaknya tidak ada masalah karena saat itu paspor telah dikirim kembali ke Perth. Lesson learned: keep updating info di saat-saat terakhir mengirimkan aplikasi!

Cukup rumit juga menentukan kota dan obyek mana yang harus dikunjungi. Tujuh hari di NZ, kalau hanya di Christchurch, pastilah kurang seru. Aku teringat Dunedin, salah satu tempat must visit di South Island, karena ada University of Otago. Tempat lain yang dianjurkan teman adalah Fox Glacier, Lake Tekapo, Queenstown, dan Milford Sound. Sementara itu papaku turut menyumbang saran ke Blenheim dan Wellington. Bahkan kami berpikir akan ke Auckland naik kereta sekalian. Setelah berpikir keras, hubby memutuskan ingin keliling sebagian South Island, dimulai dari Christchurch, ke West Coast, turun ke Selatan hingga Dunedin dan pulang sambil menjenguk Lake Tekapo yang terkenal itu. Untuk mengelilingi pulau selama lima hari, kami memilih menyewa mobil dan menginap di berbagai penginapan, daripada menyewa motorhome atau campervan. Waktu berlibur yang singkat, ditambah harus cepat memulihkan diri untuk melanjutkan acara menulis/nge lab membuat kami menjatuhkan pilihan menyewa kendaraan ekonomis yang bisa disetir bergantian dan tinggal di penginapan nyaman saja.

Acara siap-siap juga tak kalah menyita waktu kami berdua. Selain membawa dua koper, satu tas jinjing, tiap orang masih membawa ransel kecil masing-masing. Semuanya bolak-balik dikeluarkan dan dimasukkan. Bulan November ini masih musim semi di NZ. Berdasarkan ramalan cuaca di website selama kami berpetualang di sana, tampaknya akan terjadi hujan dan cuaca serba mendung. Aku ingat NZ dengan gunung bersalju tentulah dingin walau suhu berkisar 15-25 derajat Celcius. Belum lagi menginap di backpacker lodge yang harus menyewa seprai, membuat aku berpikir, siapa tahu tidak disediakan selimut dan kita tidak bisa tidur karena kedinginan. Akhirnya dua selimut flannel kecil, long john dua pasang, berpasang-pasang kaus kaki dimasukkan ke dalam koper. Tak hanya itu, perlengkapan memasak dan makan seperti piring plastik, sendok, pisau, garpu, frying pan kecil memenuhi koper. Akupun masih memasukkan sedikit bahan makanan seperti bumbu pecel, dua bungkus indomie, satu botol cabe udang dan sebotol nutella coklat ke sana. Tiap orang mesti membawa sepatu olah raga, karena tampaknya acara naik-turun tebing barangkali menjadi sebuah kejutan saat mengamati pemandangan.

Hal yang paling, paling, paling penting bagi kami berdua adalah kamera. Apalagi baru-baru ini kami gandrung sekali memotret saat pusing dengan riset. Tiap orang membawa kamera lengkap dengan baterai dan kartu ekstra (4GB) serta chargernya. Netbook kecilku juga dipak untuk menyimpan file foto-foto sepanjang perjalanan. Untuk membawa kamera dan netbook saja, tas ransel hubby sudah penuh. Maklum, dua orang mahasiswa postgrad mau berlibur, ya oleh-olehnya kan hanya cerita dan foto segudang.

Akhirnya, beberapa hari sebelum berangkat, barulah kami cukup lega. Hubby menyiapkan itinerary, peta, rute yang ditempuh serta mengumpulkan info tempat-tempat menarik sepanjang perjalanan. Bergantian kami membaca thread di internet mengenai suatu obyek turis, penginapan atau rental mobil. Kami memilih dan memesan berbagai tipe penginapan, dari backpacker lodge, holiday park, motel dan farm house. Kerjaan begini tidak mudah loh, ada saja pihak yang tidak mau kompromi (baca: diri sendiri, maksudnya). Karena pemesanan dilakukan secara online, semuanya bisa diselesaikan dalam waktu sangat singkat diantara kesibukan kerja dan menyelesaikan thesis. Tanpa bantuan internet, tidak mungkin biaya liburan bisa ditekan. Intinya, rajin baca thread, lihat google map, bandingkan melalui website pemesanan dan siapkan uang secukupnya di kartu kredit. Persiapan liburan tentu saja akan semakin lancar.

Perth,

Monday, November 22, 2010

Kartini pun giat belajar bahasa asing


Saat ini aku sedang membaca biografi Kartini yang kutemukan di perpustakaan Curtin. Hebat de, perpusnya, punya koleksi buku-buku kuno dalam bahasa Indonesia yang sudah menguning halamannya. Kembali ke buku biografi tadi, ternyata bukunya sangat bagus dan membuatku semakin bersemangat mencapai cita-cita, biar sama seperti ndoro Ajeng, ibu Kartini.

Semangat Kartini untuk mengubah nasibnya memang luar biasa. Menolak dipingit, membantu kaum pengrajin lokal, mengkritik pemerintah Belanda hingga mengusahakan para wanita mendapatkan pendidikan adalah hal-hal besar yang tak terbayangkan dilakukan oleh seorang putri Bupati pada tahun 1900-an. Mencoba keluar dari tradisi dan kebudayaan yang berlaku untuk memajukan lingkungan sekitarnya tanpa kuatir celaan orang, benar-benar sikap sangat mengagumkan seorang putri dari Japara itu. Jika Kartini ada hari ini, beliau pasti akan tersenyum bahagia, karena usahanya untuk membebaskan wanita dari balik tempurung telah lama terwujud. Para wanita bebas belajar, berdagang, menentukan nasib sendiri tak dikekang oleh budaya dan boleh membantu orang di sekelilingnya untuk maju pula.

Satu hal yang mengejutkan diriku, adalah keinginan Kartini untuk menguasai bahasa Belanda dengan baik. Ia berpendapat bahwa bahasa Belanda menjadi sumber pengetahuan dari luar yang dapat memuaskan rasa ingin tahu dan meningkatkan daya analisis untuk mencari jalan keluar permasalahan bangsa. Selain untuk membaca, ia juga sering mempraktekkan kemampuan berbicara dalam bahasa tersebut kepada rekan-rekan ayahnya dari Belanda. Tidak hanya itu, Kartini juga rajin menulis dalam bahasa Belanda untuk memperkenalkan budaya Jawa, kebiasaan masyarakat Jawa. Sebuah tulisannya mengenai cara membatik malah digunakan dalam sebuah buku tentang batik dalam bahasa Belanda. Orang yang membaca sangat kagum, ketika mengetahui bahwa penulisnya adalah seorang putri Jawa yang mengetahui seluk-beluk membatik dan dapat menuliskan proses tersebut dengan fasihnya dalam bahasa Belanda. Pada masa itu, baik rakyat maupun bangsa Belanda terpesona dengan kecerdasan dan kemahiran Kartini yang memiliki penampilan sangat khas putri Jawa tetapi mampu melahirkan karya-karya bermutu di media massa.

Selain rajin membaca buku dan majalah sehari-hari, Kartini juga rajin menulis. Tiap hari ia duduk berjam-jam menulis tanpa kenal lelah. Sehelai tikar disediakan di samping meja yang disinari oleh lampu teplok, sehingga bila Kartini lelah menulis ia bisa istirahat sebentar. Tak henti-hentinya ia menyalurkan ide-idenya melalui surat, tulisan di majalah atau koran. Karena, Kartini mengetahui bahwa dengan menulis, ia dapat memperjuangkan cita-cita besarnya selama ini. Ia belajar, menganalisis, mengkritik, berbagi keresahan dengan teman-teman penanya melalui tulisan. Orang jadi mengetahui, terbiasa dan terinspirasi oleh pemikiran Kartini sehingga lambat-laun akan membantu perjuangannya secara tidak langsung.

Aku betul-betul terharu melihat kekuatan hati Kartini dalam berjuang. Bukan main kukuh dirinya dalam memperjuangkan hal yang diyakininya. Baiklah ibu, aku akan belajar bahasa Inggris tulisan ini sebaik-baiknya. Aku ingin seperti ibu...

Perth,
Sedang merasa terinspirasi oleh Kartini.

Thursday, November 18, 2010

Curhat ke orang lain, tak selalu penting


“Kalau tidak ke kamu, ke siapa lagi aku mau curhat?” tulis seorang sahabatku di layar YM suatu siang. Mataku terbelalak, kayaknya saat ini kurang tepat, karena aku sedang mengantuk berat, mana harus terus menyelesaikan target menulisku. “Tentang apa?” tanyaku penuh harap itu bukan hal yang berat untuk didengarkan. “Ih, ganggu ya, ya udah kalo gitu, aku cabut dulu aja ah,” katanya ngambek, mengambil langkah seribu (baca: offline).

Hari-hari penuh curhat saja, pernah suatu kali aku berpikir. Kenapa tiap ada masalah sedikit, harus cepat-cepat dibagi dengan orang lain ya? Main telpon teman, orang tua, saudara, bahkan kalau tak ada orang, bisa-bisa isi wall FB atau kambing di luar sana diajakin curhat. Tidak kenal waktu dan ruang, yang penting isi hati bisa terluahkan tanpa memikirkan dampaknya pada diri sendiri di masa depan atau ke orang lain. Kadang-kadang hal itu bisa berakibat positif, apalagi kalau orang yang dicurhati pandai memberi saran dan pendapat. Tetapi kalau orang tempat curahan hati tersebut malah orang yang salah, misalnya ‘musuh dalam selimut’, jangan-jangan bukannya lega, tapi malah kuatir orang tersebut membeberkan rahasia kita tadi.

Berbagi emosi melalui curhat perlu selektif juga lho. Kadang-kadang tidak perlu semua hal diceritakan ke orang lain, apalagi kalau itu menyangkut aib dan hal-hal kurang positif yang pernah kita kerjakan. Walaupun orang lain terlihat sangat aktif memberikan dukungan, sebenarnya dalam hati mereka kadang merasa antusias mendengar bahwa kita ternyata punya ‘kelemahan’ yang tak tampak juga. Apalagi kalau hal itu begitu menggugah hati orang tersebut, tanpa sadar kadang mereka membagi informasi ke orang lain, sehingga tak jarang kita terkejut karena menjadi bahan tertawaaan mereka.

Berhubung tidak semua hal yang sensitif dapat dibagi dengan orang lain karena sifatnya yang sangat pribadi. Beberapa orang sangat pintar mencari solusi, sehingga curhat tidak selalu menjadi alternatif penyelesaian masalah. Mengingat bahwa tiap masalah ada jalan keluar, maka bahwa lambat-laun akan terkuak juga sebuah kebenaran atau solusi permasalahan. Kadang-kadang malah belum sempat dibicarakan ke orang, sudah terpikir jalan keluarnya. Tanpa perlu diceritakan ke orang lainpun atau diapa-apakan, kadang sebuah masalah ternyata selesai sendiri. Apalagi saat curhat, bukan tidak mungkin reaksi orang terhadap masalah tadi menambah runyam dan membelokkan pemikiran kita ke hal-hal lain yang tidak signifikan. Selain masalah jadi berkembang tak tentu arah, kitapun sudah tidak dapat mengontrol penyelesaiannya tadi.

Saat curhat, sebaiknya gunakan etika dalam curhat. Jangan main datang ingin curhat saja membuat rencana orang lain terganggu. Buatlah semacam janjian untuk bicara, misalnya di kafe, telpon atau sambil jalan-jalan di suatu tempat. Saat berbicara, beritahukan sedikit latar belakang masalah, perasaan kita terhadap masalah itu dan apa yang benar-benar menjadi pokok masalah. Buat masalah itu menjadi lebih efisien.

Nah, kalau orang yang dicurhati memberi saran, dengarkan baik-baik. Kan terserah apakah mau diikuti atau tidak, apalagi kalau kita kira pandangan mereka benar-benar berbeda dari asumsi awal kita tadi. Tunggu hingga orang yang dicurhati selesai memberi saran, baru lanjutkan pembicaraan. Kadang-kadang sikap orang yang sedang curhat sering mengesalkan, karena sebenarnya hanya ingin curhat dan tidak minta tanggapan. Selain tidak memberitahukan itu tujuannya, setelah orang mencoba memberikan tanggapan, mereka cenderung tidak menghargai saran tersebut dengan mendengarkan dahulu. Nah, jika sampai ada lima orang yang kita curhati tapi hati kita tidak puas juga, kira-kira siapa yang tidak pandai mengambil hikmah atau hanya ingin menghabiskan waktu orang lain? Setelah selesai, jika setuju maupun tidak setuju, just ucapkan terima kasih untuk sarannya, dan semua bisa pulang dengan hati tenang.

Tetapi jika masalah tersebut terasa sangat berat dan tidak dapat diselesaikan dengan baik, daripada mengulang-ulang pembicaraan tersebut dengan orang lain, ada baiknya mulai membuat janji dengan psikolog. Jangan alergi dengan psikolog, karena mereka sebenarnya selain mendengarkan, juga membantu kita untuk mengubah sudut pandang terhadap sebuah permasalahan. Apabila peran psikolog dapat meringankan beban kita dan meningkatkan produktivitas kita lagi, maka itu lebih baik kan, daripada curhat sana-sini tak bertepi?

Be selective dan pikirkan apakah itu bisa diselesaikan sendiri sebelum dicurahkan ke orang lain.

Perth,

Saturday, November 13, 2010

Saat tsunami dan volcano terjadi


TSUNAMI

Penyelamatan Diri Saat Terjadi Tsunami


Sebesar apapun bahaya tsunami, gelombang ini tidak datang setiap saat. Janganlah ancaman bencana alam ini mengurangi kenyamanan menikmati pantai dan lautan.

Namun jika berada di sekitar pantai, terasa ada guncangan gempa bumi, air laut dekat pantai surut secara tiba-tiba sehingga dasar laut terlihat, segeralah lari menuju ke tempat yang tinggi (perbukitan atau bangunan tinggi) sambil memberitahukan teman-teman yang lain.

Jika sedang berada di dalam perahu atau kapal di tengah laut serta mendengar berita dari pantai telah terjadi tsunami, jangan mendekat ke pantai. Arahkan perahu ke laut. Jika gelombang pertama telah datang dan surut kembali, jangan segera turun ke daerah yang rendah. Biasanya gelombang berikutnya akan menerjang. Jika gelombang telah benar-benar mereda, lakukan pertolongan pertama pada korban.


VOLCANO

Persiapan Dalam Menghadapi Letusan Gunung Berapi
  • Mengenali daerah setempat dalam menentukan tempat yang aman untuk mengungsi.
  • Membuat perencanaan penanganan bencana.
  • Mempersiapkan pengungsian jika diperlukan.
  • Mempersiapkan kebutuhan dasar

Jika Terjadi Letusan Gunung Berapi

  • Hindari daerah rawan bencana seperti lereng gunung, lembah dan daerah aliran lahar.
  • Ditempat terbuka, lindungi diri dari abu letusan dan awan panas. Persiapkan diri untuk kemungkinan bencana susulan.
  • Kenakan pakaian yang bisa melindungi tubuh seperti: baju lengan panjang, celana panjang, topi dan lainnya.
  • Jangan memakai lensa kontak.
  • Pakai masker atau kain untuk menutupi mulut dan hidung
  • Saat turunnya awan panas usahakan untuk menutup wajah dengan kedua belah tangan.

Setelah Terjadi Letusan Gunung Berapi

  • Jauhi wilayah yang terkena hujan abu
  • Bersihkan atap dari timbunan abu. Karena beratnya, bisa merusak atau meruntuhkan atap bangunan.
  • Hindari mengendarai mobil di daerah yang terkena hujan abu sebab bisa merusak mesin
Perth,
Tulisan di atas aku copas dari situs bpnb. Mudah-mudahan dapat membantu kita mengetahui apa yang harus dilakukan saat terjadi bencana tsunami dan volcano.

Tuesday, November 9, 2010

Berbagi informasi cara menghadapi bencana


Perth, Maret 2010, saat itu aku baru saja menyelesaikan eksperimen di Murdoch Uni, Murdoch drive yang berjarak 10km dari kampus Curtin. Aku tahu bahwa thunderstorm akan terjadi sore ini, dan kulihat langit menghitam di arah barat kota. Setengah kuatir, aku memulai perjalanan menuju kampus Curtin, menyusuri Kwinana Freeway, and masuk ke Leach Highway. Hujan turun perlahan, tapi tiba-tiba, ting... ting... ting..., kupikir kerikil terlempar dari mobil pengangkut material di sampingku. Akupun mencari-cari sebabnya, tetapi ternyata setelah itu hujan es besar-besar turun di jalan menimbulkan suara-suara keras di antara suara kendaraan. Rupanya badai telah dimulai, karena tiba-tiba hujan lebat dan angin kencang menyambutku setelah hujan es sebesar kerikil 7mm.

Aku panik, tetapi terus menyetir perlahan. Hujan lebat menyambutku dan tiupan angin super kencang menyebabkan aku memilih lajur tengah daripada berhenti di pinggir jalan. Aku ketakutan melihat dahan-dahan pohon dan pohon-pohon berjatuhan di lajur paling kiri jalan. Tidak mungkin rasanya aku minggir, kecuali masuk ke perumahan. Tetapi aku memutuskan pulang ke Curtin untuk menjemput hubby dan pulang ke rumah secepatnya. Sesampainya di Curtin, badai lebih besar terjadi. Lima kali petir menyambar berturut-turut, angin puyuh bertiup kencang, hujan deras mendera, menyebabkan aku tidak bisa keluar mobil. Dari kaca jendela aku melihat jalan di kampus menjadi genangan air, mobil-mobil berebut keluar kampus, pohon-pohon bergoyang keras dan aku tak henti-hentinya istighfar terpaku. Betapa dahsyatnya thunderstorm, dan aku tidak tahu apapun yang harus dilakukan untuk menghadapinya.

Innalillahi wa inna ilaihi ra’jiun, kita terus mengucapkan kalimat itu, saat melihat dan mengikuti perkembangan terjadinya bencana di Negara kita saat ini. Belum selesai banjir bandang di Papua, tsunami melanda Mentawai, dan kini gunung Merapi tak henti-hentinya berproses memuntahkan lahar, awan panas dan lava ke bumi. Walaupun sudah beratus-ratus orang menjadi korban bencana di Negara kita saat ini, mudah-mudahan Allah melindungi bangsa kita agar tidak lebih banyak korban jatuh. Untuk itu, selain bertobat, mengambil pelajaran, mendoakan korban dan membantu dengan harta, salah satu cara efektif adalah menyebarkan informasi mengenai cara menghadapi bencana kepada masyarakat.

Belajar dari pengalaman di atas, aku mulai mencari informasi mengenai bencana-bencana yang umumnya biasa kita hadapi di suatu tempat. Gempa, banjir bandang, tanah longsor, kebakaran hutan, tsunami, dan sekarang volcano merupakan jenis-jenis bencana yang kerap terjadi di Negara kita. Untuk itu selain kita perlu aktif mencari informasi cara menghadapi bencana tersebut, sebaiknya kita juga mau aktif mensosialisasikan informasi tadi kepada masyarakat. Di Negara-negara maju yang sering terkena bencana alam, mereka telah memasukkan kurikulum cara menghadapi bencana di sekolah-sekolah. Dalam kehidupan sehari-haripun di Australia, anak-anak sering mendapatkan penghargaan karena telah menyelamatkan nyawa orang tua dan saudara mereka dengan menelpon triple O (000) atau memberikan bantuan PCR. Keterlibatan anak-anak dalam menghadapi bencana memang sangat membantu sekali karena biasanya yang paling panik saat bencana terjadi adalah orang-orang tuanya.

Kita dapat secara kreatif membantu menyebarkan informasi dengan mengacu pada website BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana, baca bagian Bencana) serta membandingkan dengan info dari website FEMA (Federal Emergency Managemen Agency, USA).

http://www.bnpb.go.id/

www.fema.gov

Paling tidak kita bisa menuliskan kegiatan apa yang harus dilakukan sebelum, saat dan setelah bencana terjadi dengan ringkas di blog, FB, Twitter atau SMS kepada orang-orang. Minimal mereka mengetahui apa yang harus disiapkan dan dilakukan daripada kebingungan tidak mengerti dan ikut-ikutan gerombolan orang panik. Mudah-mudahan dapat membantu walaupun hanya 1-2 orang. Insya Allah.

Perth,

Semoga Allah melindungi saudara-saudaraku di Indonesia dari musibah dan bencana lain. Amin.

Foto, courtesy of google.

Friday, November 5, 2010

Social Etiquettes


Sudah lazim di zaman sekarang banyak orang lupa etika sosial di tempat umum. Jangan-jangan malah tidak mengetahuinya sama sekali, karena tidak diberitahu, tidak ingin tahu atau malas mencari tahu. Sebagai bagian dari kaum muslimin & muslimat, sudah sepantasnya kita belajar mengenai etika sosial dalam Islam guna menuntun perbaikan kepribadian kita. Hal-hal berikut ini disarikan dari buku Manners & Etiquettes (Muntakhab Hilyatul Muttaqin) karya Allama Majlisi Kabir, Islamic Seminary Publications, 1985.

a) Jika kita memilih duduk di tempat-tempat yang posisinya di bawah kehormatan dan jabatan kita di dunia, maka hal itu lebih baik karena melambangkan kerendahan hati.

b) Jika orang yang berilmu lebih tinggi dari kita hadir di majelis bersama kita, kita sebaiknya tidak duduk di tempat yang lebih superior darinya. Kita harus mendengarkan baik-baik apa yang mereka katakan. Jangan berbicara hal tidak penting dan kita tidak perlu mengatakan hal-hal yang tidak kita ketahui dengan baik.

c) Jika kita diundang dalam sebuah majelis/pesta, duduklah di tempat yang telah disediakan oleh tuan rumah.

d) Jika ada orang yang berkunjung ke rumah kita, datanglah menyambutnya dan mengantarnya saat ia datang dan meninggalkan rumah kita.

e) Tidak dianjurkan untuk berdiri untuk menyalami seseorang, kecuali orang yang dihormati karena keimanannya, misalnya dalam hal pengetahuan, moral dan kebaikan.

f) Pilihlah teman yang selalu mengingatkan kita akan Allah, menyampaikan pengetahuan agama pada kita, mendorong kita untuk bekerja keras menghadapi hari Kiamat dan menginginkan kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat.

g) Ada empat hal yang dikerjakan tapi tidak akan menuai hasil:

a. Mencintai seseorang yang tidak membalas cinta kita

b. Menghormati seseorang yang tidak menerima penghormatan kita

c. Menyampaikan pengetahuan pada orang yang tidak mau mendengarkannya

d. Mempercayakan rahasia kita pada seseorang yang tidak dapat menjaganya.

h) Imam Ja’far Sadiq menyatakan teman terbaiknya adalah orang yang mau memberitahukan kesalahan-kesalahan dirinya.

i) Jika temanmu tidak memberikan keuntungan apa-apa dalam hal agama dan iman, maka janganlah menaruh perhatian padanya dan tidak perlu meminta-minta menjadi temannya.

j) Menyampaikan lelucon ringan sangat dianjurkan karena menandakan kesehatan jiwa dan membahagiakan sesama saudara seiman.

k) Seseorang jangan terlalu banyak bergurau karena akan menurunkan kehormatan dan menghancurkan harkat diri.

l) Jangan mengatakan sesuatu antara dua orang muslim bersaudara yang dapat menimbulkan perasaan benci, karena itu seperti mencakar di wajah seseorang.

m) Kita perlu menjaga persahabatan dengan orang-orang yang berhubungan dengan kita.

n) Jika kita menyukai teman seiman, maka kita mesti mengenal keluarganya, suku dan kerabatnya. Hal ini adalah kewajiban penting sehubungan dengan persahabatan dan persaudaraan.

o) Jangan ceritakan aib dan rahasia kita maupun teman-teman kita ke orang lain, karena hal ini menyebabkan hilangnya rasa malu.

p) Jangan cekcok mulut dengan orang, karena akan menghancurkan rasa adil dan menghilangkan rasa empati pada orang lain.

q) Imam Ja’far Sadiq, menyatakan bahwa ada tiga hal yang baik untuk dunia dan kemudian hari:

a. Memaafkan orang yang telah berlaku kejam kepada kita

b. Menjalin hubungan dengan orang yang ingin memutuskan persahabatan dengan kita

c. Bersabar dan toleran terhadap orang yang kasar pada kita

r) Belajarlah mengontrol rasa marah, karena mengontrol marah merupakan cara kita menghormati dunia dan hari kemudian.

s) Saat seseorang berkonsultasi kepada kita, kita harus mengatakan apa yang baik untuknya. Hal ini dibenci jika kita mengatakan apa yang baik untuk saudara kita tapi kita tidak mengatakannya.

t) Seseorang tempat kita berkonsultasi hendaklah bijaksana, menjalankan agama dan merupakan saudara atau teman kita. Kita harus menjelaskan dengan jujur semua permasalahan sehingga ia paham dan dapat memberikan solusi terbaik. Jangan tolak solusi tersebut. Jika ia memilihkan sebuah solusi yang baik dan kita tidak menjalankannya, maka akan menimbulkan rasa tidak senang di hati saudara.

u) Kebaikan dan menjaga persaudaraan antara saudara seiman adalah saat mereka saling mengunjungi rumah mereka dan saat mereka melakukan perjalanan, mereka akan saling memberi kabar.

v) Membalas surat adalah sebuah kewajiban.

May Allah bless you~

Perth,

Yours in Islam.

Monday, November 1, 2010

to do list


Aku begitu tergila-gila dengan ‘to do list’. Aku selalu menulis shopping list setiap minggu, to do list setiap hari, weekly list tiap minggu, travel list, cita-cita list, pernah menyusun 50 things to do before I die, hingga list isi makanan dalam laci dan freezer yang belum sempat dimakan. Semua list itu ada di sana-sini, mengingatkanku pada pekerjaan-pekerjaan yang harus kulakukan dan sudah pasti, yang tidak sempat kulakukan. Hehe.

Bagi orang yang pernah mengenalku, mereka bisa bereaksi macam-macam melihat list tersebut. Contohnya my hubby, dulu masih calon, sempet-sempetnya takjub melihat ‘to do list’ milikku, karena ia sendiri tak biasa menggunakannya. Ada lagi teman seperjuangan yang sempat skeptis melihat ‘to do list’ tersebut, sampai menilai hal itu buang-buang waktu saja. Tidak banyak yang kagum dengan list panjang berwarna-warni atau berbunga-bunga tersebut. Beberapa orang sampai tidak percaya aku menulis buku ‘to do list’ harian yang sudah mencapai tiga buah selama masa studiku ini. Semuanya penuh dengan list-list pekerjaan yang harus dilakukan setiap hari. Syukurlah aku tidak mencantumkan waktu kerja sedetil mungkin untuk menjalankan list itu pula. Bisa-bisa aku dicap kelewat kaku soal waktu.

Apapun kata orang, aku tetap berlalu. Toh, ‘to do list’ itu sangat banyak membantuku menjalankan tugas dengan lebih efektif dan efisien. Disamping ‘to do list’ untuk pekerjaan sehari-hari, aku juga sering membuat list beragam persoalan yang memerlukan solusi sistematik, seperti mengeluarkan diriku dari kekacauan akibat salah perencanaan, cara menghadapi teman menyebalkan, langkah-langkah penulisan artikel ilmiah, sampai daftar kegiatan yang ingin kulakukan kalau aku lulus nanti. Semua itu betul-betul membantuku mengeluarkan berbagai isi pikiran yang melompat-lompat dari kepalaku. Tiap list kadang tersebar di berbagai buku, ketikan komputer, catatan harian, bahkan scrap paper di library. Soalnya aku sering dapat ide membuat list saat kerja sih, jadi scrap paper yang semula berisi urutan pekerjaan dan nomor buku untuk shelf checking, diselingi berbagai list yang ingin kulakukan setelah pekerjaanku selesai nanti.

Menurut Sasha Cagen, penulis buku ‘to-do list, from buying milk to finding a soul mate, what our lists reveal about us’, sebuah list itu tidak hanya berguna sebagai alat untuk bertindak, tetapi juga merefleksikan isi pikiran maupun membantu kita membuat sebuah keputusan. Buku Sasha menampilkan berbagai list yang dapat dikelompokkan menjadi list kehidupan sehari-hari, resolusi tahun baru, pekerjaan impian, soul mate, hubungan, kesehatan, keluarga dan teman, hingga kebahagiaan dan ketidaksukaan. Tiap list dikumpulkan Sasha dari orang-orang yang mau berkontribusi dan dianalisis sesuai dengan isi daftar tersebut. Untuk lengkapnya soal buku Sasha dan kegiatannya tentang ‘to do list’, silakan ke website berikut http://todolistblog.blogspot.com/

Beberapa hal menarik berikut adalah hasil survey yang dilakukan Sasha melalui blognya:
a) Wanita lebih banyak membuat list. Sekitar 84% wanita mengatakan mereka seorang ‘a lister’, yang rajin membuat list apa saja. Mungkin karena kita hobi multitasking, atau karena kita merasa lebih nyaman dengan berbagai list, oleh karena itu kita membuat list
b) Ternyata 89% orang sangat suka membuat list untuk memudahkan mereka mengerjakan pekerjaan sehari-hari
c) Orang lebih banyak menghabiskan waktu untuk menyelesaikan isi list (77%) ketimbang menghabiskan waktu membuatnya (23%)
d) Heran juga kalau ada yang berpikir bahwa ‘to do list’ adalah alat untuk menunda (14%), karena lebih banyak orang mengatakan jika membuat list membantu mereka lebih produktif (86%)
e) Pada akhirnya, 96% mengatakan hidup mereka jauh lebih baik dengan ‘to do list’ karena mereka lebih teratur, tidak begitu stress bahkan lebih produktif.

No worry lah, teman, jika suka membuat list. Selain itu sifat alami kita sebagai wanita, juga benar-benar membantu menjernihkan isi pikiran yang kebanyakan keinginan, impian dan dambaan. Huah.

Perth,
Ntah kapan bisa bebas dari list-list ini...