Friday, November 30, 2012

Free Herb Garden


Free, is what a lovely thing to offer when you stay in one place.  

 When we stay in youth hostels, we are getting used to see several good practices by the management. They teach the visitors to support a green movement by limiting access for hot water, keeping a waste container in the kitchen for worm farm, and even, providing the herb garden.
 
When we stayed at Baywatch Manor YHA, Augusta, Western Australia, I saw a notice at the kitchen’s wall. It was such a great idea. 


 
Then I walked to the garden. It is a very small top-deck garden, but so green and full of so many types of herbs. Herbs like thyme, rosemary, celery, and coriander are heaps. They look fresh and grow well. They must be taste incredible.



I wish I could have such a beautiful small garden, too at home. Wouldn’t it be lovely to pick your own grown herbs and vegetables every day? I think I need to start planning now.

Pekanbaru,

Sunday, November 25, 2012

Water Ball


I am collecting water glass balls.


 

Started with my old London plastic water ball ten years ago, now I’ve been collecting over 12 balls from different countries. It is just interesting to see the miniature inside them, which represent local features and landmarks. When the ball is shaken, all glittering fragments are spreading over the ball to create a nice impression. 


It is not too expensive. You could get a 4cm diameter ball for around $6.00 in any local souvenir shops. It is quite risky to buy something bigger than that. It is not only difficult to put  a big size ball in a cabin luggage, but also cannot be placed on a hand luggage due to water restriction in a plane cabin. 

My favorite one is a ball from New Zealand. It has a little tiny sheep carries the NZ flag. The second favorite ball is from Puerto Rico, Caribbean. It came from a very far away place and my friend brought it as a souvenir for me. The third favorite, is the ball from New York City with heaps of skycrapers and small Liberty statue in it. 

I am waiting for more water balls from various places in the world. Will you send me one, please?

Pekanbaru,

Tuesday, November 13, 2012

Sometimes, we’d better not know it

-->
Kelimpungan dengan too much information, apalagi yang tidak menyenangkan? Aku punya resep menarik untuk mengatasi hal itu.

Abaikan!

Kadang-kadang ingin tahu semua hal memang sangat bagus. Tetapi kalau ingin tahu semuanya, lama-lama kok pusing juga. Apalagi kalau hal-hal tersebut bukanlah suatu pengetahuan yang membawa pada ketaatan pada Allah, ketenangan jiwa atau kecintaan pada manusia. 

Awalnya aku kerap mengomel atau menganalisis apa yang salah kalau menemukan sebuah kejanggalan. Biasa, dengan alasan untuk diambil hikmahnya atau dicari pelajarannya. Bahkan mungkin untuk ‘membuat diri heran’, hari gini kok masih begitu. Sesekali juga dengan sinis mengkritisi perbuatan kelewat batas yang tak dapat dinalar dengan akal dan perasaan orang normal.

Akan tetapi, mungkin sudah ‘nature’nya, sebuah informasi akan menyeret kita pada informasi lainnya. Persis dalam pemetaan. Info tersebut akan saling berkaitan dan membawa info baru kelanjutannya. Kelanjutannya itu yang sering membuat kita tidak rasional, malah seperti tim pencari fakta gossip atau paparazzi.

And then, aku give up.

Apalagi setelah banyak mendengar tapi tak berdaya untuk menghentikannya. Apalagi setelah informasi tersebut lebih banyak mengguncang jiwa dan tidak bermanfaat pada ketenangan jiwa. Berbuat sesuatu untuk mengingatkanpun dihadapkan pada sikap defensif orang yang bersangkutan. Jiwa yang tadinya segar, semangat dan penuh kesyukuran, perlahan-lahan gerah bak tumpukan jerami basah berasap. Tersekap asap karena tak dapat terbakar dengan sempurna.

Aku lalu belajar mengabaikannya.

Mengabaikan hal-hal yang di luar lingkup pekerjaan wajib, minat pribadi dan berhubungan dengan ketaatan pada Allah.

Setiap aku lalai dan ingin mencampuri atau mengatakan sesuatu, aku berkata dahulu dalam hati, “It’s not my business” atau “Sepertinya bukan urusanku”, etc.

Meski sering menemukan orang menyampaikan hal tersebut dan ingin menganalisanya denganku, kini aku belajar untuk menggeser perhatian mereka pada hal-hal lain. Kadang-kadang mereka juga perlu diingatkan akan urgensinya membicarakan masalah orang lain. Jangan sampai orang yang dibicarakan merasa sedih dan tidak dihormati saat kita mendiskusikan masalahnya tanpa seizin mereka.

Kedamaian hanya diperoleh dengan sikap selektif dalam memilih informasi dan mengabaikan hal-hal yang tidak signifikan untuk diurus.

Pekanbaru,

Wednesday, November 7, 2012

Close to ADT


Berminggu-minggu blog ini tak dapat diupdate. Aku mengalami overload dalam bekerja. Detailnya tidak perlu diceritakan. Tetapi kondisi ini sungguh terbalik dengan tahun lalu, saat aku masih bisa mengontrol pekerjaan dan waktunya. Aku tidak ingin kembali ke situasi ini lagi. Waktu dan energi harus bisa diatur supaya tidak membebani fisik dan emosi.

Ada sebuah norma tak tertulis di organisasi tempat kerjaku yang baru saja kuketahui.

‘Berikan pekerjaan pada orang yang sibuk, karena pasti selesai’.

Meski terdengar konyol, tetapi norma itu memang dilaksanakan.

Buktinya, semakin sibuk seseorang, malah ia yang terus-menerus kebanjiran tawaran mengelola, masuk tim pelaksana, pengawas atau penguji.

Pendeknya, situasinya yang super sibuk malah dijadikan jaminan mutu bahwa ia kredibel dan yang penting, bisa menyelesaikan pekerjaan.

“Apa karena ia selalu beredar?”

Secara visual, apa yang sering kelihatan dan berhasil baik, sangat terekomendasi. Dari sudut pandang itu, aku setuju. Dari sudut pandang lain, mereka lupa bahwa kepuasan kerja tidak melulu dari kuantitas hasil yang diperoleh, tetapi cepat atau lambat, bagi seorang pembelajar, kualitas perlu ditingkatkan.

Seorang pekerja yang memiliki beban kerja berlebih sangat rentan pada Attention Deficit Trait (ADT). Kelebihan beban kerja dan beban pikiran berlebihan dapat mengganggu kinerja, keteraturan, prioritas dan manajemen waktu. Orang-orang yang mengalami ADT akan sulit fokus, tidak sabar dan tidak tenang. Jadi tidak heran kalau kita sering menemukan atasan yang gampang panik, emosi dan punya pendapat tidak masuk akal. He/she might suffer ADT!

‘So, how to overcome this?’

Uniknya cara mengatasi ADT sangat sederhana. Pertama, kita harus sering berinteraksi dengan orang lain. Kumpul-kumpul dengan orang yang kita sukai, mendukung dan sangat menghibur emosi. Membiarkan mereka menceritakan kisah-kisah lucu atau memberikan dorongan empati dapat meningkatkan sisi humanis kita dengan cepat. ADTpun menguap dengan cepat.

Kedua, lakukan pekerjaan paling penting dan menguras otak pada saat kita merasa paling bersemangat. Jika otak terasa paling cepat prosesnya setelah bangun tidur, maka lakukan pekerjaan sulit tersebut. Saat lelah, istirahat lagi, dan lakukan kembali sewaktu kita merasa segar. Demikianlah berulang-ulang hingga pekerjaan tak terasa telah selesai. Meski cara ini memakan waktu yang lama, tetapi semua pekerjaan dapat diselesaikan satu-persatu dengan baik. 

Soal norma tak tertulis itu, aku belajar satu hal lagi. 

'Tidak selamanya orang yang selalu beredar dan menyelesaikan semua pekerjaan akan berakhir dengan baik.'

Dalam jangka panjang, mereka akan keletihan dan akhirnya menolak semua pekerjaan, atau bahkan keluar dari organisasi tersebut. Tentunya ini merupakan sebuah kerugian besar bagi kedua belah pihak.

Seorang atasan harus belajar untuk mengatasi ADT massal pada bawahan dengan berbagai cara. Selain menciptakan atmosfir positif dalam bekerja, atasan juga dapat mendelegasikan tugas sesuai dengan kualifikasi kognitif dan emosional bawahan. Seseorang yang suka menganalisis dengan komputer, jangan diberi tugas lapangan mewawancarai orang. Sedangkan orang yang luwes bergaul bisa dikirim untuk pertemuan atau negosiasi dengan klien.

Pekanbaru,
When I had to overcome my own ADT.
Source: Overload Circuits, HBR’s 10 Must Read.