Saturday, December 30, 2017

Memaknai Tema Tahunan dalam Karir Akademik

Catatan:
Beberapa post penting sempat hilang dari blog akademik yang rutin diisi. Oleh sebab itu semua post akan dipindah sesuai tanggal publish ke blog ini sebagai pertinggal agar selalu bisa diakses. 

Repost dari link berikut. 


Sejak tahun 2012, saya mulai merefleksikan mayoritas kegiatan-kegiatan dan pengembangan diri yang dilakukan pada tahun tersebut menjadi sebuah tema tahunan. Merujuk pada post sebelumnya di tahun 2016, ada beberapa tema tahunan, yakni:
Tahun 2012 = tahun data base (mengupdate, mengumpulkan, dan mereview data serta kinerja)
Tahun 2013 = tahun traveling (ke beberapa negara)
Tahun 2014 = tahun internationalization dan networking (highlight: Unilead Germany dan Alumni Reference Group Australia Awards in Indonesia)
Tahun 2015 = tahun creating content and sharing insight (belajar jadi narasumber, public lecture, conference)
Tahun 2016 = tahun community service (highlight: flipmas Batobo)
Pada tahun ini Allah mengundang saya mengasah skill-skill lain.
Tahun 2017 = tahun mentor, auditor, examiner and reviewer (internal Unri dan external Unri, ISO 9001:2015, Australia Global Alumni).
Tema tahun 2017 ini memiliki pesan amat mendalam selain amanah besar untuk memberikan pertimbangan atau rekomendasi tepat sasaran dan bermanfaat melalui evaluasi dan pertimbangan cermat mengenai kapabilitas seseorang. Menjadi seorang mentor, examiner dan reviewer juga berarti membantu orang lain agar dapat berkontribusi bagi perubahan dan pengembangan di berbagai bidang di Indonesia. Apa yang menjadi keputusan bersama akan dapat mengubah banyak hal dari diri dan orang di sekeliling pelamar sendiri.
Pelajarannya dari kegiatan ini adalah: be humble, treat everybody equal because they're potential candidates, speak from your heart, and share your knowledge on how to improve their abilities.
Tema tahun ini juga memerlukan networking, manajemen waktu terbaik, daya juang, daya tahan, semangat, integritas, ketajaman berpikir, bisa memberi feedback dengan fair, dan bersikap etis. Thinking outside the box, pengamatan dan mau keluar dari comfort zone. Banyak membaca, rajin diskusi dan mengikuti perkembangan terbaru di bidang ilmu. Harus berani masuk ke situasi-situasi yang tidak familiar lalu menghadapinya dengan profesional tanpa banyak mengeluh. Harus bisa juga membuat keputusan-keputusan kritis berdasarkan fakta, pengalaman dan jam terbang dan merekomendasikan sesuatu yang dampaknya besar dalam jangka panjang serta memiliki multiplier effect di masyarakat. Easy to say, but difficult to imply it.
Tanpa disadari lama-lama saya lebih lincah memberi feedback dan mampu memandang dari berbagai angle kepentingan untuk membuat keputusan.
Alhamdulillah. Moga tema kegiatan tahun berikutnya lebih seru lagi.

Friday, December 22, 2017

Belajar menjadi Auditor Internal ISO 9001:2015

Bulan ini saya mendapat pengalaman mengaudit kinerja sebuah lembaga di Universitas Riau. It’s a new experience, dan sejalan dengan professional development yang saya lakukan pada tahun ini.
Melalui pelatihan dari konsultan profesional di bidang ini, kami berlima dan semua staf diberi kesempatan memahami konsep ISO 9001:2015 pada Oktober 2017 lalu. Setelah itu kami melakukan praktek audit dan mulai mengaudit kinerja beberapa bidang di lembaga tersebut tiga bulan kemudian.
Definisi ISO 9001:2015 adalah akreditasi atau sertifikasi sistem manajemen mutu berorientasi pada kepuasan pelanggan. Sertifikasi diberikan sebagai jaminan bahwa sebuah perusahaan, instansi atau institusi sudah memberikan produk jasa bermutu.
Audit internal berguna untuk mempersiapkan audit eksternal dan menemukan ketidaksesuaian agar organisasi lebih rapi dan terarah. Untuk melaksanakan audit internal perlu mengetahui cara kerja dan kriteria keberhasilan sebuah prosedur.
Saya masih perlu meningkatkan keahlian melalui jam terbang tinggi agar bisa jadi auditor yang efisien, cekatan, sistematik, dan mandiri. Seingat saya, kami pernah belajar konsep audit vs akreditasi dalam training UNILEAD 2015. Audit sangat diperlukan untuk membantu efektivitas dan efisiensi sebuah sistem manajemen agar memenuhi standar mutu pelayanan.
Akhir tahun ini saya juga akan mengaudit diri sendiri agar sesuai dengan standar prosedur pekerjaan sebagai dosen, peneliti dan profesional. Moga layak juga dapat sertifikat ISO. Hihi.
Pekanbaru,

Thursday, November 30, 2017

Berpartisipasi dalam Alumni Professional Development Program (APDP)

Repost dari link berikut:

Program ini merupakan implementasi ‘Alumni Engagement Strategy’ oleh Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT) dan Australia Awards in Indonesia (AAI). Kegiatan dilaksanakan oleh Konsorsium universitas di Australia dan Indonesia yang dipimpin oleh Griffith University. Tujuannya untuk meningkatkan jumlah publikasi ilmiah dan mengembangkan networking antara alumni. Peserta yang mengikuti kegiatan dibagi menjadi dua, yakni mentor dan mentee. Kegiatan dilaksanakan dari Mei 2017-Januari 2018.
Motivasi saya mengikuti program ini sederhana saja, “to give back to my profession while building expertise”. Maknanya, saya ingin meningkatkan skill, mengupdate skill, dan membagi skill yang saya miliki dalam hal publikasi penelitian. Selain itu, saya ingin bertemu teman-teman alumni Australia atau alumni universitas negara lain di kegiatan-kegiatan Professional Development seperti ini.
Sebagai salah satu mentor APDP, saya mendapatkan pengalaman berikut:
a) Mentoring sistem menggunakan platform mentoring yang diorganize oleh Griffith University. Platform ini membantu saya berinteraksi dengan organizer, mentee, dan mentor lain. Interaksi dengan mentee dapat dicatat dan dievaluasi oleh organizer di Australia. Secara umum ada beberapa milestones yang perlu dilakukan: develop the rapport, goal setting, mentoring agreement discussion, mid-point assessment feedback exercise dan share your mentoring journey.
b) Update ilmu mengenai pola riset, kinerja riset, pembentukan policy melalui riset, komersialisasi riset. Output riset menjadi tidak terbatas lagi, meski selama ini hanya berupa publikasi ilmiah dalam prosiding dan jurnal. Riset yang berguna bisa dimanfaatkan dalam bentuk product dan public policy (kebijakan publik).
c) Proses mentoring yang challenging. Untuk bisa sukses menjadi mentor, maka harus punya banyak skill. Kita bukan dosen pembimbing yang pasif menanti mahasiswa bimbingan, tetapi kita adalah kolega sang mentee. Mentee bisa dianggap menjadi our young colleague di tempat kerja. Di awal bekerja, saya sudah cukup open-minded dan straightforward dengan sistem mentoring yang saya lakukan. Target saya membantu mereka untuk publikasi sampai selesai (meski program ini berakhir Januari 2018).
d) Teknik mentoring dengan metode blended, sebagian online dan face-to-face workshop. Seperti pada program DIES-DAAD UNILEAD yang pernah saya ikuti, teknik ini membantu menghemat biaya dan waktu karena dilakukan dengan kombinasi workshop dan interaksi online. Saat workshop, kami diberi materi oleh beberapa Profesor dari Australia dengan metode ceramah atau teleconference. Organizer kegiatan ini, yakni Anni dan Helen dan beberapa teman dari UI, UNJ dan Unhas benar-benar luar biasa dalam menjembatani perbedaan budaya dan culture shock yang dialami semua pihak.
e) Networking dengan teman-teman alumni Australia dan alumni negara lain. Kesempatan networking membantu kami saling berbagi informasi kegiatan Professional Development dari link lain atau negara lain, bahkan undangan lanjutan dalam kegiatan-kegiatan akademik di lingkungan universitas mereka. Kesempatan mengeratkan hubungan sesama Alumni Australia selalu saya nantikan, karena target saya setiap ada acara alumni, saya harus dapatkan minimal lima no WA atau kartu nama.
Mentee saya ada tiga orang, dari USU, UIN Sunan Ampel Surabaya dan Departemen Kelautan. Ketiganya alumni Australia dan memiliki bidang-bidang keahlian berbeda. Meski demikian saya tetap optimis kami bisa memenuhi kedua tujuan di atas yakni penulisan artikel ilmiah dan networking. Kami akan ketemu lagi (insya Allah) dalam International Conference Januari 2018 di Jakarta.
Pekanbaru,

Thursday, November 16, 2017

Catatan dari Workshop ‘Ayo Cepat Lulus’ Jurusan Teknik Sipil FT Universitas Riau

Repost dari link berikut: 
Sekitar 150 mahasiswa memadati ruangan di hotel MP dekat kampus Unri dalam acara workshop ‘Ayo Cepat Lulus’ yang ditaja Jurusan Teknik Sipil FT Universitas Riau. Kedua narasumber adalah psikolog Hj Aida Malikha MSi (Biru Konsultasi Psikologi Humanika), dan Dr Mirra Noor Milla (UI). Ditinjau dari judul dan sasaran kegiatan, maka dapat disimpulkan bahwa workshop ini merupakan salah satu usaha ‘human approach’ dalam mempercepat masa studi dan meningkatkan jumlah kelulusan mahasiswa Jurusan Teknik Sipil.
Ibu Hj Aida Malikha memberikan pengantar faktor-faktor yang menyebabkan masa studi lama, yakni malas, terlalu banyak berorganisasi, sibuk bekerja, terlalu banyak sosialisasi dan hambatan tugas akhir. Mahasiswa sendiri menambahkan bahwa lamanya masa studi karena mereka masih memiliki banyak nilai di bawah D, dosen killer, dan pelajaran yang susah. Solusi dari bu Aida adalah menguatkan motivasi, manajemen waktu dan membuat skala prioritas. Untuk meningkatkan motivasi, maka mahasiswa harus menghilangkan mitos-mitos seperti dari daerah belum tentu sukses, dosen killer selalu memberi nilai buruk, dan sebagainya. Mahasiswa harus ulet, ingin jadi role model, dan menyadari adanya keterbatasan waktu dan biaya untuk studi. Manajemen waktu yang baik, disiplin, tidak suka menunda, menyelesaikan apa yang sudah dimulai (teguran buat diri saya), dan rajin bimbingan tugas akhir agar selesai tepat waktu.
Soal skala prioritas, bu Mirra menambahkan bahwa prioritas dihubungkan dengan ‘goals’ atau tujuan. Fokus dengan prioritas membuat mahasiswa tidak mudah melalukan ‘upaya pengalihan’ saat menghadapi sesuatu yang penting tetapi tidak mereka sukai. Selain itu perlu belajar membuat rencana dengan konsep SMART (Specific, Measurable, Attainable, Realistic, Time Bound) sehingga semua target bisa diselesaikan dalam jangka waktu tertentu, bahkan lebih banyak dari perkiraan semula. Untuk menyelesaikan prioritas, mahasiswa harus banyak memiliki strategi maupun berusaha lebih banyak dengan memunculkan plan A, plan B, serta membuat rewarding time jika suatu tugas selesai agar tercipta ‘work-life balance’.
Catatan dari workshop ini adalah:
a) mitos-mitos tentang studi perlu dibuktikan, karena mitos belum tentu benar
b) buat skala prioritas menggunakan teknik SMART agar cepat lulus dan meminimalisir upaya pengalihan saat menunda-nunda sebuah pekerjaan penting
c) harus banyak strategi dan ikhtiar lebih panjang saat kondisi kurang kondusif
d) jadilah subyek yang mengendalikan keadaan, bukan obyek yang dikendalikan keadaan
e) Utamakan integritas dan values agama serta moral, bukan hanya usaha ilegal supaya mendapatkan nilai terbaik dan cepat lulus.
Sebagai moderator di sesi dosen dan mahasiswa, saya mewakili rekan sejawat sangat mensyukuri terlaksananya kegiatan ini agar perbaikan keadaan dapat dilakukan untuk membantu memperbaiki mindset mahasiswa dan mempercepat kelulusan di Jurusan Teknik Sipil beberapa waktu mendatang. Semoga perbaikan terus-menerus ini akan membuahkan hasil yang gemilang.
Pekanbaru, 16 November 2017

Monday, October 30, 2017

Sukses dengan Proposal Program Kreativitas Mahasiswa (PKM)

Repost dari link berikut:
Berkat mengikuti sosialisasi pelatihan mengenai Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) pada tahun 2016 dan 2017, maka diperoleh berbagai tips menarik agar proposal yang dibuat berhasil didanai oleh DIKTI.
Sejak kembali dari studi, saya tidak banyak membimbing program kreativitas mahasiswa karena sibuk bekerja di Kantor Urusan Internasional Universitas Riau. Padahal sebelum studi S3, para mahasiswa di kelompok Research Club yang didirikan pada tahun 2003 sempat berjaya dalam aneka lomba penelitian dan penulisan karya ilmiah di tingkat lokal maupun nasional. Sesaat sebelum studi S3 dimulai, kelompok kami mendapatkan kesempatan untuk maju ke PIMNAS (Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional) dengan judul penelitian “Pengaruh penambahan bubuk kaca dan fly ash terhadap sifat-sifat mortar”. Ketiga mahasiswa tersebut yakni Indra Kuswoyo, Munawir Sazali dan Hendra Gunawan berangkat ke Malang untuk berlaga di babak lanjutan.
Kembali ke zaman now, pada tahun 2016, satu kelompok mahasiswa bimbingan berhasil memenangkan PKMGT (Gagasan Tertulis) dengan judul “Pembangunan air shelter dalam rangka penanggulangan dampak bencana asap akibat kebakaran lahan gambut di Riau”. Disusul pada tahun 2017, dua kelompok mahasiswa yang mengikuti PKMP (Penelitian) dan PKMM (Pengabdian kepada Masyarakat) mendapat dana dari Belmawa Ristekdikti. Keberhasilan kedua kelompok ini membuat saya lega luar biasa, karena we’re on the right track. Luaran kegiatan PKMP dengan judul “BETGEL-RHA atau Beton Geopolimer Rice Husk Ash sebagai material konstruksi ramah lingkungan gambut” rencananya akan dipresentasikan di The 2nd International Conference on Science and Technology, 15-16 November 2017 di Pekanbaru. Sedangkan hasil kegiatan PKMM berupa buku kreatif dan sosialisasi pada anak-anak SD di Pekanbaru (judul proposal “Buku kreatif sebagai media edukasi pengenalan pelestarian gambut untuk anak usia sekolah”) akan diterbitkan di jurnal pengabdian masyarakat.
PKMM
Tujuan melaksanakan PKM, menurut Prof Sundani (beliau juga expert bidang Pengabdian Kepada Masyarakat Ristekdikti) adalah untuk memberikan tantangan intelektual, belajar menulis proposal ilmiah yang baik, memunculkan solusi dengan karakter kedaerahan dan memamerkan kekuatan intelektual institusi.
PKM perlu memiliki unsur unik, kreatif, bermanfaat dan taat aturan.  Tips untuk sukses menulis proposal PKM dapat disarikan sebagai berikut:
a) Permasalahan administratif diminimalkan, contohnya tidak ada jumlah halaman, jumlah halaman lebih dari 10, dan tidak ada tanda tangan pembimbing.
b) Karya dinilai memiliki kreativitas tinggi, ada kebaruan substansi, produk unik, tidak membawa tema-tema generik, menjawab permasalahan yang sedang populer di masyarakat, dan memiliki unsur kedaerahan.
c) Proposal tepat sasaran, misalnya PKMM untuk masyarakat non-produktif dan PKMT untuk masyarakat produktif. Keduanya membutuhkan surat persetujuan mitra. Tanpa surat tersebut maka proposal mendapat nilai rendah.
d) Rencana Anggaran Biaya (RAB) diestimasi sesuai dengan metode lalu kewajarannya dinilai. RAB tidak untuk honorarium, fotokopi atau membeli peralatan elektronik seperti laptop dan kamera.
e) Proposal dapat menjelaskan secara nalar, memiliki produk intelektual, dan dapat memperbaiki kualitas hidup masyarakat secara langsung/tidak langsung.
f) Kreativitas sesuai dengan anggaran, tidak perlu yang terlalu canggih, dan dapat dipertanggung jawabkan hasilnya.
Menulis proposal PKM cukup tricky, karena penulisnya belum pernah ikut kuliah Metodologi Penelitian atau training sejenisnya, tetapi dorongan dan bimbingan dari pembimbing sangat diperlukan.
Pekanbaru,

Tuesday, August 15, 2017

Tips menjadi Moderator Keynote Speaker (Pengalaman di GCEE, International Conference, UNM, Malang)

Repost dari blog akademik ini:

Berdasarkan hitung-hitungan saya sebelumnya, yang hobi ikutan konferensi dan jalan-jalan, pada tahun 2017 ini saya harus mengerem kesukaan hadir di konferensi karena harus fokus menulis di jurnal ilmiah. Sayangnya, event kumpul akademisi sama geng KORIGI tidak boleh dilewatkan meski sekali setahun kali. Sometimes, dengan mereka saya bisa jadi diri sendiri, saintis sejati, geopolymer researcher sungguhan. Haha.

Salah satu pengalaman mengikuti konferensi internasional tidak selalu menjadi peserta, bisa jadi panitia, reviewer dan moderator untuk sesi paralel atau sesi moderator.

GCEE dengan tiga keynote speaker dari Brunei, Jepang dan Indonesia.

Pada konferensi kali ini, GCEE, saya diundang menjadi moderator untuk key note speaker. Sungguh sebuah kehormatan dari teman-teman di Jurusan Teknik Sipil UNM. Pembicara yang diundang berasal dari Kumamoto University, ITB dan SEAMEO Voctech Brunei Darussalam. Monita sebagai keynote dari Universitas Riau dan KORIGI, akan berusaha dengan baik memandu acara paling pertama dalam sesi konferensi.


Sebelum berangkat ke Malang, saya diberi tips dan trik oleh Prof Brian dari University of Canberra, Australia, saat di Jakarta. Untuk menjadi seorang moderator key note speaker yang profesional saya harus melakukan beberapa cara seperti berikut:
  1. Mempersiapkan diri: mencari topik tiap key note, mempelajari CV online speaker, memahami tujuan konferensi, bahkan kalau perlu meminta bahan dari keynote kepada panitia untuk dipelajari di awal.
  2. Mempersiapkan script moderasi singkat (max. 2 halaman) untuk memandu sesi agar lebih selalu on the right track.
  3. Meminta semua keynote speaker untuk duduk bersama di meja sebelum memulai sesi dan memberikan briefing singkat mengenai apa yang moderator lakukan dalam sesi, serta batasan waktu pidato (biasanya 20-30 menit).
  4. Memulai sesi dengan sambutan singkat sambil mengingatkan tujuan konferensi di awal, lalu menerangkan pembagian sesi, yakni memperkenalkan speaker, sesi pidato keynote speaker, dan sesi Q&A.
  5. Membacakan CV speaker dengan singkat dan highlight mengenai pidatonya sambil memberi summary tentang apa yang dibicarakan dari sudut pandang moderator.
  6. Untuk sesi pidato, moderator diberikan waktu sesuai alokasi. Kita harus profesional dan keep the time. Jika perlu, kita interupsi pembicara sesekali untuk mengingatkan waktu dengan sopan dan penuh penyesalan. Pada konferensi ini saya berusaha sangat tepat waktu agar peserta dan panitia nyaman, sehingga sering menginterupsi pembicara dan mengingatkan pembicara berikutnya untuk tepat waktu.
  7. Pada sesi tanya-jawab, ada baiknya kita sudah planted (cari) penanya back-up dari grup kita untuk bertanya kepada salah satu keynote speaker. Hal ini sering dilakukan oleh moderator profesional agar suasana lebih hidup, dan memberikan kesempatan bagi tiap keynote speaker untuk memberikan pandangannya lebih dalam lagi melalui sesi pertanyaan.
  8. Akhiri sesi dengan membacakan summary dari pidato keynote yang telah kita baca sebelumnya atau didengarkan saat sesi. Saya belajar membuat pernyataan dari materi keynote sehari sebelumnya ketimbang memberikan summary random dan tidak relevan di akhir sesi, karena saya perlu mengontrol waktu dan suasana sesi ketimbang memikirkan take home message selama sesi berlangsung.
  9. Akhiri sesi dengan memberi apresiasi kepada universitas, panitia, peserta dan semua yang terlibat secara aktif dalam sesi key note yang menarik tersebut.
  10. Persilakan keynote speaker untuk berfoto bersama dengan pihak universitas, pejabat dan pihak lain yang sudah menunggu kesempatan.
  11. Be an enthusiastic moderator. It depends on you. You're the ruler. Give a good impression and take-home message to everyone from your moderation session.

Pengalaman dalam sesi keynote GCEE 2017 ini benar-benar pondasi supaya bisa moderator profesional dalam berbagai konferensi internasional mendatang. Di akhir acara, beberapa invited speaker memberi apresiasi karena saya berhasil menjalankan sesi dengan luwes, dan menjaga waktu moderasi sesuai jadwal. Ketepatan waktu ini juga sangat dihargai oleh seorang invited speaker dari UK. 

Saya sendiri sangat bersyukur karena bisa mengembangkan style sendiri tanpa perlu basa-basi agar semua berjalan dengan baik dan berkesan di hati peserta.

Saturday, March 4, 2017

Beberapa Alasan agar Mahasiswa Rajin Berprestasi


Biasanya mahasiswa sedikit menolak menggunakan waktu mereka untuk kegiatan di luar kuliah untuk mengejar prestasi. Prestasi di sini maksudnya aktif berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan akademik dan non-akademik dan mendapatkan penghargaan atas usahanya. Alasannya, tidak ada waktu, letih, maupun tidak merasa ada keuntungan langsung mengikuti kegiatan-kegiatan ekstra tersebut. Padahal  keuntungannya sangat banyak, terutama dalam persaingan di dunia kerja nanti. 

Bagi yang belum memahami mengapa anda harus rajin berprestasi selagi masih menjadi mahasiswa, ada beberapa alasan berikut yang perlu anda pertimbangkan:

a) Prestasi akan menambah list penghargaan dalam Curriculum Vitae anda. 
CV adalah resume data diri anda atau cerita hidup anda. CV menunjukkan deretan produktivitas dan penghargaan anda selama studi maupun bekerja. List prestasi anda bisa diletakkan di bagian 'Awards' yang akan memberikan nilai tambah sangat positif saat wawancara pekerjaan maupun beasiswa. 

b) Prestasi mengajar anda untuk berusaha keras tanpa mudah menyerah. 
Mengejar prestasi membutuhkan persiapan, keahlian dan kemauan. Untuk menjadi yang terbaik dari semua yang baik tentu akan ada persaingan di berbagai lini. Anda harus mau berusaha keras dalam tiap tahap persaingan dengan baik hingga layak menjadi mendapatkan kemenangan tersebut. 

c) Prestasi membantu anda menemukan potensi diri.
Sebetulnya anda tidak perlu hidup tanpa arahan dan tidak tahu harus ke mana. Tiap anda mendapatkan prestasi di sebuah bidang, anda akan semakin yakin sebenarnya itu adalah bakat anda. Berarti anda memiliki kemampuan di bidang tersebut. Maka perdalamlah keahlian anda dan jadikan prestasi tadi sebagai catatan potensi diri pribadi. 

d) Prestasi menunjukkan siapa diri anda. 
Prestasi merupakan akumulasi kerja keras dan doa. Bagi yang suka mengikut perlombaan atau kompetisi memahami poin ini dengan baik. Tiap orang yang rutin berprestasi akan dengan mudah mendapatkan prestasi-prestasi berikutnya karena sudah mengetahui nuts and bolts cara memenangkan sesuatu. Otomatis cara kerja yang sistematis, rapi, terukur dan hasilnya selalu melampaui harapan, akan menunjukkan jati diri anda di manapun anda berada. 

Pekanbaru,
saat menyemangati diri dan mahasiswa bimbingan...

Thursday, February 16, 2017

Countries that I've Visited



Berikut pertanyaan menarik dari mahasiswa:

Pertanyaan: "Bu, ibu sudah ke mana saja?"
Jawab: "Belum banyak sih, baru 17 negara, kalau transit di Hong Kong dan Sri Lanka dihitung."

P: "Waw, kebanyakan di Eropa, ya bu?"
J: "Tidak juga. Ibu baru berkunjung ke empat negara di Eropa, UK, Belanda, Jerman dan Perancis."

P: "Ibu sudah ke Paris?" *setengah memekik dengan mata berkilau
J: "Ho-oh. Destinasi favorit orang Indonesia. Menara Eiffel, kan?"

P: "Jadi kemana saja, bu..."
J: "Ga banyak. Negara Eropa tadi, trus Australia, New Zealand, Vietnam, China, Jepang, USA, Canada, UEA, Arab Saudi, nah, ga banyak, kan?"

P: "Kami satu aja belum, bu..." *sedikit kecewa
J: "Sabar, ibu juga baru-baru ini kok traveling. Waktu ibu S3, saya cukup intens bepergian, sebab Supervisor saya selalu berusaha memancing saya untuk menulis paper lebih banyak dan ikut konferensi. Kebanyakan gratis atau dibayari setengahnya, misalnya buat training dan jadi peserta conference. Ibu pernah diajak ke Jepang untuk meneruskan kerja sama sekaligus memberi public lecture."

P: "Negara mana, bu, paling berkesan bagi ibu?"
J: "Ada berbagai sudut pandang, jadi semua berkesan. Kalau ingin menikmati teknologi yang bikin wow, anda ke Jepang. Jika ingin menikmati teknologi tetapi lebih modest, anda ke Jerman. Lifestyle dan negara baru, anda ke Australia. Nature dan bunga-bunga, ibu sarankan ke New Zealand. Pembangunan pesat dan massive, ya ke China. Tempat dan suasana seperti di film-film, ke USA. Negara indah di pelosok seperti negeri dongeng yang ada kastil dan moose, ke Canada. Hmm, oiya, menikmati surga dunia, ke UEA (Dubai). Have fun moderately dan menikmati kepadatan tanpa pusing, bisa ke Vietnam. Kalau mau menikmati suasana romantis musim dingin, coba ke Amsterdam. Tetapi, ada tempat tak terkalahkan, menurut ibu, tempat di mana hati menjadi sangat tenang, barokah, bersemangat ibadah, semuanya terasa indah, murottal imampun lebih indah dari nyanyian di dunia... yakni di Mekkah Al Mukarramah."


P: "Masya Allah, ibu, saya ingin ke tempat-tempat itu."
J: "Insya Allah, berusahalah sekolah di luar negeri. Mudah-mudahan Allah antar anda ke tempat-tempat indah. Ibu tidak sarankan hanya berlibur saja. Usahakan ada aktivitas kalau ke negara-negara tersebut."


P: "Bu, ada tips supaya bisa enjoy di sana?"
J: "Iyah. Travel itu bukan hanya foto-foto dan taruh di Instagram atau Facebook. Anda lebih banyak diajak untuk berkaca pada diri, refleksi, atau absorb suasana di sana ketimbang rushing foto sana-sini. Ibu suka jalan-jalan ke museum, botanical garden, dan art gallery untuk mendapatkan overview dengan cepat. Ibu sering mendapatkan inspirasi melalui kunjungan ke tempat-tempat tersebut. Usahakan soal penginapan dan makan bukan isu lagi, sehingga jalan-jalan lebih banyak waktu. Misalnya tinggal di akomodasi terjangkau tetapi tidak terlalu murah, sebab jenis turis yang tinggal di sana juga berbeda karakteristiknya. Kemudian rancang aktivitas supaya bisa menikmati hal-hal yang kita sukai, misalnya bersepeda di tepi pantai, naik bis ke kota kecil, jalan-jalan di kebun raya, dan semacamnya yang membuat rileks."


P: "Ada rencana ke mana lagi, bu?"
J: "Ada beberapa negara yang ibu ingin kunjungi, di Central America dan South America. Mudah-mudahan Allah undang ibu ke sana... Aamiin."

P: "Ikut bu..."
J: "Ayuk... jangan takut bermimpi. Ibu pernah bilang ke Virdy (mahasiswa saya yang studi di Belanda), kalau ibu akan kunjungi Virdy musim semi nanti di sana. Rencananya mau lihat tulip berdua. Allah mengabulkan niat saya. Saya datang ke Amsterdam bertemu Virdy di awal musim semi. Meski tidak melihat tulip, tetapi kami sempat ke Hortus Botanical Garden berdua dan menikmati kebun raya legendaris tersebut. Virdy juga memberi ibu buket tulip yang mekar indah pas di Indonesia. So, anything is possible. Nanti kalau anda kuliah di luar, kabari ibu ya... mudah-mudahan ibu bisa berkunjung ke sana."

Pekanbaru,





Saturday, February 11, 2017

Repost: Deadline

Tulisan ini aku post kembali, untuk mengingatkanku soal 'deadline'.

Link asli: http://monitaolivia.staff.unri.ac.id/2013/02/15/deadline/


Deadline atau batas akhir adalah waktu yang harus dilewati untuk penyelesaian sebuah pekerjaan.
 
Bagi kita yang tidak disiplin, deadline seperti memberikan ekstra waktu untuk menunda, menarik nafas dan merilekskan diri. Tetapi, bagi orang disiplin, deadline memang sebuah batas waktu agar bisa menyelesaikan semua rencana tepat pada waktunya.

Pola pikir bahwa deadline untuk dilanggar, memang bukan hanya milik saya sendiri. Buktinya, orang-orang seperti saya, biasanya belum akan mengumpulkan sebuah tugas/pekerjaan sebelum hari H-nya. Kami berpikir bawah masih ada sebulan lagi, dua minggu lagi, seminggu lagi, sehari lagi, dan bahkan lebih gila lagi… beberapa jam lagi, misalnya, sehingga tidak pernah merasa urgen untuk mulai mencicil tugas tersebut. Ironisnya, kalau tugas belum selesai, maka waktu berikutnya akan dihabiskan untuk negosiasi sambil menceritakan tragedi deadline supaya ada waktu untuk menarik nafas lalu kembali terbirit-birit menyelesaikan tugas itu. Betapa melelahkannya.

Setuju, perasaan letih itu pasti ada. Tetapi, selain itu ada rasa lain yang muncul di diri setelah pengumpulan, semacam puas dan lega karena bisa mengakali waktu, dengan tetap menyelesaikan pekerjaan. Setelah itu, tanpa bersalah, masih memberi reward pada diri untuk berlibur lama dengan alasan baru saja menyelesaikan pekerjaan berat, padahal sebenarnya baru dikerjakan di batas-batas akhir saat deadline menghampiri.

Sewaktu saya masih sering melakukan hal tersebut, saya tidak menyukai perasaan kurang nyaman karena seperti ‘membohongi diri’ tadi. Saya juga cemas dengan kualitas pekerjaan. Semua yang berbau lastminute.com, mutunya bisa dipertanyakan. Itulah sebabnya, sungguh tidak adil menyalahkan orang lain atau sistem kalau kita mendapat nilai buruk atau tidak menang sesuatu. Coba pertanyakan dulu diri kita, apakah kita sudah maksimal bekerja dalam batas waktu tertentu atau belum maksimal karena baru dikerjakan di saat-saat terakhir saja?

Teknik terbaik untuk melatih diri agar tidak mengalami kesulitan dengan deadline, adalah belajar mengumpulkan pekerjaan/laporan satu hari lebih awal dari deadline. Meski hanya satu hari lebih awal, tetapi efeknya sangat signifikan.

Saat saya memutuskan untuk mengumpulkan laporan tesis satu hari sebelum deadline, masih ada cukup waktu untuk meneliti kembali susunan halaman dan mencetak kembali karena ditemukan warna kertas yang tidak seragam. Tak terbayang rasanya kalau harus dikumpulkan hari itu juga, tetapi saya masih harus melakukan cetak ulang selama 4-5 jam, lalu berlari cepat seperti seekor cheetah ke tempat penjilidan sebelum mereka tutup. Saya cukup tenang karena ada ekstra waktu (well, 24 jam itu ekstra waktu yang cukup banyak loh) untuk mengumpulkan sesuatu. Efek positifnya, ya saya tidak perlu begadang, mengganggu orang, atau memerlukan rehat panjang karena keletihan mengejar deadline.

Coba selesaikan satu hari lebih awal saja dan rasanya bedanya.

Pekanbaru,

Wednesday, February 8, 2017

Grup Kreativitas Mahasiswa

Kuliah saja tanpa pengembangan diri akan sangat membosankan, demikian pendapatku. Sebagai seorang eks mahasiswa  yang hanya fokus belajar untuk mendapatkan IPK tinggi dan berusaha melupakan bersenang-senang berlebihan, maka aku menyarankan agar mahasiswa agar memiliki kegiatan seimbang. Berorganisasi dan bersosialisasi ternyata sangat diperlukan untuk memicu kreativitas dan prestasi. 

Sejak tahun 2003, aku telah aktif membimbing program kreativitas mahasiswa. Awalnya mahasiswa hanya didorong untuk melakukan penelitian dan ikut lomba skripsi terbaik tingkat lokal. Bukan tanpa bimbingan khusus, grup mahasiswa tersebut dilatih untuk dapat menulis esai, karya tulis, presentasi, penelitian maupun menulis artikel ilmiah. Beberapa mahasiswa berhasil memenangkan lomba tingkat lokal maupun nasional (termasuk PIMNAS, Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional). Alumni grup ini telah menyebar menjadi dosen, researcher maupun pegawai di dinas-dinas tertentu. 

Grup berikutnya dibentuk tahun 2013. Berbekal nama beberapa mahasiswa berprestasi di kelasnya, aku mengajak mereka aktif menulis proposal, karya tulis maupun esai. Beberapa tulisan mereka sangat layak dijadikan artikel untuk jurnal nasional maupun internasional. Berkat kesungguhan mereka dalam belajar, mereka menjadi sangat kreatif dalam berpikir, dan tekun memupuk prestasi di bidang riset dan penulisan. Mereka lulus dengan gemilang dan saat ini tengah bersiap-siap S2 di luar negeri. 

Grup selanjutnya terbentuk tahun 2016. Aku masih memikirkan cara untuk membuka kreativitas mereka dan membuat mereka jadi pembelajar mandiri. Sebenarnya semua berpotensi untuk sukses dalam bidang-bidang baru, seperti mengikuti summer course, tetapi mereka belum mau mendorong diri lebih jauh dari sekarang. Sebagai dosen aku perlu membimbing untuk mengarahkan mereka agar terus membuka diri, memperluas wawasan dan meningkatkan kreativitas diri agar selalu tetap bisa berprestasi. Mudah-mudahan tahun 2017 ini mereka akan lebih bersemangat untuk belajar menulis, meneliti, berpikir kreatif, aktif berbicara dalam bahasa Inggris dan masuk ke lingkungan internasional.

Sukses semua.


Pekanbaru,

Tuesday, January 10, 2017

Akhirnya aku menangis juga...

Senin pagi, 2 Januari 2017, di salah satu pojok Al Haramain, Masjidil Haram

Tempat itu sangat diminati oleh jamaah ibu-ibu yang ingin berdoa, membaca Quran atau sekedar melayangkan pandangan mengamati Kaabah dari tempat mereka bersujud. Aku termasuk salah satu pencinta tempat searah tegak lurus dengan Hijr Ismail tersebut.  Sebenarnya aku tak pernah ingin berebut dengan siapapun untuk sebuah tempat sebesar sajadah ini. Tetapi kadang-kadang, mendapatkan tempat yang bisa menghadirkan hati di depan Kaabah langsung termasuk perjuangan berat karena harus datang lebih awal dari siapapun. Jika terlambat mendekati waktu shalat, maka tidak dapat tempat di mana-mana, kecuali di balik dinding saf belakang. 

Sudah dua hari aku melihatnya, wanita Emirati tersebut. Dia sujud lama sekali dalam tiap shalat. Di sebelah sajadahnya ada sebuah kursi dengan mushaf Quran di atasnya. Tiap rakaat ia membaca Quran tersebut dan meletakkannya kembali sebelum rukuk dan sujud. Suatu hari aku berhasil melihat wajah ayu tersebut karena ia menyentuh tanganku meminta tissue. Wajah tersebut berurai air mata. Aku mengutuk hatiku ini, karena sudah beberapa hari di Al Haramain belum juga menangis sepenuh hati. Apakah tidak ada penyesalan, Monita? Begitu banyak dosa dan kesalahan... Aku melihatnya lagi dengan iri, mestinya aku bisa menangis seperti dia, tetapi barangkali akan datang masanya nanti, tekadku dalam hati.

Senin menjelang subuh aku duduk dengan gelisah menunggu mama yang belum datang. Wanita Emirati itu telah kembali ke negaranya dan tidak ada di tempat biasa. Aku gelisah karena tempat favorit itu sudah penuh dengan ibu-ibu separuh baya dari berbagai bangsa yang pasti akan mengambil tempat mama. Aku lapangkan sajalah untuk orang lain, atau tetap menunggu mama, pikirku ragu-ragu sambil memegang kursi untuk bunda erat-erat. Tak lama setelah itu, seseorang bertanya padaku lalu memindahkan kursi tersebut tanpa mencerna jawabanku. Padahal aku sudah mengatakan 'for mommy', tetapi wanita tua tersebut dengan bahasanya memarahiku dan menunjuk-nunjuk wajahku dengan suara keras seperti jengkel luar biasa. Aku sadar membantah atau bertahan tidak akan menyelesaikan masalah. Mama memang terlambat sekali hari itu ke masjid. Sambil berharap mama mendapatkan tempat shalat nanti, kulihat wanita yang mengamuk tadi membanting sajadahnya di tempat mama kemudian mulai shalat sunat. Tak berapa lama, mama mendekat tempat kami perlahan-lahan karena kaki beliau masih sakit. Aku menunjuk wanita tadi, mama mengangguk tanda tidak apa-apa dan menunjuk ke saf belakang. 

Sementara drama itu berakhir, shalat subuh akan dimulai sebentar lagi. 

Kami semua mulai berdiri. Meski demikian, perasaanku masih campur-aduk setelah dibentak-bentak wanita di sebelah ini. Tetapi aku harus khusyuk mendengarkan imam atau shalat ini akan sia-sia. 

Astaghfirullah. 
Aku maafkan saja ibu yang baru saja memarahiku, barangkali ia lebih memerlukan spot ini daripada mama, aku terus menenangkan hati.

Pada rakaat pertama setelah Al Fatihah, sang imam (Sheikh Bander Baleelah) mulai membaca surat dalam Quran dengan intonasi yang membuat semua merinding. Relay shalat Fajr dapat dilihat di sini.

Masya Allah. Allahu Akbar. 

Luar biasa shalat di Al Haramain, terasa dekat menembus syurga suara lafaz Quran dari imam. Tidak ada yang lebih indah dari bacaan imam ini. Tanpa terasa aku pelan-pelan menitikkan air mata. Air mata jatuh menetes-netes ke kerudung, lalu tanpa malu-malu aku mulai terisak. 

Barangkali aku sudah mulai letih, merasa tak berdaya, dan teringat semua dosa-dosa. 

Barangkali juga hati mulai lunak dan memahami cinta Allah padaku. 

Barangkali juga teringat semua nikmat Allah yang sering tidak kusyukuri karena tidak kupahami... 

barangkali juga sedih karena mama harus shalat di belakang (apakah dapat kursi atau tidak), dan 

barangkali atau paling jelas, karena sedih pagi-pagi mau shalat dimarahi ibu-ibu di sebelahku ini...

Semua perasaan dan pikiran bercampur aduk saat shalat, tetapi menghasilkan kelegaan yang besar saat aku selesai shalat, meski wajahku sembab dan jilbab penuh air mata. 

Ibu yang memarahiku tadi hanya mendelik sebentar lalu packing sajadahnya dan ngacir cepat-cepat. Biarpun caranya tadi menyebalkan, sebenarnya aku ingin berterima kasih padanya karena sudah trigger emosi diriku di pagi hari.

Aku tidak tahu lagi mau menganalisa apa, tetapi suatu subuh di awal tahun 2017, di depan Hijr Ismail, dan di tempat yang indah ini, aku mulai menangis dan menyesali diriku ini...

Pekanbaru,
Catatan Umroh 2016-2017