Sunday, August 29, 2010

Jangan ngeri menulis tesis!


Semua orang tahu kalau menulis tesis itu mengerikan. Mengerikan jika terjadi ‘writer’s block’ yang membuat orang mogok menulis selama berjam-jam, berhari-hari bahkan berbulan-bulan. Aku pernah bertemu orang yang sampai trauma menulis laporan TA sendiri karena kuatir tidak dapat menulis dengan baik. Huah, jangan seserius itu, mari kita pelajari trik menulis tesis supaya tidak terasa berat!

Menulis tesis! Insya Allah, akhirnya aku sampai juga di tahap tersebut. Walaupun proses mengerjakan riset kusukai, tetapi aku lebih menikmati proses duduk mengetik dan menuangkan pikiran ke dalam tesis. Onde mande! Jangan terburu-buru menilai hasilnya, karena yang penting prosesnya! (*wink*)

Selama menulis ini sebenarnya ada beberapa kebiasaan bagus yang bisa kita lakukan untuk membantu penulisan tesis. Simak baik-baik, ya:

a) Selesaikan semua data sekomplit-komplitnya. Cukup berbekal grafik, tabel, hasil ringkasan bacaan, data dari supplier, kita sudah bisa menulis tesis. Sedapat mungkin data-data diutak-atik supaya mudah dianalisis dan dilihat trend-nya. Kalo perlu, sediakan berbagai kemungkinan penyajian tabel atau grafik. Jangan mudah puas dengan satu jenis penyajian saja, karena kita harus membantu pembaca dengan grafik atau tabel yang tidak sulit dipahami. Gunakan versi terakhir, supaya kita tidak perlu mengolah gambar atau tabel lagi lalu menghabiskan waktu berjam-jam di sana saat mulai menulis.

b) Siapkan semua artikel, buku, etc yang kita perlukan di daftar pustaka. Letakkan dalam satu folder sesuai dengan bagian-bagian tesis, sehingga saat kita menulis, tidak perlu kehilangan mood karena paper yang dimaksud tidak ketemu. Intinya, make things handy.

c) Buat outline yang gampang, pikirkan 'jalan ceritanya' dan tulis kalimat untuk membimbing diri kita. Kadang kita perlu membayangkan dalam kepala kira-kira seperti apa jalan cerita sebuah bagian tesis. Apa yang harus kita letakkan terlebih dahulu sampai apa yang perlu menutup 'cerita' tadi, mesti dipikirkan baik-baik agar kita tidak mudah kehilangan arah waktu mulai menulis. Kemudian di dalam outline, letakkan kalimat utama tiap paragraf yang ingin kita tulis. Kalimat utama ini tidak perlu terlalu kaku, karena yang penting ide tulisan sudah dirangkum dahulu.

d) Mulai menulis dengan kata-kata sendiri kira-kira apa yang mau diceritakan. Tulis hanya untuk ‘mata kita’, tidak ada keharusan menyerahkannya ke pembimbing atau minta teman melihat kekacauan tersebut. Semua ini hanya bertujuan murni mengeluarkan ide, asumsi, pendapat, opini, terkaan kita untuk isi tulisan. Aku panggil bagian ini ‘draft zero’.

e) Gunakan blog untuk mempermahir keahlian menulis kita seperti yang pernah kuceritakan di sini.
f) Buat jadwal menulis. Tadinya aku berpikir membuat jadwal itu mengekang kreativitas menulisku. Ternyata tidak punya jadwal malah membuatku lebih sering menunda acara menulis. Intinya begini, buat jadwal menulis yang harus kita taati sendiri dan pada saat itu kita tidak bisa diganggu oleh apapun dan siapapun. Misalnya aku selalu merencanakan menulis pada jam 8-12 siang selama hari kerja. Pada hari itu aku pastikan tidak ada kegiatan lain selain duduk dan menulis (mengetik ) di meja kerja. Tentunya aku bagi-bagi waktu dong, biar ga semaput empat jam nonstop menulis. Aku pakai sistem 1.5 jam, break 15 menit, menulis 1.5 jam lagi, dan break 15 menit. Sisanya 30 menit biasanya kepake habis untuk persiapan awal, pemanasan misalnya ngeblog atau ngintip Koran online. Jika kita sudah punya jadwal rutin, kalau pada hari kerja jam segitu kita tidak berada di meja kerja, pasti rasanya ada yang kurang. Biasanya jadwal ini akan terasa pengaruhnya setelah satu bulan dikerjakan. So, kita mesti sabar dan keras pada diri agar sikap disiplin menulis ini jadi rutinitas sehari-hari.

g) Setelah menulis, berilah reward pada diri sendiri. Empat jam nonstop bikin aku mual-mual, meriang dan pusing. Ya iyalah, otak dipaksa berpikir kadang dalam dua bahasa dengan berbagai teori lagi. Biasanya aku memberi hadiah pada diri sendiri seperti jalan-jalan ke kolam di depan kampus sambil memotret kembang atau itik yang sedang mandi-mandi di sana. Jika cuaca sedang tidak bersahabat, aku akan ke library untuk membaca buku atau majalah kesukaanku selama satu jam. Tidak perlu yang mahal-mahal, bahkan bertemu teman lama juga cukup untuk menghilangkan rasa sumpek menulis selama empat jam tadi. Efeknya begitu kembali ke meja kerja, kita akan lebih segar, pikiran lebih ringan, lebih positif dan semangat menghadapi pekerjaan tadi.

h) Setelah draft zero selesai, kita bisa mengedit tulisan menjadi draft one. Intinya, kembali ke bagian yang mau diperbaiki, seperti menuliskan kembali kalimat yang tidak masuk akal, menghapus bagian ngocol yang tidak berhubungan dengan isi tulisan, sampai menambah referensi. Lakukan dengan lebih cermat kali ini.

i) Sikap positif perlu juga diperkuat dalam diri. Jangan mau tergesa-gesa menulis agar cepat selesai. Jika memang kita perlu waktu, kita harus menyadari bahwa tiap orang memerlukan waktu berbeda untuk menangani sesuatu. Tidak perlu membandingkan diri dengan orang lain, karena, percayalah, suatu hari kitapun akan bisa menyelesaikan apa yang sedang kita kerjakan ini.

j) Buat draft kedua, ketiga dan seterusnya. Setiap selesai satu draft, jangan lupa save as menjadi draft one, or two or three. Semua itu untuk menjaga jika terjadi kesalahan, kita tidak menyesal telah pernah membuangnya. Cetak tiap draft untuk kita baca dan edit secara manual. Disinilah kita perlu kritis dan membantu diri sendiri untuk menuliskannya dengan lebih baik. Simak tiap kalimat dan pikirkan baik-baik supaya tulisan kita masuk akal dan bahasanya tidak terlalu kaku seperti bahasa terjemahan. Perbaiki sedapat mungkin tata bahasa/grammar dan bantu pembimbing kita dengan menghasilkan karya tulis yang dapat dibaca!

k) Tiap kali mengedit, fokuslah pada satu hal dalam satu waktu dan tidak multitasking. Misalnya, jangan mengedit sambil memperbaiki referensi, atau memikirkan abstrak sambil mengetik pembahasan. Dijamin puyeng dan tiba-tiba kita bakal cari banyak alasan untuk menunda kegiatan menulis. Tapi, jangan juga terlalu fokus pada suatu bagian yang stuck, karena itu toh bisa dilewati dulu dan kembali dikerjakan nanti.

l) Tambah ilmu dengan membaca blog, panduan dan buku cara menulis tesis untuk menambah wawasan dan membantu kita tetap stay on track.

Mudah-mudahan aku pun dapat mengamalkan tips-tips menulis tesis di atas. Maklum jee, itu kan baru beberapa kali aku praktekkan untuk menulis paper. Yuk mari, kita selesaikan tesis kita ini, ndak nge-blog melulu.

Perth,
Aku mengucapkan Alhamdulillah, terima kasih Allah, yang telah membimbingku dalam proses menemukan cara terbaik untuk menulis tesisku. Alhamdulillah.
Saat draft zero sudah bisa dicetak, uhuy!

Wednesday, August 25, 2010

Op-shop, Sunday Market, warisan atau mungut di pekarangan orang?


Judul di atas tepatnya untuk kita-kita mahasiswa pendatang yang punya beasiswa mepet-mepet aja loh. Trik mendapatkan barang-barang kebutuhan second hand yang terdapat di mana-mana, termasuk pekarangan tetangga!

Istilah ‘carboot sale’ sudah kuketahui waktu kuliah di UK. Di suatu minggu pagi yang sangat dingin, rombongan kami berangkat dari Manchester ke Salford khusus untuk berbelanja ‘barang-barang second hand’ seperti pakaian musim dingin, peralatan elektronik, souvenir, sepatu, etc. Sayangnya aku ‘geli’ membeli jaket-jaket sedikit kumal yang ditawarkan penjaja. Aku hanya berani membeli celana thermal baru made in China yang harganya sangat murah. Barang lain yang kusuka hanya sebuah souvenir kapal dalam botol seharga 50pence. Sejak hari itu aku tidak pernah ke carboot sale lagi untuk mencari barang. Cukup pergi ke toko-toko kecil di pasar dekat rumah. Berbagai kebutuhan seperti setrika, baju thermal, payung, sampe jaket musim dingin yang tak begitu mahal juga tersedia. Toh aku tak lama-lama tinggal di sana, jadi tak perlu membeli banyak barang untuk sehari-hari.

Saat pindah ke Australia barulah terpikir, empat tahun tanpa barang-barang keperluan rumah tangga, repot juga. Setelah mendapat informasi lewat buku panduan, aku perlu mengeluarkan uang sekitar 500AUD untuk pernik-pernik dapur yang dapat dibeli di toko-toko. Selidik punya selidik cara teman-teman yang lebih dahulu tinggal di sini, ternyata mereka merekomendasikan empat pilihan untuk menemukan barang-barang yang kita inginkan.

Pertama, beli di Op-shop. Op-shop atau opportunity shop dikelola oleh badan-badan amal gereja seperti The Salvos, Good Sammy, St Vincent. Orang-orang mendonasikan pakaian, barang-barang sehari-hari, mainan, buku, sampai peralatan elektronik ke badan-badan tersebut, yang kemudian dijual kembali dan keuntungannya disumbangkan untuk pengembangan gereja. Barang dijual kembali dengan harga super miring dari harga lama. Kalau pintar memilih kita bisa mendapatkan barang-barang yang masih bagus kualitasnya dan terlihat baru. Di op-shop ini aku biasanya berburu jaket, rompi, celana kerja sampai sarung duvet/doona. Untuk mendapatkan pakaian berkualitas tapi dengan budget memadai, cocoknya memang mencari di op-shop.

Kedua, mengunjungi Sunday Market. Sunday Market seperti carboot sale di UK, tetapi lebih teratur, barang yang dijual lebih bagus dan tentu saja lebih murah. Sunday Market di halaman shopping centre Belmont Forum selalu menjadi tujuan utama para student begitu sampai di Perth. Beberapa teman dari Malyasia sampai bertahun-tahun memiliki kebiasaan mengunjungi Sunday Market tersebut bersama keluarga tiap minggu. Untuk mencari ‘emas’ memang dibutuhkan ekstra kesabaran untuk datang berkali-kali. Kudengar mereka menemukan banyak barang-barang bagus yang dibawa pulang ke Malaysia. Bahkan saat mobil eks-storm atau kena badai Maret lalu yang banyak dilelang karena penyok kecil-kecil bekas hujan es, turut diborong teman-teman Malaysia untuk dibawa pulang ke sana. Anyway, Sunday Market kedua yang paling sering kukunjungi adalah Selby Street Market. Biasanya aku turut berebutan tas tangan desainer, heater, kipas, barang-barang keperluan dapur dan buku-buku termutakhir. Di tempat ini aku lebih banyak membeli barang elektronik, karena mutu dan kelayakan pakainya terlihat dari stiker jaminan yang dipasang pengelola. Aku suka juga beli buku-buku nove, buku anak dan buku travel. Sedang yang paling disukai emak-emak yaitu tas-tas keren seperti tas tangan desainer seharga 2-3 dollar dengan kondisi masih bagus. Sunday Market untuk barang-barang baru tapi impor dari Cina dan bahan makanan bisa ditemukan di daerah Canning Vale. Sayangnya karena cukup jauh dari tempatku, kami tidak pernah mengunjunginya lagi.

Cara ketiga, yaitu mencari ‘warisan’. Biasanya student baik hati yang mau pulang ‘for good’ ke kampung halaman memilih untuk mendonasikan barang-barangnya ke teman-teman student lain. Jika tidak, mereka akan menjual barang-barang tersebut dengan harga lumayan miring. Kadang jauh-jauh hari kita udah pake pesen barang-barang wajib seperti microwave, vacuum, meja belajar, karpet, kursi belajar, lampu belajar (maklum, pelajar), bahkan cobek/ulekan. Warisan pertamaku adalah tivi tua tahun 1970-an yang awet banget kumiliki hingga beberapa bulan lalu, beberapa piring makan dan setumpuk sendok-garpu. Selain mendapatkan warisan berupa tiga kipas angin, heater, selimut, aku juga mendapat satu set cetakan kue. Bayangin, betapa lengkapnya barang-barang yang dimiliki sebuah keluarga selama tinggal di negeri orang ini! Jika aku pulang nanti, aku bercita-cita membagi barang-barang yang tidak kubawa ke teman-teman lain saja.

Cara keempat, mungut di pekarangan orang. Bener, mungut di pekarangan orang atau kantor! Dijamin ga bakal ada yang ngelaporin kita ke polisi, kecuali kita berusaha memecahkan kaca atau lewat jendela mengambil barang-barang mereka. Biasanya mereka menumpuk barang yang tak terpakai di halaman karena ada jadwal pengambilan dari city countil. Sistem ini diatur oleh pemerintah kota, agar mereka meletakkan barang yang tidak diperlukan lagi di depan rumah sebelum jadwal pengambilan. Sambil menunggu saat pengambilan tersebut, jika ada orang yang berminat dan kebetulan lewat, malah dipersilakan memungut barang-barang disukai. Kan kerjaan mereka jadi tidak banyak! Kadang orang pindahan sering meninggalkan furnitur lama mereka di depan rumah. Nah malam-malam biasanya akan ada aksi penggotongan dari pihak-pihak yang membutuhkan. Sudah berapa kali kita mengambil tivi, video player, piring-piring, jam, segala macem pernik-pernik yang ditinggal di halaman orang. Jika ingin yang bagus-bagus, biasanya orang akan berburu ke suburb tempat orang-orang kaya. Di tempat ini barang-barang yang dibuang lebih bagus karena sudah jadi rahasia umum kalau orang Barat pemboros dan suka ikutan mode terbaru. Tivi gede diganti tivi plasma, microwave manual diganti digital, hairdryer biasa diganti yang wireless, so, dijamin mungut dari halaman mereka tidak membuat mereka kecewa, kok! Dipersilakan dengan senang hati lagi.

Perth,
sudah waktunya berburu atau diburu?

Saturday, August 21, 2010

Kecewa pun ada batasnya


Aku pernah mendengar kisah seorang teman yang sangat kecewa diperlakukan tidak adil oleh pembimbingnya. Teringat olehnya, si pembimbing punya anak-anak juga, sehingga ia menyumpahi agar anak-anak pembimbingnya akan merasakan derita yang sama suatu hari. Astaghfirullah... kenapa jadi 'main hakim sendiri'?

Pernah kan, dikecewakan oleh seseorang dalam hidup ini, kemudian kita mengambil aksi seperti menyumpahinya dalam hati? Apakah kita merasa dengan demikian kekecewaan kita harus juga dirasakan oleh orang yang mengecewakan kita? Kenapa jadi muncul kata-kata sebagai berikut:
”Awas ya, kudoakan supaya nanti kamu juga seperti ini”
“Coba kalau kamu punya anak/suami/cucu nanti, pasti kamu akan merasakannya!”
“Mudah-mudahan suatu hari nanti kamu kena batunya”
"Rasakan pembalasan dendamku sampe tujuh turunan" halah ini, sinetron jadul banget!
Sudah, sudah cukup lah contohnya. Kok jadi nyumpah-nyumpah sendiri, nih? Hiks!

Memberi maaf pada orang yang telah menzalimi kita tanpa ikut campur menghukumnya sendiri bisa jadi lebih baik bagi kita di kemudian hari. Hal ini terjadi pada kenalanku, mbak R. Beliau pernah kehilangan sepeda motornya yang diparkir di depan kantornya. Suatu hari teman yang membantu mencari menggunakan ‘indera penglihatan kasat matanya’ mengatakan kalau sepeda motor itu diambil mas X, seorang tukang ojek yang sering mangkal di dekat kantor mereka. Temannya itu tidak mau menyebutkan identitas si pencuri, tetapi ia ingin membantu temanku untuk membuat tukang ojek yang berperan ganda mencuri sepeda motor karyawan di sana kapok, misalnya dengan... (terlalu ekstrim kalau ditulis di sini, tapi ga sadis kok). Temannya itu memiliki keahlian tertentu yang bisa dikendalikan ‘dari jarak jauh’. Mbak R diberi waktu untuk berpikir. Setelah ditanya kembali, dia bilang kalau dia tidak mau membalas orang tersebut dengan cara demikian. Ia mau pasrah dan menyerahkan saja semuanya kepada Allah. Mbak R merasa jika kehilangan tersebut adalah teguran dari Allah kesalahan-kesalahannya sebelum itu. Biarpun bayarannya musibah itu sebuah motor, ia berterima kasih kepada Allah karena telah ditunjukkan jalan yang benar. Ia tidak ingin membalas sendiri dengan kata-kata atau perbuatan, karena orang yang bersangkutan jika terus melakukan kezaliman akan mengundang balasan buruk dan ketidak beruntungan untuk dirinya sendiri.

Jadi, jika memang hati kita sakit sekali atau kecewa terhadap sesuatu, bukan sebuah perbuatan baik jika malah menyumpah atau mendoakan agar orang yang menzalimi turut merasakan penderitaan kita juga. Lebih baik kita serahkan saja kepada Allah semuanya, karena Allah mendatangkan hal ini untuk kita bukan tanpa maksud.

Bisa jadi hal itu mengingatkan kita bahwa kita harus memperbaiki sikap kita, atau bermaksud melatih kita supaya bertindak lebih baik, mungkin juga meningkatkan derajat kita. Bahkan kalau ditinggal kekasih, misalnya bisa berarti ia bukan orang yang tepat bagi kita karena Allah telah menyediakan jodoh terbaik untuk kita. Pokoknya, jangan terlalu kecewa sampai berusaha menyabotase kemungkinan kita mendapatkan sebuah pahala atau kebaikan atau kemuliaan saat dikecewakan orang lain.

Perth,
Sebuah renungan untuk saudara tercintaku.

Tuesday, August 17, 2010

Derita punya baju selemari



"Duh, ga punya baju niy!" aku berdiri di depan lemari pakaian. Beberapa jaket, baju kondangan, syal, baju-baju lain bertumpukan di depan mataku. "Beli baju baru, boleh ga, yang?" tanyaku pada hubby yang keheranan. Apa yang numpuk ga terurus itu bukannya baju?

Wanita banget... punya baju selemari ngakunya ga punya baju. Aku ingat mamaku, sodara perempuanku, teman-temanku yang suka banget ma baju baru. Mau kondangan aja, jauh-jauh hari udah ke mall atau pasar nyari gamis baru. Belum lagi mo acara ultah, liburan, dan paling pasti untuk hari raya, pasti aja kita heboh membeli baju baru. Paling seru ni, temanku harus membeli baju baru kalau hari itu yakin ujiannya ga lulus. Minimal nyenengin diri, pake baju dari butik, walau ntar dapet E, gapapa, kilahnya. Euy...

Kegenitan kita ga berakhir di pakaian aja. Coba bagi yang pake jilbab, ada berapa lusin jilbab beraneka warna, motif, bordir, model yang menghiasi lemari pakaian kita. Tiap lihat jilbab sutra, aku pasti beli atu, buat ntar kalo conference atau seminar. Kan gaya, jilbabnya terlihat klasik dan anggun, pikirku sok tau. Begitu conference tiba, pasti juga balik ke jilbab lama yang udah nyaman dipake dan bikin diriku tambah pede. So, numpuk lagi jilbab sutra di lemari. Belum lagi trend khusus yang menandai launching jilbab tertentu. "Kalo pake bergo model ikat itu dah kuno, mbok pake jilbab ala Ayat-ayat Cinta-lah, Ketika Cinta Bertasbih-lah", kata mbak penjual jilbab di pasar. Aku cuma melongo mendengar istilah jilbab itu. Bukannya ini cuman jilbab sarung biasa, yang terus dimodifikasi dengan bahan kaos. Duh, memang kita ini dimanjakan sekali sama booming jilbab ya! Mau sepenuh apa lemari kita kalau jilbab tiap warna dan model harus kita miliki.

Tiap lihat sale pakaian, asik, mari embat aja! Kalo lagi beruntung, atasan cantik-cantik dan ga ada duanya bisa didapatkan di keranjang sale. Ni, si abang SPG pinter lagi, mau bantuin nyari-nyari di keranjang baju dengan label SALE. Mulai dari nyariin ukuran dan warna yang cocok, sampai ngasi pendapat soal bahan dan model yang pantes buat kita sendiri. Pinter bener SPG jaman sekarang membujuk untuk menambah terus tumpukan baju-baju di tangan dengan harapan lebih banyak diskon dan poin di kartu loyalitas. Sip, sip, terus jalan, yuk, cari-cari bawahan sekarang.

Saat baju dah menumpuk, kalo diperatiin baik-baik, kok yang muncul di foto-foto, kondangan, hari raya, bisa-bisanya baju itu-itu lagi. Yang menumpuk tadi pada kemana? Setelah dilihat, ternyata banyak baju yang terbeli bukan karena masalah teknis aja ga kepake. Seperti warna yang terlalu ngejreng, jahitan ketiaknya ga nyaman, ukuran pinggangnya kok makin sempit, sama luntur pula padahal baru sekali dicuci. Tetapi kadang karena waktu SALE, asik banget rebutan ma ibu-ibu lain, udah sampe tarik-tarikan baju, eh kok ga dibeli pula. Liat orang beli banyak, kitapun ikutan keburu nafsu membeli baju-baju itu, biar dikira banyak uang bisa beli setumpuk baju diskon. Padahal orang yang tarik-tarikan ma kita tadi, kenal aja tidak, gimana mo kagum!

Aku merasa bersalah banget, karena selalu menumpuk sesuatu yang tidak terlalu kuperlukan. Malah semua ini jadi seperti beban karena harus dipakai, karena sayang dah dibeli atau cocok pada musim tertentu yang ga cocok di musim panas Indo! Ahem! Mungkin sudah saatnya mulai melakukan 'clothing detox' atau 'wardrobe detox', pikirku musim gugur lalu. Intinya, aku mau mensortir pakaian yang (a) tidak bisa dipakai lagi, (b) yang mau disumbangkan ke orang, (c) yang mau kusimpan.

Sebelumnya aku pastiin hari itu tidak perlu ngampus, belanja, cuma di rumah aja sefokus mungkin memilah pakaian. Aku memasang musik atau film yang kusukai supaya tidak bosan mengerjakan sortiran ini. OK.

Untuk pakaian (a), baju-baju terkena epoxy/noda karat/oli, sudah robek atau kelewat pudar yang sudah pasti tidak bisa dipakai kalau tidak di lab. Tumpukan (b) berisi baju-baju yang kusuka tapi jarang kupakai karena memiliki masalah teknis seperti kependekan, ketat, bahannya mengerut, warnanya kelewat ngejreng, yang lucunya selalu hadir di lemari pakaian tetapi aku tidak kunjung memakainya. Sedang tumpukan (c) berisi baju yang nyaman dipakai, warnanya kusuka serta jadi andalan dalam berbagai kesempatan.

Walaupun dalam prosesnya selalu saja aku keberatan untuk menaruh suatu baju atau jilbab di (a) atau (b), tapi tiap ikatan emosional dengan si baju harus kuputuskan. Harus tega! Karena toh suatu hari nanti mereka pasti akan digantikan baju-baju baru lainnya dan mereka tetap tidak terpakai.

Setelah memasukkan baju-baju (a) dalam kantong sampah, karena mau dibuang atau digunting jadi lap di lab, aku menyimpan baju-baju (b) untuk didonasikan, serta menyimpan kembali pakaian dari tumpukan (c) di lemari.

Huahhh... aku bernafas sangat lega, karena lemariku lebih rapi, tumpukan baju yang mau dipakai lebih sedikit pilihannya. Pikiranku jadi lebih tenang karena bebanku berkurang, dan... so pasti, akupun bertekad untuk pikir-pikir ribuan kali kalau mau membeli baju-baju, terutama dari keranjang SALE! Tak apalah dikira tak ikutan mode, yang penting tidak boros, merasa bersalah dan derita 'baju selemari' menjauhiku, hiks!

Perth,
sesekali detox tak bikin kurus wardrobe kok:)

Alhamdulillah, terima kasih ya Allah, yang telah menjauhkanku dari perilaku boros dan membimbingku menata diriku secara bertahap. Masya Allah, La hawla wala quwwata illa billah.



Friday, August 13, 2010

Mencuci jiwa dengan Al Quran

Sebelum aku berangkat ke Perth, Alhamdulillah, banyak mahasiswa yang memberikan kado perpisahan. Semuanya aku terima dengan senang hati. Tetapi yang membuatku terharu, kado Al Quran dengan terjemahannya dari seorang mahasiswa, F, yang mungkin ingin ibu dosennya tidak jauh dari Al Quran. Terima kasih F, ibu sedang 'mencuci jiwa' dengan pemberian anda.

Di saat ulang tahunku dua bulan lalu, aku tidak sempat membuat catatan refleksi maupun rencana setahun ke depan. Pendeknya, aku sedang pasrah, sudah tahun terakhir masa riset, kok masih jauh rasanya. Semangatku mulai memudar. Kadang-kadang aku berharap waktu berjalan cepat saja hingga waktu thesis submission, tapi kadang-kadang aku berharap waktu melambat, agar aku sempat menyelesaikan risetku. Aku juga sering sulit tidur saat malam hari, pikiranku melayang-layang. Tanpa kusadari, aku mudah sekali emosi dan merasa terpancing hal-hal negatif seperti pikiran buruk, takut menghadapi seseorang yang galak, nasty, tidak jelas deh, rasa hatiku.

Beberapa hari sebelum hari ulang tahun, aku membaca artikel tentang keutamaan membaca Quran, yang aku lupa sumbernya, entah di Eramuslim atau Rumaysho. Intinya begini, Al Quran, panduan hidup kita yang diturunkan Allah SWT memiliki berbagai keutamaan. Saat membacanya kita juga mendapat pahala untuk tiap huruf yang kita baca. Al Quran juga membuat jiwa lebih tenang, apalagi saat kita mengerti artinya (sekalian dengan terjemahan). Kadang kita bertemu ayat-ayat pelembut jiwa yang keras, maupun ayat-ayat penguat untuk jiwa kita yang sedang lemah.

Menurut artikel tersebut, rutinitas membaca Quran sebenarnya tidak berat. Jika kita membaca empat halaman Quran setiap selesai shalat wajib, maka dalam sebulan, kita bisa menamatkan 30 juz. Empat halaman, jika dibaca menurut aturan yang benar, akan memakan waktu sekitar 10-15 menit. Ya Allah, sepuluh-lima belas menit? Padahal yang kita tau, kita sering menghamburkan waktu bermain game atau Facebook serta membaca berita-berita online!

Alhamdulillah... Kurasa aku telah menemukan artikel yang tepat untuk menyemangati diriku. Memang tidak sempurna, tetapi aku niatkan membaca tiga lembar surat Al Quran dan terjemahannya setiap selesai shalat wajib. Kadang aku sempat membaca saat shalat Dhuhur, kadang tidak sempat. Tapi sedapat-dapatnya, sekuat-kuatnya aku usahakan. Aku ingin mencuci jiwaku yang sedang down, selalu gundah, sedih, nyaris putus asa dan tidak bisa kukontrol lagi.

Setelah beberapa minggu, Insya Allah, aku merasa my life is getting slower. Dari a very fast pace sana-sini-situ yang aku lakukan, saat ini aku lebih rileks dan tidak mau tergesa-gesa. Akupun merasa lebih mudah mengontrol emosi. Tidak kusangka, membaca Quran jadi semacam penguat jiwa untukku agar lebih berani dan sabar menghadapi orang-orang yang kutakuti atau tidak kusenangi.

Teman dan saudara,
mudah-mudahan kita selalu menjadikan Al Quran sebagai pelita jiwa, pencuci jiwa kita dan pemandu hidup kita selamanya. Mudah-mudahan hal itu membuat kita selalu mengingat Allah dan semua kebesaranNya melalui ayat-ayat yang kita baca. Insya Allah, hidup kita akan tenang di bawah lindunganNya.
Perth,
Alhamdulillah, ya Allah, untuk hadiah terindah ulang tahunku kali ini...

Monday, August 9, 2010

Bird’s eye view tour


Trend membangun dan mengunjungi gedung-gedung tertinggi di dunia sedang menjamur. Tiap sebuah gedung tinggi dibangun, maka berita dan ilmu konstruksinya akan banyak dibahas di media massa. Dimulai dengan Sears Tower, Chicago pada tahun 1970-an, hingga Burj Khalifa, Dubai selesai tahun 2009 lalu, tak henti-hentinya para kontraktor bercita-cita membangun sebuah menara mungkin hingga ke batas atmosfir. Para pengunjung dibuat terkagum-kagum akan kerumitan konstruksi pencakar langit tersebut serta keluasan jelajah pemandangan dari puncak menara observasinya. Subhanallah, betapa besarnya milik Allah yang bisa dinikmati dari sudut pandang mata burung-burung atau ‘bird’s eye view’.


Singapore, 2008
Pertama kali menikmati pemandangan 'lewat mata burung' kualami saat kami berkunjung ke Singapore flyer, Singapore (dibuka pada tahun 2008). Ferries wheel atau kincir tertinggi di dunia (165m) dengan diameter wheel 150m berhasil mengalahkan London Eye, London yang dibuka pada tahun 2000 lalu. Tiket seharga SGD 26 per orang dapat diperoleh di counter tingkat bawah. Karena baru dibuka, jadi pengunjungnya masih sepi, sehingga aku dan hubby bisa langsung masuk tanpa menunggu lama di sana. Singapore flyer memiliki 28 kapsul yang dapat memuat 28 orang, berputar 360derajat dengan waktu tempuh satu putaran sekitar 1 jam.

Pemandangan yang kita lihat dari kapsul ini beragam, dari laut lepas, hutan ‘beton’ belantara, Marina Parade, dan racetrack Formula 1.



Mengamati pemandangan melalui kincir angin raksasa memang berbeda, karena kita dapat melihat secara bertahap seiring dengan pertambahan ketinggian. Saat kapsul yang kami tumpangi mencapai titik tertinggi, maka pemandangan yang kami amati lebih spektakuler, terutama saat melihat kapsul di depan meluncur turun perlahan.




Kuala Lumpur, 2008
Skybridge Petronas Twin Tower, satu-satunya tempat bagi pengunjung untuk mengamati pemandangan ala bird eye view paling tinggi di kota Kuala Lumpur. Skybridge terletak di ketinggian 170m di atas tanah, memiliki panjang 58m.



Untuk masuk ke Skybridge, kita dapat mengambil tiket gratis. Jangan dipikir kalau gratis terus langsung dapat masuk ke sana. Untuk antri, paling tidak kita menunggu sekitar satu jam. Saat mencapai counter, sudah nyaris pukul 11 pagi, dan kami baru dapat giliran mengunjungi pukul 3 sore. Tiap hari biasanya sekitar 1700 tiket masuk/orang diijinkan mengunjungi skybridge. Begitu mau masuk, kita juga menunggu sekitar 1-.15jam, untuk pemeriksaan keamanan yang sampai dua kali. Setelah sampai di Skybridge, kitapun cukup kelelahan, dan sayangnya karena Skybridge berada di antara dua menara, maka pemandangan kurang lepas.


Dari skybridge kita dapat melihat sekeliling kota Kuala Lumpur, terutama daerah sekitar Twin Tower. Kota dengan bangunan pencakar langit, taman besar di depan Twin Tower, serta hotel kami yang cukup jauhpun dapat dinikmati dari Skybridge ini. Karena kunjungan di Skybridge hanya maksimum 30 menit, sedang yang diamati juga terbatas, maka pengunjung hanya saling berfoto dan mengamati bangunan-bangunan tertentu di sekeliling menara.


Sydney, 2009
Pemandangan lebih lepas kami nikmati di Sydney Tower. Menara dengan ketinggian 305m ini dibangun pada tahun 1975 dan dibuka untuk umum pada tahun 1981.


Tiket masuk seharga $20, concession, sekalian menonton film 3D dan melihat diorama dapat dibeli di counter. Pemeriksaan masuk tower tidak berbelit-belit dan kita tidak diantar oleh siapapun, langsung masuk ke ruang observasi.


Kita dapat melihat kota Sydney dalam jangkauan 360derajat horizontal. Beberapa tempat yang telah kami kunjungi beberapa hari sebelumnya terlihat lebih menarik dari menara tinggi. Pemandangan Darling Harbour, jembatan Sydney Harbour Bridge, daerah Manly, termasuk airport dapat dilihat dari menara. Beberapa teropong tersedia untuk mengamati obyek lebih detail. Aku menikmati pemandangan berbagai bangunan tinggi di sekitar menara hingga pantai dan teluk di bagian utara kota Sydney.


Shanghai, 2009
Di Shanghai ada tiga menara yang dapat kita kunjungi. Tetapi Pearl Oriental TV Tower menjadi pilihan awal kami. Dek observasi berada di ketinggian 468m, jika dilihat di foto, yaitu di mutiara paling atas. Tiket dapat dibeli di mana saja, apa di terowongan Bund atau di depan Tower. Tiket seharga RMB 97 untuk semua akses hingga ruang observasi tertinggi. Kami diantar oleh mbak pemandu yang keren-keren menuju lantai teratas.


Pemandangan di sekeliling meliputi semua daerah Bund, beberapa tempat di sekitar sungai Huangpu, dan kota Shanghai di bawahnya. Di dinding atas ruangan, dipasang informasi arah dan kota-kota besar di Cina, lengkap dengan jaraknya dari menara Pearl. Karena Shanghai sangat besar, maka perlu waktu cukup lama juga untuk mengamati tiap sudut kota. Shanghai lebih padat, luas, ramai dengan udara cukup mendung. Mendung bukan karena mau hujan, tetapi karena tingkat polusi udara yang sangat tinggi.


Setelah puas mengitari observasi area, kami diarahkan menuju tingkat bawah. Ternyata, ini tempat uji nyali beneran! Deck dibuat dari kaca tebal, tempat orang berjalan mengitari sambil mengamati pemandangan di bawah. Bukan main, rasanya! Reaksi pengunjung bermacam-macam, ada yang dengan santai malah duduk mengamati, ada yang bergandengan dengan istri atau suami, ada yang berlagak fashion show, ada yang jingkat-jingkat takut jatuh, juga ada yang teriak-teriak histeris saat ditarik berjalan di atasnya. Aku hanya berani berjalan di tepi sambil memanggil-manggil hubby yang excited mencoba berjalan di sana. Bagi yang takut ketinggian, mending bagian ini di-skip saja. Selain pemandangan di bawah begitu jelas terlihat, kami juga kuatir-kuatir dikit... soalnya kan, menara ini ‘made in China’, gurau kami berdua sambil berdebar-debar mencari tempat berpegang, karena adrenalin jadi naik saat berada di tempat paling ‘ga nyangka’ ini.




Menara kedua yang kami kunjungi, adalah menara dengan ruang observasi tertinggi di dunia (474m) bahkan setelah Burj Khalifa (828m), Dubai dibuka pada tahun 2010. Ruang observasi Burj Khalifa terletak di ketinggian 442m. Bentuk SWFC (Shanghai World Financial Centre) memang mengadopsi bangunan persegi yang stabilitasnya tinggi. Pintarnya, daerah observasi diletakkan di level paling atas sehingga jadi tempat paling tinggi di dunia (hingga saat ini) untuk mengamati pemandangan kota Shanghai yang menakjubkan.


Tiket masuk sekitar RMB100 per orang. Pengawasan cukup ketat tapi antrian tidak terlalu panjang dan bertele-tele. Kita diantar ke ruangan gelap untuk presentasi sistem keamanan gedung dengan ilustrasi modern menggunakan cubicle kaca sebagai sumber iluminasi cahaya. Berbagai huruf yang dibentuk oleh lampu membantu narrator menyampaikan ucapan selamat datang dan panduang keamanan. Karena kami datang pada tanggal 31 Oktober, jadi di tengah cubicle kaca itu dipasang labu, witch, yang ga jelas hubungannya apa dengan tradisi di Cina. Kemudian kami boleh naik lift dengan kecepatan yang tak pernah kurasakan sebelumnya hingga tiba di puncak gedung, yaitu observasi area. Di sana kami langsung masuk ke ruangan panjang seperti Skybridge di Petronas Tower. Pengunjung dapat merasakan bulu roma berdiri (goosebumps) saat melewati ubin kaca di lantai.


Sama merindingnya saat mendekat ke dinding bangunan yang transparan. Kita dapat melihat Pearl Oriental TV Tower dan Jin Mao Tower, salah satu bangunan tertinggi lainnya di Shanghai. Semuanya terlihat lebih rendah dan kecil. Dari sini pemandangan arah Timur dan Barat Shanghai dapat diamati. Puluhan ribu rumah dan bangunan apartment tersusun rapi di daerah Pudong baru. Walaupun kita tidak dapat mengamati Shanghai 360derajat, tetapi kita cukup senang melihat betapa luasnya Shanghai, metropolitan di negara dengan manusia terbanyak di dunia secara bird’s eye.


Perth,

Alhamdulillah, ya Allah, terima kasih karena telah memberikan kesempatan bagiku untuk melaksanakan perjalanan-perjalanan tersebut.


Next destination?

Thursday, August 5, 2010

Sebuah zona renungan baru: "Ketika aku..."


Sebenarnya aku udah kemas-kemas mau cabut dari blog. Tapi, kok ya, jadi berat... soalnya blog satu-satunya hiburanku saat ini. Macet dikit nulis, tinggal cuap-cuap di blog.

Anyway, baru-baru ini aku dapat inspirasi membuat zona renungan dan muhasabah. Label ‘ketika aku...’ ini terilhami oleh sebuah blog yang menggunakan frase tertentu, seperti ‘gitu loh...’ etc, yang aku tidak ingat lagi. Kupikir frase ini membantuku untuk mengingat, muhasabah dan bersyukur dimulai dengan ‘ketika aku..’ Mari kita ambil manfaat dari curhatan diriku di label ini:D


-------------------------------------------------------------------------------------
Ketika aku... merasa bahwa pasrah itu mendekatkan kita pada rahmat Allah

Pernah tidak merasa sangaaaaaat tertekan, down, tak tau harus bagaimana, berbuat apa, bergantung pada sesiapa. Pendeknya, sangat buntu atau stuck. Seingatku, jika aku sudah mulai ketar-ketir merasa sudah tak berdaya lagi, kuambil bantal untuk menutupi wajahku, dan mulailah aku...

menangis tersedu-sedu,

(saat masih single, menangis di mana saja beres. Mo mewek di tempat tidur, kamar mandi, meja belajar, sambil nyetir, hayoh aja. Sekarang, sudah ada yang disamping dan aku sudah jadi pendamping, acara menangis sembarangan itu bisa menimbulkan tanda tanya, rasa bersalah sampai rasa tak ingin disalahkan pada pasangan. Jadi, aku harus pinter-pinter, kalo mo nangis mesti ke dalam kamar mandi atau di balik selimut biar ga malu-maluin. Hiks!)

Kembali ke ritual menangis tersedu-sedu sambil bertanya pada Allah, ‘mengapa’, ‘bagaimana’, ‘apa sebabnya’, etc, berulang-ulang menumpahkan segala macam emosi yang memenuhi rongga dadaku. Setelah fase tersedu-sedu menjadi terisak-isak, barulah diriku merasa lebih tenang dan mau mencuci muka menghilangkan air mata asin plus ingus yang menempel di tangan, mata dan pipi.

Rasanya begitu lega telah menyerahkan semua pada Allah lewat tangisan heboh tadi. Aku memang sudah tak berdaya lagi menyelesaikan semua, jadi bantuan Allah-lah yang sangat aku harapkan. "Laa haula walaa quwwata illaa billaahil'aliyyil'adzhim", Tiada daya dan tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung.

Jika kuingat-ingat seorang muslim yang baik itu ‘bersyukur saat diberi rahmat, bersabar saat diberi musibah’, maka apapun yang diberikan Allah pasti baik untuk kita.

Aku camkan juga dalam hati, jika ‘apapun keputusan Allah itu selalu baik untuk hambaNya’, karena ‘kita tak pernah tau bahwa hal yang kita sangka buruk, ternyata baik untuk kita, sedang hal yang kita sangka baik, malah berbahaya bagi diri kita’.

Disamping itu, Allah selalu mengikuti ‘prasangka hambaNya’, oleh karena itu, keputusan untuk pasrah, berserah kepada Allah, lalu tetap berusaha seperti biasa, mungkin adalah cara terbaik untuk lepas dari kebuntuan ini.

Beberapa waktu kemudian (dalam hitungan hari, minggu, bulan), tak disangka... insya Allah, ada rahmat Allah mendekati diriku. Biasanya dalam bentuk penyelesaian soal-soal pelik yang sempat kuhebohkan itu. Kadang-kadang berupa ‘kata-kata mutiara’, ‘ralat’, ‘jalan keluar’, bahkan ‘uang saku’, pernah juga ‘calon suami’, wahh... atau ‘surprise tertentu’ yang pokoknya tidak disangka-sangka asal, bentuk dan rupanya, tetapi merupakan jalan keluar kesulitanku saat itu.

Maka, benarlah, Insya Allah, jika sudah sangat ‘stuck’, mari kita pasrahkan semuanya pada Allah, mengakui kebesaranNya, mengakui ketidakberdayaan kita. Lalu biarkanlah Allah menurunkan rahmatNya dalam bentuk apa saja yang kita butuhkan...

Betulkan, pasrah ternyata mendekatkan kita pada rahmat Allah?
biblio: http://www.eramuslim.com/suara-langit/ringan-berbobot/tiga-ucapan-untuk-tiga-kondisi.htm

Sunday, August 1, 2010

Simple Commitments


Saat menjadi mahasiswa,aku sering terkagum-kagum melihat kakak-kakak aktivis di kampus yang punya segudang komitment. Jadi mahasiswa, so pasti, jadi asisten dosen, pengurus himpunan, anggota klub hobi, panitia seminar, moderator, pengurus jama'ah/kelompok pengajian, sampai ada yang kerja paruh waktu di proyek segala. Mencengangkan, betapa tingginya keahlian mereka untuk mengelola waktu demi berbagai komitmen tersebut. Apa tidak puyeng, ya?

Sama begitu masuk di dunia kerja, kitapun berhadapan dengan segudang komitmen. Apalagi kalau sudah menikah, wanita akan punya dua peran, yaitu istri/ibu dan karyawan. Aku ikutan kagum melihat seorang teman yang dengan lihainya mengatur keluarga, memiliki posisi tinggi di kampus dan tetap konsisten berkarya. Subhanallah.

Sayangnya tiap orang tidak secerdas itu dalam mengelola komitmen. Aku pernah ketiban beberapa komitmen dalam satu semester yang semuanya bisa dikatakan tidak begitu sukses. Komitment itu datang sendiri, dengan anggukan, mengiyakan ataupun tak dapat menolak kata yang memberikannya. Alhasil aku pontang-panting memenuhi, sambil berharap komitmen tersebut berkurang. Walaupun tampaknya di dunia kerja, kita mesti mampu mengelola beberapa komitmen jika ingin sukses lebih cepat.

Setelah membaca 'Daily Druxter' mengenai simplify your commitments, 'The Power of Less' dalam bab Simple Commitments, akhirnya aku mengerti bahwa less bukan berarti sedikit. Perbedaannya, apakah kita semakin mencoba melakukan semuanya dalam waktu singkat dan selesai 50-70%, atau mencoba melakukan sedikit secara bertahap tapi tiap pekerjaan selesai 80-90%. Yang pasti, sama seperti saat mengerjakan ujian/tugas kuliah, ada rasa 'berbeda' saat kita belajar sungguh-sungguh dan dapat A, dengan belajar setengah-setengah lalu dapat C.

Tidak mencoba meraih segalanya dalam waktu singkat dengan mengurangi komitmen memiliki efek lebih besar. Kita tidak tergesa-gesa, stress, panik, tidak punya waktu untuk hidup kita, atau kehabisan energi untuk melakukan hal lain. Bandingkan dengan anak-anak kecil jaman kini yang memiliki banyak komitmen setelah sekolah, seperti ekskul piano, renang, melukis, sudoku, karate, kursus bahasa Inggris, dan mengaji. Maka, anak-anak akan kelelahan setelah melakukan semuanya. Mereka cenderung kehabisan energi untuk 'jadi anak-anak' sepulang dari beraktivitas. Jadi seperti itulah diri kita yang bisa kehilangan fokus dan minat karena kelelahan mengerjakan semua komitmen tersebut.

Mencoba mengurangi komitment, paling tidak 5 saja dalam satu tahun/semester mungkin sudah cukup baik. Untuk komitmen yang tidak prioritas, kita bisa memberi tahu si pemberi komitment bahwa kita tidak bisa mengerjakannya. Belajar bilang 'maaf' dan 'tidak', untuk komitmen baru. Pastikan komitmen mana yang paling penting dan paling ingin kita lakukan. Jangan terikat dengan keinginan untuk melakukan sesuatu sebanyak-banyaknya dalam waktu singkat. Terima diri apa adanya dan nikmati setiap pekerjaan dengan sebaik-baiknya. Karena semakin singkat 'to do list', bisa dipastikan semakin fokus dan berkurang tingkat ketergesa-gesaan kita. Jadi bagi yang kelabakan dengan segudang komitmen, ayuk kita belajar mulai menguranginya.

Perth,
Sorry guys, since I've been committed to finish my thesis soon, so, I have to stop blogging until my first draft ready in the next few months.

We'll see if I could get back sometimes.