Wednesday, December 28, 2011

Putus atau Lanjut? (Sebuah Pertanyaan Saat Berada di Persimpangan Hati)

Seorang lelaki dalam acara The Golden Ways- Mario Teguh yang ditayangkan di Metro TV beberapa minggu lalu sempat menangis tersedu-sedu saat bertanya. Ia tampak begitu terluka karena harapan untuk melanjutkan hidup dan membalikkan rasa sakit lewat kesuksesan belum terlaksana. Dia terbelenggu rasa sakit hati akibat cintanya sukses ditolak mantan kekasih.

Tanpa disadari saat berada di persimpangan hati, kita cenderung untuk memperlambat proses pengambilan keputusan. Pengalaman mengajarkan bahwa hal-hal yang berkaitan dengan emosi sering menyulitkan untuk bersikap rasional. Kita takut terluka, karena hati terluka sulit diobati dan penderitaan yang dirasakan lebih lama daripada sakit gigi. 

Dalam acara tersebut, Mario Teguh mengingatkan kita kapan harus ‘putus’ atau ‘lanjut’. Kita harus berani ‘putus’, jika kebiasaan/keadaan tersebut terjadi terus-menerus dan berpengaruh buruk pada seseorang. Tetapi kita harus 'lanjut', saat suatu kebiasaan yang dilakukan membawa kita pada kebaikan. 

Pengambilan keputusan untuk ‘putus’ atau ‘lanjut’ harus didasarkan pada kebaikan untuk diri kita. Jangan berpikir bahwa kita adalah orang egois saat ‘putus’ dengan hal-hal yang tak cocok atau relevan untuk diri. Jangan pula berpikir saat menjadi martir dalam suatu keadaan (lanjut) maka kita telah memberikan win-win solution untuk orang lain. Hal ini jelas tak adil untuk diri kita dan orang lain. Kitapun tidak disarankan untuk mempertahankan status quo atau ‘menggantung’ akibat takut salah ambil keputusan. Masalah ‘gantung-menggantung’ ini jauh lebih berbahaya, karena berkaitan dengan hajat hidup kedua belah pihak dalam jangka panjang.

Dalam hal ini, seorang individu harus belajar memiliki kekuatan hati atau kontrol diri yang kuat. Seseorang yang dapat mengontrol diri akan mencoba lebih rasional dalam memandang masalah. Ia tidak khawatir pada pendapat orang lain. Iapun dapat mengendalikan keadaan dengan lebih baik, sehingga keputusan untuk ‘putus’ atau ‘lanjut’ telah diambil lewat pertimbangan matang. Apapun hasilnya, ia lebih ridha/ikhlas menerimanya. Meskipun rasa sakit ada, tetapi karena keyakinannya dalam memilih, ia jadi tidak berlebihan terbawa perasaan. 

Kembali ke masalah si pemirsa tadi, tidak hanya pak Mario, akupun punya nasihat bagus untuknya. 

Jika ia memang menyayangi dirinya sendiri, sudah sepantasnya ia melupakan si kekasih, tidak takut sakit hati dan melanjutkan hidupnya. Ia harus mampu ‘putus’ dari keadaan tertekan, sehingga dapat bergerak maju ke depan menuju kesuksesan, jangan terlalu lama berada di persimpangan. Ia berhak mendapatkan kebahagiaan dirinya sendiri tanpa dipengaruhi keberadaan si kekasih. 

Sekali melangkah ke depan, seharusnya jangan pernah melihat ke belakang lagi. Ia harus menjadi pribadi yang kuat dan mampu mengendalikan keadaan.

Jangan takut rasa sakit di hati, karena rasa sakit tersebut dapat menjadi tonik penguat di saat-saat ia merasa lemah dalam perjuangan untuk membalikkan keadaan.

Sakit memang, tetapi, kawan, beranilah untuk me’mutus’kan… dan me‘lanjut’kan hidup anda sendiri. 

Pekanbaru,
Take the control of yourself, don’t let others to control yours.


Wednesday, December 21, 2011

11 Fakta Tentang Diriku



Untuk mbak Pu yang sudah memberi pe-er, “bagaimana ini?” 

*hehe, sok panik*

Apa faktanya?

1) Lebih suka berada di ‘balik layar’~ karena berada di depan orang banyak selalu membuatku tidak nyaman

2) Cinta bunga-bunga~ kemanapun aku pergi, menikmati dan memotret bunga-bunga selalu jadi prioritasku

3) Bahagia bisa berpetualang bersama hubby~ hubby selalu berani mencoba hal-hal baru, banyak ide bagus dan pinter baca peta 

4) Suka banget ngeblog~ biar pinter nulis dan bisa bagi-bagi ‘pandangan’ ke orang lain (seperti mbak Puteri)

5) Ingin menemukan sesuatu yang berguna untuk orang lain~ misalnya, bantal kentut (bantal yang bisa ngisep bau kentut, biar orang seruangan tidak pingsan)

6) Tidak pernah absen nonton ‘Mamah dan Aa’~ si mamah Dedeh orangnya tegas banget

7) Ingin hidup di zaman Victorian Era (tahun 1850-1900an)~ saat kehidupan ala Laura Ingalls Wilder, Mr Darcy dan desa Cranford (UK) exists!

8) Tidak suka komedi slapstick dan tayangan model ‘Funniest Video’~ selain terpaksa untuk ngelucu, acara ngerjain orang juga sama sekali ga pernah lucu

9) Memilih  membaca buku-buku bertema keuangan, petualangan dan biografi~ biar hemat, punya survival skill yang tinggi dan bisa belajar dari orang-orang sukses

10) Ingin menerbitkan buku~ non fiksi dan ilmiah

11) Ingin sekali menjadi seorang ‘ibu’ beneran~ doakan ya, teman-teman… 


Makasih ya, untuk pe-ernya, mbak Puteri.

Pekanbaru,




Sunday, December 18, 2011

Dunedin Botanic Garden


Gerombolan Rhododendron berwarna merah jambu menyala menyambut kedatangan siapa saja dari Great King Street North Entrance. Di kota Dunedin, kebun raya berusia lebih dari seratus tahun itu menarik pesona pencinta tanaman dan keindahan alam.


Cahaya di langit sudah mulai berangsur meredup. Beberapa kendaraan yang terparkir di sepanjang kebun raya satu-persatu bergerak meninggalkan lokasi. Tetapi hal itu tidak menyurutkan keinginan pengunjung untuk masuk ke Kebun Raya Dunedin dan menikmati keindahan musim semi di dalamnya.


Setelah dikejutkan oleh kesemarakan Rhododenron jambon, mata akan dimanjakan oleh rumpun bunga beraneka warna di Herbaceous Borders. Taman itu bergaya zaman English-Tudor, terdiri dari rumpun tanaman dengan batang tak berkambium. Tanaman perennials, berumbi dan semak-semak kecil ditata membentuk lukisan warna biru, merah, putih, kuning dan ungu. ‘Melukis dengan warna bunga’, adalah tema taman memanjang di tepi jalan masuk itu. 


Hampir semua bunga semi dapat diamati dalam rumpun-rumpun berwarna-warni Herbaceous Borders. Monarda, Phlox, Penstemon, Daisy, Dahlia, Nepeta dan Alstroemeria memenuhi jejeran warna. Bunga-bunga liar tersebut merona di musim semi, berkembang di musim panas dan berbuah di musim gugur. Di seberang sana, sekelompok poppy berukuran besar dan berwarna merah darah tumbuh menjuntai di rumput, dengan cepat menjadi pusat perhatian.





Sebuah jembatan lengkung klasik dari batu dapat ditemukan di Clive Lister Garden. Berbagai jenis rumput-rumputan ditanam sepanjang jalan menuju jembatan. Berada di atas jembatan sambil memandang air kolam yang hijau dan tenang mengingatkan kita pada keindahan taman-taman khas Asia. Pergola kecil beratap hitam di sudut kolam melengkapi keindahan taman yang kerap dikunjungi unggas ini.




Saat berjalan ke belakang taman air, sebuah bangunan kaca yang dikelilingi bunga-bunga berukuran besar telah menanti. Inilah Winter Garden Glasshouse yang dipenuhi deretan tanaman dari daerah tropis, subtropis, kaktus dan succulents. Hamparan pansy berwarna hitam pekat ditanam di depan glass house, memberi nuansa lain pada tempat tersebut.  


Tak jauh dari Winter Garden Glass House, terdapat ratusan pokok-pokok mawar beraneka warna di Rose Garden. Sore itu, puluhan kuntum mawar mulai bersemi. Tak terbayang betapa indahnya tempat ini saat musim panas menyinggahi Kebun Raya Dunedin beberapa minggu lagi. Pastilah ratusan mawar beraneka bentuk, warna serta semerbak wangi akan memenuhi ‘Rose Garden’.

Bergerak ke tempat yang lebih tinggi di Kebun Raya, terdapat sebuah hutan berisi pohon-pohon besar seperti birch, pinus, dan maple. Beraneka jenis cemara dan pohon-pohon khas empat musim memenuhi Arboretum. Di beberapa sudut, bangku taman kayu diletakkan bagi pengunjung yang ingin duduk diam sejenak menikmati suasana di tengah hutan. 


Seolah ingin memberi kejutan, beberapa rumpun poppy langka berwarna biru dapat ditemukan di Native Plant Collection dekat Arboretum. Koleksi ini meliputi tanaman asli New Zealand, termasuk tanaman dilindungi, alpine dan tanaman asli lahan basah. Berdekatan dengan kebun ini, Geographic Collection mengunggulkan koleksi tanaman dari empat benua, kecuali Antartika.

‘Aviary’, atau tempat habitat burung ditempatkan di sebelah Arboretum. Untuk menjaga habitat unggas-unggas tersebut, pengunjung diminta agar tidak suka mengejutkan atau memberi makan unggas secara liar. Tempat itu dipenuhi oleh burung-burung eksotik dan asli berasal dari Australia dan New Zealand.


Taman seluas 28 hektar yang dibangun pada tahun 1863 menjadi rumah bagi 6800 jenis tanaman. Kebun Raya tertua di New Zealand itu mendapat penghargaan ‘Garden of International Significance’ pada tahun 2010, karena keunggulannya sebagai kebun umum sekaligus tempat koleksi tanaman Setiap bulan Oktober, Festival Rhododendron diselenggarakan di Rhododendron Dell. Tempat seluas empat hektar ini dipenuhi pohon-pohon Rhododendron beraneka warna yang hanya mekar pada musim semi saja.


Di seberang Lindsay Creek yang memisahkan kebun menjadi dua bagian, Rock Garden dengan aneka bunga-bunga dipadu dengan batu-batu yang ditata khusus. Paduan ini menambah asri suasana di sekitar tempat duduk bagi pengunjung yang ingin menikmati Kebun Raya dari ketinggian.




Suasana Kebun Raya Dunedin sangat mendamaikan hati. Kebun sebesar ini terlihat rapi, teratur dan aman. Pengunjung difabel dapat menggunakan jalan-jalan yang datar dan diperkeras dengan aspal dan paving block, sesuai peta Kebun Raya. Mereka dengan mudah dapat mengunjungi hampir seluruh bagian kebun, kecuali Arboretum.

Senja sudah mulai menampakkan diri. Kebun Raya berangsur-angsur ditinggalkan pengunjung. Warna-warni bunga juga terlihat semakin pudar.

 
Pekanbaru,
Subhanallah, Walhamdulillah, betapa indahnya ciptaanMu. 

Wednesday, December 14, 2011

Perjuangan Mendapatkan Beasiswa ADS (Bagian IV-Selesai)

Akhirnya tibalah giliranku untuk bertemu kedua pewawancara beasiswa ADS 2006. Salah seorang Profesor berasal dari University of South Australia, sedangkan pewawancara lain adalah pejabat BPPT. Wawancara tentu saja dilakukan dalam bahasa Inggris.

Awalnya mereka menanyakan hal-hal umum dan seputar studi S2 dahulu di Manchester. Lalu mereka ingin mengetahui rencana risetku di Australia nanti. Kutunjukkan lembar rencana riset, dan diagram sinergi program riset dengan tujuan program ADS. Mereka mengajukan pertanyaan tentang ketersediaan fasilitas dan hubunganku dengan calon supervisor. Kemudian, mereka ingin mengetahui prestasiku di bidang kerja. 

Aku bersyukur karena telah memiliki ‘bekal’ bukti fisik di dalam berbagai folder yang telah kususun berdasarkan jenis pengalaman kerjaku. Setelah beberapa lama akhirnya aku baru bisa tersenyum saat melihat kedua pewawancara mengangguk-angguk sambil melirik satu sama lain. Sedari tadi mereka ingin melihat tingkat ketahananku diganyang pertanyaan sedemikian rupa. Akhirnya kata ‘sanggup’ dan ‘Insya Allah mampu’ yang kuberikan cukup untuk meyakinkan mereka kalau aku bisa menyelesaikan PhD. 

Tak terasa lebih dari 30 menit berlalu aku diwawancara oleh kedua orang tersebut. Benar-benar rekor ujian lisan terlama yang pernah kualami dalam hidup, dan juga wawancara terlama hari itu di antara semua peserta. 

Saat aku keluar dengan wajah lega, semua rekan-rekan di luar ruangan bergegas menyalamiku. Entah karena aku terlalu lama di dalam sana, atau apalah, yang penting aku menghargai sekali perhatian mereka. Bapak pewawancara dari BPPT malah keluar ruangan lalu meminta kartu namaku dan menyerahkan kartu nama beliau. Beliau mengatakan, jika lulus dari PhD nanti, beliau berharap aku menghubungi beliau. Aku  malu sekali. Teman-temanku menaikkan alis mereka sambil tersenyum menggoda. Kita lihat saja saat aku lulus nanti, kataku dalam hati.
 
Setelah wawancara besar selesai, tes IELTS dimulai. Rasanya tingkat kepercayaan diriku melesat drastis setelah mendapatkan pengalaman positif saat wawancara tadi. Biarpun aku merasa sangat mengantuk karena baru saja memakan obat pereda flu, semua soal YES, NO, NOT GIVEN, berhasil juga kuselesaikan. Mungkin karena topik Reading yang diberikan banyak berkisar soal Science dan Technology, sehingga tidak terlalu membutuhkan waktu lama untuk memikirkannya. Bagian IELTS yang paling kukuatirkan, yaitu Speaking dan Writing juga terasa lebih mudah kali ini. Apa pengaruh obat flu dan rasa kantuk atau karena aku sudah pasrah? 

Tetapi di kemudian hari, saat ujian IELTS setelah program EAP kami hadapi, salah seorang teman dengan skor tertinggi mengatakan bahwa soal-soal untuk tes IELTS saat saringan tidak sesulit soal tes yang kami kerjakan IALF Jakarta. Biar begitu, syukur Alhamdulillah, semua tahap dalam seleksi beasiswa ini telah aku selesaikan. Setelah berbulan-bulan berusaha, sambil menunggu hasilnya inilah saatnya berdoa jauh lebih sungguh-sungguh agar Allah memberikan hasil yang memuaskan.


English Academic Preparation di IALF Jakarta

Bulan Februari 2006, aku mendapatkan pengumuman kelulusan tahap wawancara dan IELTS, serta surat undangan untuk datang ke IALF Jakarta. Program EAP (English Academic Preparation) disponsori oleh ADS untuk mempersiapkan kemampuan bahasa Inggris dan persiapan keahlian dalam studi di Australia akan kuikuti 8 minggu. Kelas Eight Weeks (8 minggu) ini diadakan untuk pelamar yang masih memiliki kelemahan dalam bidang Writing dengan skor rata-rata di bawah 6.0. Bersama ratusan teman yang telah berada di IALF Jakarta dalam program berbeda, aku dan teman-teman baru sekelas bergabung dalam berbagai kelas yang dikelola IALF secara profesional. Setiap hari selama 8 minggu kami diberi materi Writing, Speaking, Reading termasuk Culture Shock.

Pada saat itulah, kerja keras di waktu sebelumnya mulai berbuah manis. 

Kami dengan cepat terbiasa untuk rutin belajar bahasa secara mandiri. Hampir setiap pagi aku datang lebih awal bersama beberapa orang lain, duduk menghadap tape recorder, mencoba berlatih Listening. Siang hari setelah waktu istirahat dan makan siang, aku membaca buku dan majalah yang tersedia di perpustakaan IALF. Sore hari, kadang kami memilih belajar selama satu-dua jam bersama-sama teman lain untuk menjadi partner Speaking mereka. 

Sedangkan pada malam hari di tempat kos, aku akan menghabiskan koran Kompas yang secara khusus kulanggan sendiri untuk menambah wawasan dan memperkaya bahan argumentasi untuk Writing. Setiap hari Sabtu dan Minggu, kadang aku lebih suka menghabiskan waktu di kamar untuk berlatih Writing part I dan II. Pendeknya waktu yang ada harus dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan keahlianku di keempat bidang terutama Writing

Alhamdulillah, saat berjuang itupun kami sedang melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadhan, sehingga kurasakan begitu banyak kesempatan untuk khusyuk berusaha dan berdoa. Aku tidak ingin gagal pada tahap akhir proses panjang mendapatkan beasiswa ini. Tentunya hal ini dirasakan oleh ratusan teman-temanku yang sudah berbulan-bulan belajar untuk meningkatkan skor IELTS mereka. 


Beberapa hari sebelum pelaksanaan ujian IELTS sebenarnya ada kabar gembira untukku. Curtin University memberikan unconditional offer letter yang artinya kemampuan bahasa Inggrisku bukan masalah bagi mereka. Tetapi ADS telah mempersiapkan aku untuk tes IELTS sebagai prasyarat mendapatkan beasiswa. Maka aku harus tetap menempuh tes tersebut. Beberapa hari kemudian hasil ujian IELTS diumumkan dan hampir semua orang di kelasku berhasil mendapatkan skor IELTS memuaskan. 


Alhamdulillah, akhirnya undangan itu datang juga!

Perjalanan epik mendapatkan beasiswa itupun berakhir di suatu sore bulan Desember 2006. Sebuah amplop besar dan tebal berisi kontrak antara ADS dengan diriku dan universitas harus ditandatangani oleh pak Rektor dan diriku.  

Yes, inilah momen terakhir dari perjalanan panjang mendapatkan beasiswa. Semua rasa lelah telah lenyap berganti rasa bahagia dan syukur. Seakan tak percaya, begitu banyak persiapan dan usaha yang dilakukan sejak tahun 2004, akhirnya membawaku datang ke Australia untuk memulai hidup baru sebagai seorang mahasiswa PhD. 
Cita-cita untuk mendapatkan biaya sekolah di luar negeri gratis dan mencoba menggali pengalaman baru serta mendapatkan keahlian baru, Masya Allah… dikabulkan oleh Allah. Terima kasih ya Allah, atas karuniaMu yang telah mengundangku bersama keluarga untuk datang menuntut ilmu di Australia. 

Aku akan berusaha sebaik-baiknya agar semua ini tidak sia-sia.

(Selesai)

Terimakasih hubby, keluargaku dan bapak-ibu mertua sekeluarga, yang telah memberi dukungan tiada tara untuk semua usaha mendapatkan beasiswa ini. 
Pekanbaru,

Saturday, December 10, 2011

Perjuangan Mendapatkan Beasiswa ADS (Bagian III)


Aku kembali ke ‘konsultan’ku, milis beasiswa, untuk mencari ‘tips menghadapi wawancara beasiswa ADS’. Beruntunglah di sebuah link aku menemukan semua informasi yang kucari, termasuk bocoran pertanyaan oleh para pewawancara! Tiap tips dan skenario jawaban aku catat baik-baik. Tidak hanya milis, aku juga meminta bantuan suami, rekan kerja, dan seorang teman baik yang untuk membantu memikirkan jawaban yang tepat untuk ragam pertanyaan dalam wawancara nanti. Disamping itu aku masih harus mempersiapkan diri untuk menghadapi ujian IELTS sebagai persyaratan kelulusan beasiswa ADS pada tahap ini. Berbekal bahan-bahan IELTS terbaru dari seorang teman yang pulang dari Inggris dan bahan yang kudapatkan dari internet, aku semakin giat berlatih setiap hari terutama soal Writing dan Speaking

Dua hari sebelum berangkat ke Padang, tiba-tiba aku menghubungi seorang kenalan yang pernah mendapatkan beasiswa ADS untuk mengambil master di University of Queensland. Allah memang Maha Besar! Tanpa kuminta, si kenalan bercerita dengan detil mengenai pengalamannya, trik dan strategi yang digunakannya. Iapun sempat memberikan sebuah tips menarik yang tampaknya menjadi kunci keberhasilan dalam ujian wawancara seorang temannya yang mendapatkan beasiswa PhD. 

Tips tersebut sungguh menarik. Intinya hanya mempermudah kita dalam menyampaikan informasi pada pewawancara lewat alat bantu sederhana. Pada saat wawancara, sering kali kita mengalami kesulitan untuk menerangkan berbagai hal karena keterbatasan kemampuan, waktu dan peralatan. Teman kenalanku tadi menggunakan diagram sederhana berbentuk flow chart atau mind map, diketik di MS Word, untuk membantunya menerangkan rencana riset, sinergi antara riset dengan program ADS, sampai rencana karir. Beliau juga membawa beberapa folder transparan berisi prestasi-prestasi kerja, fotokopi artikel ilmiah yang pernah diterbitkan hingga tulisan mengenai beliau dalam koran lokal. Semua itu tidak hanya tercantum dalam Curriculum Vitae saja dan terlihat abstrak, tetapi divisualisasikan dalam bentuk diagram dan berbagai bukti fisik. 

Subhanallah, satu strategi lagi dari Allah lewat temanku ini! 

Aku merasa seperti akan menghadapi sebuah ujian penting yang akan menentukan arah hidupku. Dalam mencapai suatu target, biasanya aku suka berusaha seoptimal mungkin sehingga tidak ada celah lain yang belum pernah kusentuh, seperti yang disebut orang sini sebagai “I’ve done my homework”. So, aku kerjakan ‘pekerjaan rumah’ku habis-habisan, lalu berserah menunggu hasilnya. 

Pada hari H, aku dan teman sepakat bertemu di tempat wawancara. Beberapa orang pelamar dari berbagai kota di Sumatera juga telah tiba di sana. Dari papan pengumuman, aku melihat nama ‘saingan’ku untuk mendapatkan beasiswa PhD yang berasal dari Universitas Andalas. Beliau memiliki skor TOEFL sangat tinggi, serta mengambil bidang ekonomi yang sering diprioritaskan oleh ADS. Biarpun suasana menjelang wawancara cukup santai, aku sempat ditegur oleh pewawancara saat memberikan briefing untuk tidak terlalu kuatir and just relax. Menurut mereka, untuk sampai pada tahap inipun kami sudah luar biasa, karena bisa masuk menjadi bagian dari 600 pelamar yang lulus persyaratan admistrasi.  

Pukul 10 pagi, wawancarapun dimulai. Tiap orang sesuai dengan nomor urut dipanggil ke dalam sebuah ruangan kantor untuk diwawancara. Sedang peserta lain menunggu dengan sabar di ruangan lain. Semakin lama suasana di tempat itu semakin ‘meriah’. Seseorang yang tampaknya sudah sering mengikuti wawancara ini dengan suara keras dan cepat berusaha menyampaikan berbagai tips bagi orang-orang di sekeliling beliau. 

Tadinya aku ikut mendengar pembicaraan mereka. Tapi, lama-lama kepalaku malah jadi pusing dan deg-degan mendengar berbagai tips yang disampaikan. Kulihat Yessy beranjak ke luar ruangan dan duduk diam-diam di sebuah kursi. Aku ikut keluar dan duduk bersamanya sambil memandangi jalanan sibuk di depan sana. 

“Kita harus bisa mengendalikan pikiran, bukan pikiran yang mengendalikan kita”, kudengar Yessy berkata pelan. 

Wah, betul juga ni, pikirku dalam hati. Jangan sampai aku menjadi gelisah karena berbagai pikiran negatif, harus akunya yang bisa mengendalikan pikiranku supaya tetap tenang. So, akhirnya kamipun duduk diam bersama, berdoa dalam hati sambil sesekali membaca catatan kecil yang ada di tangan kami.  

(Bersambung)

Pekanbaru,





Tuesday, December 6, 2011

Perjuangan Mendapatkan Beasiswa ADS (Bagian II)

Perjalanan super panjang itupun dimulai dengan bergabung dalam sebuah milis beasiswa. Pada awal tahun 2000-an, milis tersebut sangat populer karena memiliki jumlah anggota yang besar dan selalu punya informasi terkini mengenai cara mendapatkan beasiswa-beasiswa top seperti Fulbright, Schevening Award, STUNED, ADS, NZAID yang berjibun peminatnya. Berbagai strategi, pengalaman, link dibagi oleh moderator dan anggota milis. Namun, aku sudah pasti bisa kekenyangan di tengah beragam informasi jika tidak mulai mencari secara spesifik. Untuk itu aku mulai fokus menentukan tempat, fasilitas riset serta keberlanjutan hasil risetku di masa depan. Misalnya aku ingin bersekolah di negara Barat yang menggunakan bahasa Inggris, memiliki cuaca empat musim, dan kualitas pendidikannya diakui oleh DIKTI. 

Setelah berpikir cukup lama, saat itu aku ingin meneruskan studi doktoral di bidang teknologi beton. Bidang tersebut sangat dinamis, sesuai dengan minatku serta mengarah pada temuan baru yang berhubungan dengan isu keberlanjutan (sustainability). Salah satu bidang adalah semen alternatif untuk beton yang menggunakan bahan baku utama abu terbang tanpa semen Portland. Kebetulan riset bahan ini sangat marak di negara tetangga, Australia. Hingga saat itu, Curtin University, University of Melbourne dan Monash University merupakan universitas yang konsisten melakukan riset beton geopolimer dan rajin menerbitkan temuan mereka di jurnal ilmiah. Setelah menghubungi beberapa calon pembimbing di bidang tersebut, jawaban paling positif diberikan oleh Profesor Vijay Rangan dari Curtin University.

Persiapan berikutnya adalah mencari beasiswa dan batas waktu pendaftaran. Aku sempat kecewa karena batas pendaftaran beasiswa ADS tahun 2004 telah ditutup. Tapi, sudahlah, ayobersangka baik kepada Allah, pasti semua ini telah diatur olehNya. Mungkin diriku perlu waktu lebih panjang untuk melakukan berbagai persiapan pendaftaran. Satu tahun bukanlah waktu yang sebentar, tetapi memang ada benarnya bersiap sebaik-baiknya agar sukses mendapatkan beasiswa. Untuk mendapatkan beasiswa semacam ADS dengan rata-rata 5000 pelamar dan alokasi beasiswa 300 setiap tahun, sudah pasti tidak mudah dan memerlukan strategi tertentu. Setiap pelamar perlu memiliki track record bagus, berprestasi di bidang kerja, keahlian bahasa Inggris memadai dan tentu saja yang terbesar adalah bantuan dari Allah. 

Untuk melatih rasa percaya diri dan menambah daftar panjang Curriculum Vitae, tahun itu beberapa artikel untuk diterbitkan di jurnal ilmiah nasional telah dikirim. Untuk meningkatkan kemampuan bahasa Inggris lewat nilai TOEFL dan IELTS, rencana belajar secara mandiri perlu dijalankan. Aku fokus pada bidang yang sangat kukuasai seperti Listening dan Reading agar dapat meningkatkan skor TOEFL dengan drastis. Cara seperti menutup bagian teks di kaca televisi supaya tidak tergoda membaca teks, mendengarkan relay siaran radio BBC, berlatih bahan-bahan Listening setiap pagi menjadi agenda wajib. Di malam hari sebelum tidur, biarpun nyaris ketiduran di meja belajar, sesi Reading sering dilakukan. Setelah beberapa bulan melakukan rutinitas demikian, ujian TOEFL Institutional di pusat bahasa Chevron, Rumbai, kulakukan.

Saat aku mengetahui bahwa skor TOEFL cukup untuk persyaratan beasiswa ADS, semangat semakin menyala untuk melengkapi berkas lain seperti proposal riset. Biasanya tiap sponsor ingin mengukur persiapan dan kecocokan pelamar melalui proposal riset mereka. Supaya mendapatkan berbagai informasi penting seperti arah dan trend riset, fasilitas yang ada serta berbagai paper yang dapat kugunakan untuk menulis proposal riset, aku menghubungi Dr Djwantoro Hardjito, salah seorang alumni Curtin University yang pernah melaksanakan riset di bidang ini. Pada saat bersamaan, riset kecil-kecilan mengenai potensi beton geopolimer yang dibuat dari abu terbang dan abu sawit hasil pembakaran di pabrik kertas dan limbah dari PTPN mulai kurintis di kampus. Riset tersebut mendapat dana dari Program Hibah Kompetisi Internal dan dikerjakan bersama dengan tiga orang mahasiswa Tugas Akhir dan lima orang staf lain. Semua itu aku rasakan sebagai bantuan tak terhingga dari Allah yang datang pada saat bersamaan guna melancarkan usaha-usahaku. 

Tak terasa sudah hampir tiba waktunya untuk menyerahkan berkas pendaftaran pada bulan Agustus 2005. Semua pertanyaan dalam formulir aplikasi dengan cermat kuisi dipandu berbagai tips dari beberapa milister yang pernah mendapatkan beasiswa ADS. Beberapa pertanyaan harus dijawab dengan hati-hati, misalnya hubungan program ADS dengan riset yang diambil di Australia dan sumbangannya untuk pembangunan Indonesia, pastilah memiliki poin lebih dalam seleksi awal. Setelah lengkap, formulir dan berbagai lampiran yang diperlukan kukirim satu minggu sebelum batas akhir pengumpulan. 
 
Dipanggil wawancara

Beberapa bulan menunggu tanpa kabar, suatu hari di bulan November 2005, ibuku menyodorkan sebuah amplop tebal. Kukira siapa saja pasti akan terkejut menerimanya. Amplop itu berisi surat panggilan untuk menghadiri wawancara dan tes IELTS dari ADS! Rasanya seperti bermimpi! Salah seorang temanku, Yessy Olivia juga dipanggil untuk menghadiri wawancara yang sama di Padang pada bulan Januari 2006. Syukurlah mereka memberikan cukup waktu bagi diriku untuk bersiap-siap, karena tes akan diadakan 3 bulan lagi. 

Pada saat itu ADS hanya memberikan 300 beasiswa setiap tahun. Sebanyak 10% dialokasikan untuk pendaftar studi doctoral dengan jumlah 10% untuk bidang Teknik. Walaupun hanya ada 10 orang yang mendapatkan beasiswa PhD untuk bidang Teknik, aku tidak mau kuatir duluan, karena ada hal lain yang dapat meninggikan kans diriku. ADS memprioritaskan wanita dan bekerja sebagai PNS. Jadi, aku perlu mengatur strategi agar langkahku hingga tahap ini tidak terhenti. Saat itu aku fokus meningkatkan skor IELTS dan berusaha tampil cemerlang dalam wawancara awal di Padang.

(Bersambung)

Pekanbaru,

Friday, December 2, 2011

Perjuangan Mendapatkan Beasiswa ADS (Bagian I)

Sewaktu masih kecil aku tidak pernah bermimpi untuk melanjutkan sekolah ke luar negeri. Mungkin karena saat itu aku belum terpikir manfaatnya atau memang keadaan ekonomi keluarga menjadi salah satu alasan. 

Tetapi di sekelilingku, beberapa orang teman sekelas bisa sangat beruntung menghabiskan masa kecil mereka di Amerika dan Inggris. Rata-rata mengikuti orang tua mereka yang dinas di luar negeri selama beberapa tahun. Pada saat itu, beberapa teman sempat menghilang dari kelas lalu kembali ke kelas dan sekolah kami beberapa tahun kemudian. Mereka terlihat lebih keren, rileks, banyak bercerita tentang keasikan sekolah di sana dengan semua pengalaman menarik dalam kehidupan sehari-hari. 

Diam-diam setelah mendengarkan kisah-kisah mereka, aku meminta pada Allah agar suatu hari dapat diundang bersekolah di luar negeri juga.

Mengapa ingin bersekolah di luar negeri?
Biasanya orang memilih bersekolah di negeri lain karena ingin mendapatkan pendidikan yang lebih baik dengan fasilitas menunjang dan mendapatkan pengalaman hidup berwarna. Biarpun pendidikan di dalam negeri tidak kalah pamornya, orang tetap berlomba-lomba bersekolah di luar negeri. Kampus-kampus di negara maju memiliki perpustakaan dan dukungan teknologi informasi yang lebih canggih. Kecepatan memperoleh informasi dari ribuan basis data memang sungguh menggiurkan, apalagi bagi para periset. Umumnya tiap universitas menjadi semacam one-stop-shopping place, tempat mahasiswa belajar, berlatih, meriset, bergaul, belajar bekerjasama dengan pihak industri, hingga mendapatkan pekerjaan melalui pameran karir di kampus. 

Universitas di luar negeri juga menawarkan kelas tambahan bagi yang membutuhkan keahlian bahasa Inggris dalam membaca dan menulis, kelas keahlian riset bagi mahasiswa paska sarjana maupun seminar-seminar dari pakar industri. Belum lagi suasana kampus yang sangat kental aroma akademiknya. Para staf pengajar selalu berada di kampus dan bisa ditemui kapan saja. Perpustakaan di kampus umumnya seperti toko buku besar dengan berbagai koleksi jurnal, buku dan majalah terbaru. Mahasiswa bisa belajar dengan santai di perpustakaan yang menyediakan ruang belajar dan cluster komputer hingga pukul 9 malam.

Tiap mahasiswa postgraduate mendapatkan workstation lengkap komputer baru, internet, printer dan mesin fotokopi yang seratus persen menunjang riset tersedia di sana. Kampus dilengkapi dukungan teknis dari berbagai staf IT, perpustakaan dan security demi kelancaran studi dan riset. Berbagai fasilitas juga ditawarkan untuk para periset seperti dana penelitian sudah termasuk dalam biaya kuliah, dana konferensi, sampai dana kursus keahlian tertentu. Jika beruntung, kadang ada riset kolaborasi yang bisa dikerjakan dengan pihak industri, universitas atau pusat riset di negara lain. Semua itu menjadi semacam kemewahan dalam riset yang sangat berpengaruh pada kualitas penelitian dan sikap kita sebagai seorang peneliti.

Pengalaman hidup yang ingin dirasakan para mahasiswa luar negeri bisa beragam bentuknya. Bisa berupa kesempatan mengalami secara langsung gaya hidup yang sangat berbeda di negara sendiri. Turut terlibat kegiatan yang diadakan masyarakat setempat sampai merasakan sendiri peraturan-peraturan dasar dalam kehidupan mereka. Belum lagi cuaca empat musim yang dapat mempengaruhi kinerja dan gaya hidup di sebuah negara. Seringkali mahasiswa kita menjadi lebih kreatif dalam memasak, seperti di saat perut meminta masakan asli Indonesia tetapi dengan bumbu terbatas. 

Kita belajar menikmati kehidupan teratur seperti orang Barat yang cenderung sangat menikmati hidup. Mereka, khususnya di Australia, seperti memiliki waktu untuk bekerja dan bersantai, dua hal yang boleh dibilang sudah tidak seimbang lagi dalam kehidupan manusia modern. Bonus lain dari sekolah di luar negeri yaitu dapat mengunjungi tempat-tempat wisata menarik tanpa harus mengeluarkan biaya mahal karena sudah berada dekat dengan tempat tersebut. Kunjungan ke tempat-tempat menarik tersebut pastilah menjadi pengalaman indah bagi tiap orang yang dibungkus dalam kesibukan dan kepadatan waktu belajar saat di luar negeri. Kukira, dua hal tersebut juga menjadi motivasiku belajar di luar negeri.

Bertekad untuk mencoba mendapatkan beasiswa sendiri
Tiap keinginan yang besar pastilah memerlukan pengorbanan besar pula. Lalu, pertanyaan besarnya, siapa yang akan mengeluarkan uang milyaran rupiah untuk membiayai cita-citaku itu? Kemudian, jenis sekolah apa pula yang harus aku pilih di lautan universitas dunia ini? Dulu ada program TPSDP, sejenis hibah yang diperoleh secara kompetisi oleh jurusan dengan sebagian komponen biaya dapat digunakan untuk studi lanjut S2/S3 di luar negeri. Tetapi alangkah lamanya proses itu dan tahap yang dilaluipun sangat memakan tenaga. Disamping itu pemilihan sekolah yang cocokpun harus didasarkan pada riset bermanfaat dan dapat diaplikasikan untuk peningkatan bidang ilmu di kampus Teknik Sipil Universitas Riau. Semua kriteria dasar itu cukup menggelitik pikiran dan hatiku untuk mencari jalan keluarnya. Tiada jalan lain, kecuali mengikuti kompetisi beasiswa yang ditawarkan oleh suatu badan atau universitas di luar negeri.

(Bersambung)

Pekanbaru,