Friday, February 14, 2025

Berpetualang di bumi USA

Belajar dari serunya menjadi seorang Visiting Scholar di University of Adelaide (2019) dan Drexel University (2023), aku mendaftar beasiswa Fulbright Visiting Scholar Program pada akhir tahun 2023. Pada tanggal 31 Agustus 2024, aku berangkat dari Pekanbaru menuju Jakarta untuk memulai perjalanan panjang menuju Philadelphia dengan transit di bandara Narita dan Denver, Colorado. 

Benarlah kata banyak pengelana. Pengalaman terbaik datang dari keberanian untuk berada sendirian di sebuah tempat atau suasana baru. Aku tidak memiliki banyak pilihan apalagi tempat bertanya, sehingga seringkali harus bersabar dalam menelusuri informasi dan berkomunikasi dengan helpdesk. Tetapi semakin sering dilakukan, nalar dan kemampuanku semakin bertambah. Fase ini sangat kusukai, karena learning and doing by learning untuk menambah skill; is my favorite activity. Kemampuan untuk survive menjadi salah satu skill penting di abad ini untuk meningkatkan flexibility, resilience dan adaptability. Aku bercerita tentang dua hal, sistem check in pesawat ANA yang tidak dapat diakses, sedangkan aku harus duduk di baris paling depan supaya bisa lari ke pesawat yang membawa ke Denver tanpa harus berbaris di belakang penumpang lain. Kedua, tentang waktu transit yang hanya 45 menit di bandara Narita, means, saat pesawatku landing, pesawat berikutnya sudah boarding. Aku hanya bisa mengatur rasa cemas supaya tidak overthinking dan punya harapan untuk bisa berangkat sesuai jadwal penerbangan yang diberikan.

Sesampainya di USA, semua kecemasan dan ketakutan di suasana baru seolah larut karena keletihan setelah perjalanan panjang hampir 34 jam dari Indonesia. Awalnya aku ingin menunggu hingga matahari terbit untuk keluar bandara. Ternyata aku tiba lebih awal dari perkiraan, sehingga pukul 12 malam semua koper sudah lengkap di tangan. Aku memberanikan diri untuk memesan Uber, tetapi sebelumnya ingin mengetahui pick up point di terminal E, bandara Philadelphia. Setelah melihat tempat itu dipenuhi oleh penumpang, tanpa pikir panjang aku bergerak menuju taksi bandara berwarna kuning. Kusebutkan alamat yang kutuju kepada driver, kemudian dia menyebutkan fare USD33, untuk perjalanan cukup jauh tersebut. Sambil duduk dengan perasaan lega karena telah di dalam taksi, aku mulai berzikir untuk menghilangkan perasaan cemas lain. Untunglah supir tersebut seorang muslim Ethiopia. Aku mulai mengujinya dengan beberapa pertanyaan seperti masjid, tempat makan halal, daging halal, dan ibadah shalat Jumat di Philadelphia. Alhamdulillah, dia memang muslim tulen, karena jawabannya sesuai. Allah kirimkan orang ini untuk menjemput dan mengantarku ke akomodasi di Powelton Avenue. 

Semua tempat yang pernah kita kunjungi memberikan kesempatan untuk melihat hal-hal baru. Sedangkan suasana baru membantu menciptakan memori dan menambah ilmu tentang manusia, alam dan budaya. Pikiran serta hati kita menjadi lebih luas dari sebelumnya. Pemahaman kita terhadap hidup dan proses alamiahnya juga terus bertambah. Penerimaan kita tentang perbedaan budaya dan pandangan hidup berkembang melalui pertemuan-pertemuan dengan orang-orang lain. Begitu dalamnya makna 'keluar dari zona nyaman' kehidupan,  sehingga kita menjadi 'orang baru' dengan kemampuan dan sudut pandang berbeda. Hal itulah yang terjadi begitu tiba di Philadelphia. Meski aku pernah datang sebelumnya ke USA, tapi kali ini aku punya waktu mencerna semua yang ditawarkan Allah dalam hidup saat aku berpetualang di negara ini. Hal yang sama juga terjadi saat aku tinggal di Eropa, dan Australia. Tidak ada waktu tanpa belajar menerima dan memahami, terutama saat semua terasa berbeda bagi kita.

Post ini akan menjadi tulisan pertama dari petualangan panjang selama hampir 4 bulan di USA. Cerita-cerita petualanganku akan kembali diupdate di blog ini, untuk berbagi dan menginspirasi kita semua agar travel more, experience world more dan growing more dalam hidup. 

Pekanbaru, 



Tuesday, January 28, 2025

When You Have to Leave and Say Goodbye Properly

 This post is not about relationships with people you love but with yourself and the place and situation you've been visiting temporarily. It is about saying goodbye in one stage of your heroic journey. 

I recently became a visiting scholar in the US. Although it was only for a few months, I knew I would experience a culture shock and a reverse culture shock. And I want to speed up the process. 

I have some reasons to do that. From my previous experiences living in the UK and Australia, the most crucial factors are adaptability and flexibility. New environments, cultures, geographical locations, and people make us uncomfortable because we are not in our element. Things we know change into new knowledge almost every day. The only thing that could save us is my attitude and mindset. I am prepared to adapt if I am observant and have a common ground. 

So, to speed up the process, there is nothing more than to do your homework. Think about the situation and how you are going to handle it. If you come into a new environment, rather than worrying so much about the new situation, just jump and become a part of the situation. It helps to understand the limitations and the strengths, and then you know that the reality is not as awful as what you've been thinking. Suddenly, you forget about your anxiety and start to enjoy the process or the journey. 

In reverse, when you return home, just think of how comfortable you were in the position. But when I returned, I was still the same person, but with a new attitude and knowledge. Understand that you have to undergo the process of culture shock again, but it won't be scary this time because you return to your initial environment. It's just another process; you will pass the transition very quickly because, you know, this time, you don't have the anxiety. Another tip is to properly say goodbye to anyone, anything, and any place once served you. It helps to acknowledge that they are a part of your heroic journey because of the lessons and joy that you've been experiencing. Acknowledging it means you're ready to let them go and exciting for the next role in your life back home. 

It is time to leave and say goodbye, properly. 

Pekanbaru,

Saturday, May 28, 2022

Hobi Mendaftar

Sering mengamati kan, dalam sebuah kegiatan akademik kadang-kadang yang mendaftar biasanya banyak sekali. Akan tetapi pada saat acara biasanya sekitar hanya 50-70% saja pada hari-H. Hal itu yang disebut hobi mendaftar dan banyak dilakukan orang-orang di sekitar kita. 

Atasan saya yang dulu sering mengeluh mengenai perilaku demikian karena kerap merugikan penyelenggara dalam hal konsumsi. Pendaftar kegiatan pembukaan English Club mencapai 66 orang pada saat itu. Pelaksana sudah bersuka-ria menyusun kursi dan memesan snack sebanyak pendaftar. Akan tetapi, peserta yang hadir tidak lebih dari 10 orang! Luar biasa penurunannya. Sejak saat itu kami mulai melakukan perhitungan saat membuat sebuah kegiatan baik offline maupun online. 

Pada saat membuat sebuah kegiatan saya biasanya memiliki perhitungan khusus. Apalagi di masa-masa webinar seperti sekarang. Apabila disampaikan bahwa pendaftar kegiatan webinar sudah mencapai 100 orang, maka saya selalu minta dipush sampai 150 orang. Artinya panitia harus sangat aktif mengumpulkan lebih banyak pendaftar dengan berbagai cara. Menurut pengalaman saya, biasanya sekitar 30-50% dari jumlah tersebut pasti tidak hadir pada saat kegiatan. Sehingga dengan menambah jumlah pendaftar lagi, kita mendapatkan jumlah peserta yang hadir lebih tinggi dari sebelumnya. 

Bagaimana cara menambah pendaftar? Saya sering memanfaatkan jejaring untuk minta bantuan sharing informasi. Selain itu saya jemput bola, mengundang teman-teman yang mungkin membutuhkan acara tersebut. Kadang-kadang broadcast di status wa atau ig. Sepertinya tergantung topik juga, apabila sangat umum dan diperlukan, biasanya orang-orang banyak yang ingin mengikuti. 

Kebiasaan suka mendaftar ini juga terjadi pada berbagai grup umur dan latar belakang. Beberapa waktu lalu saya dan teman-teman dalam suatu organisasi mendapat kesempatan untuk menulis buku autobiografi bersama-sama. Pada awalnya peserta yang ingin ikut sangat banyak, sehingga  direncanakan akan dibuat 5 buku. Apabila satu buku terdiri dari 11 orang penulis, maka terdapat 55 orang terlibat dalam penulisan kelima buah buku. Akan tetapi mentor kami sudah berpengalaman dengan tipikal semangat sesaat ini. Beliau  tetap apresiasi keinginan kami, tetapi ia menyampaikan hal yang realistis juga mengenai kemungkinan besar hanya satu buku saja yang terbit. Bukannya pesimis, beberapa orang dari kami semakin merasa dikompori untuk mengikuti kegiatan itu! Benar saja yang disebutkan oleh mentor kami, karena sekitar 6 bulan kemudian hanya 15 orang dari 55 orang pendaftar berhasil menyelesaikan tulisannya. Sisanya sudah menyerah pada tahap awal dan tidak pernah merespon kembali pesan-pesan untuk meneruskan. 

Tetapi setelah diingat-ingat, rupanya saya juga sering begitu. Kadang muncul tawaran kegiatan A yang menarik minat saya, tanpa pikir panjang saya langsung mendaftar. Kemudian ada kegiatan B yang menurut saya relevan dengan pekerjaan, saya pasti lekas mengisi form pendaftaran. Setelah itu saya tidak ingat lagi tanggal-tanggal kegiatan tersebut. Kadang kegiatannya sudah selesai, baru saya ingat bahwa sudah mendaftar. Nah, perilaku seperti ini awalnya karena FOMO = Fear Of Missing Out, atau suka takut ketinggalan kejadian atau event. Bisa jadi juga terjadi karena punya semangat tinggi tapi tidak dibarengi dengan waktu dan kapasitas diri atau masalah komitmen. Problem lain adalah karena tidak fokus dan kurang prioritas dalam bekerja, sehingga semua distraksi dan disrupsi terasa penting. 

Barangkali cara tepat untuk menghilangkan kebiasaan hobi mendaftar bisa dengan memilih topik-topik yang sesuai dengan prioritas kerja saat itu. Kemudian sebelum mendaftar dicek dulu apakah waktu kegiatan bertepatan dengan pekerjaan lain atau kegiatan lain. Selanjutnya saat sudah mendaftar dan ada waktu luang, sebaiknya mengusahakan tetap ikut karena penyelenggara pasti sudah berharap. Barangkali ada topik baru, jejaring baru atau inspirasi baru yang bisa didapatkan dari kegiatan tersebut. Selain itu kita belajar untuk tidak php penyelenggara dengan hobi mendaftar yang kita lakukan. 

Pekanbaru,

Thursday, October 14, 2021

Mengalami Fatigue atau Burn Out

Setelah 'marathon' mengerjakan sebuah project penting selama berminggu-minggu atau berhadapan dengan 'tsunami' gelombang besar dalam pekerjaan, tak heran kita bisa mengalami fatigue atau burn out. Tanda-tandanya adalah kelelahan, stamina menurun, sulit berpikir dan berkonsentrasi, serta tidak berminat menyelesaikan pekerjaan seperti biasanya. 

Untuk menghindari fatigue terkadang sulit juga karena beban kerja bertumpuk pada waktu tertentu tidak bisa dihindari. Apakah fatigue bisa diatur supaya tidak terjadi atau diminimalisir dampaknya sehingga tidak perlu istirahat sementara dari pekerjaan. Tentu hal seperti ini bisa dihindari selama kita melakukan beberapa hal berikut. 

1) Buat perencanaan waktu dalam bekerja dan perhatikan tenggat waktunya. Misalnya menulis memerlukan waktu 3 minggu dari mengolah data sampai mengumpulkan artikel. Maka kita harus membagi-bagi waktu supaya bisa fokus dalam tiga minggu menyelesaikan target. Jika tulisan dikerjakan maksimum 3 jam sehari, maka dalam 3 minggu x 5 hari kerja x 3 jam = 45 jam, maka kita punya 45 jam mengerjakan satu tulisan sampai terkumpul ke sistem jurnal online. 

2) Bekerja dalam chunck atau waktu-waktu kecil. Gunakan teknik Podomoro atau teknik apa saja, yang penting dalam 25-30 menit yang kita set menggunakan timer/stopwatch tersebut, kita tidak bisa multitasking. Misalnya waktu menulis 3 jam sehari, dibagi menjadi 6 sesi 30 menit, yang bisa dikerjakan tidak berturutan. Pada saat bekerja dan timer berjalan, kita tidak diizinkan lihat media sosial, atau bolak-balik mencari lagu yang pas di youtube untuk mengiringi pekerjaan, atau merespon email, dan hal-hal lain yang mengganggu flow pekerjaan. 

3) Buat persiapan lebih awal. Terkadang bekerja di pelayanan masyarakat dengan sistem online, kita bisa mempersiapkan materi lebih awal, mempersiapkan email lebih awal, menyusun file di awal waktu, dan berbagai hal lain yang tidak perlu dikerjakan multitasking. Masukkan kuota Podomoro tadi ke pekerjaan kita dan siapkan di waktu lain kemudian kirim email atau file menggunakan teknik schedule send. Dengan hal ini, jika kita mendapat respon, kita tidak perlu repot-repot merespon sambil menulis pesan lain karena melakukan hal tersebut bisa melelahkan batin. Pre-schedule semua email dan kegiatan, akan membantu kita mengurangi fatigue. 

4) Ambil break secara berkala. Setelah membagi-bagi waktu menjadi chunks kecil, kita bisa mengambil break selama 10-15 menit untuk menyegarkan pikiran. Highly intensed work jika tidak dibarengi relaksasi akan menyulitkan kita kembali relax pada saat diperlukan. Cari kegiatan yang tidak berhubungan dengan pekerjaan, seperti berjalan di luar rumah, menyusun buku, membuat kopi maupun mengurus tanaman meski hanya beberapa menit. Hal ini dapat menghindari mental breakdown karena terlalu fokus dan menyegarkan fisik setelah duduk beberapa lama menyelesaikan chuncks secara marathon. 

5) Istirahat beberapa hari jika kondisi lelah mulai terasa. Biasanya kepala pusing, sulit tidur, badan pegal, mulai flu ringan atau batuk. Kelelahan demikian memang tidak membawa kita maju dalam penyelesaian pekerjaan, tetapi karena badan dan pikiran sudah tidak sinkron lagi maka kita akan sulit mempertahankan semangat kerja serta menghasilkan pekerjaan berkualitas. Tidak mengapa break 1-2 hari khusus tidur, makan makanan sehat, minum air dan mengalihkan pikiran ke hal-hal yang lebih relax. Fatigue akan lebih mudah dihindari karena kelelahan fisik dan batin dalam jangka panjang berpotensi telah diatasi dengan istirahat secara total dari hal-hal berat terkait pekerjaan. 

Strategi menghindari fatigue sangat bermanfaat di masa working from home seperti ini karena pekerjaan seperti tak berbatas ruang dan waktu, terus berdatangan dan mengalir dengan semua tenggat pendek. Selama ada kemajuan pekerjaan, maka hal tersebut cukup membantu kita untuk terus bergerak menyelesaikan. Akan tetapi jika kemajuan dilakukan di akhir tenggat, maka potensi fatigue akan terjadi dan kelelahan menyebabkan kita tidak menghasilkan pekerjaan berkualitas sesuai tenggat waktu. 

Pekanbaru,

Thursday, October 7, 2021

Kualitas atau Kuantitas


Paradoks apakah kualitas atau kuantitas yang lebih penting sudah lama menjadi isu dalam bekerja.

Ada beberapa poin untuk menilai apakah melakukan pekerjaan kualitas dahulu atau kuantitas yang paling signifikan dalam menghasilkan pekerjaan.

Pertama, pekerjaan berkualitas membutuhkan rencana, strategi, kecermatan, disiplin, manajemen resiko dan fokus penuh dalam penyelesaiannya. Persiapan menentukan hasil, sehingga pekerjaan berkualitas memerlukan waktu lebih lama dalam tahap persiapan, pelaksanaan dan evaluasi akhir. 

Kedua, pekerjaan berkualitas memberikan hasil lebih baik dengan dampak besar dalam jangka panjang. Biasanya setelah beberapa lama, pekerjaan tersebut masih terus menjadi acuan/pedoman bagi pekerjaan-pekerjaan lain terkait. Long lasting impact. 

Ketiga, pekerjaan berkualitas harus dilakukan untuk proyek yang terkait dengan banyak stakeholder atau pengguna agar semua pihak dapat merasakan manfaatnya dalam jangka panjang. Pekerjaan seperti ini akan meningkatkan efektivitas dan efisiensi semua pengguna dan jejaring mereka sehingga dapat menghemat waktu dan biaya. 


Sedangkan pekerjaan dengan kuantitas tinggi juga perlu dilakukan dengan beberapa pertimbangan.

Pertama, pekerjaan tersebut dapat meningkatkan kinerja dalam jangka pendek dan tidak terlalu banyak pengguna terlibat di dalamnya.

Kedua, pekerjaan tersebut memberikan dampak yang dapat dirasakan langsung dan tidak mencari efek jangka panjang.

Ketiga, pekerjaan tersebut dapat dilakukan dengan memaksimalkan 50-60% sumber daya sehingga jumlah pekerjaan dapat ditingkatkan. 


Barangkali berdasarkan pertimbangan di atas, sekarang kita bisa memikirkan apakah kita akan mengejar kualitas atau kuantitas. 


Akan tetapi, dalam surat Al-Insyirah ayat 7 dinyatakan:

فَإِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْ

Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.

Mudah-mudahan sekarang semua sudah jelas ya.