Sering mengamati kan, dalam sebuah kegiatan akademik kadang-kadang yang mendaftar biasanya banyak sekali. Akan tetapi pada saat acara biasanya sekitar hanya 50-70% saja pada hari-H. Hal itu yang disebut hobi mendaftar dan banyak dilakukan orang-orang di sekitar kita.
Atasan saya yang dulu sering mengeluh mengenai perilaku demikian karena kerap merugikan penyelenggara dalam hal konsumsi. Pendaftar kegiatan pembukaan English Club mencapai 66 orang pada saat itu. Pelaksana sudah bersuka-ria menyusun kursi dan memesan snack sebanyak pendaftar. Akan tetapi, peserta yang hadir tidak lebih dari 10 orang! Luar biasa penurunannya. Sejak saat itu kami mulai melakukan perhitungan saat membuat sebuah kegiatan baik offline maupun online.
Pada saat membuat sebuah kegiatan saya biasanya memiliki perhitungan khusus. Apalagi di masa-masa webinar seperti sekarang. Apabila disampaikan bahwa pendaftar kegiatan webinar sudah mencapai 100 orang, maka saya selalu minta dipush sampai 150 orang. Artinya panitia harus sangat aktif mengumpulkan lebih banyak pendaftar dengan berbagai cara. Menurut pengalaman saya, biasanya sekitar 30-50% dari jumlah tersebut pasti tidak hadir pada saat kegiatan. Sehingga dengan menambah jumlah pendaftar lagi, kita mendapatkan jumlah peserta yang hadir lebih tinggi dari sebelumnya.
Bagaimana cara menambah pendaftar? Saya sering memanfaatkan jejaring untuk minta bantuan sharing informasi. Selain itu saya jemput bola, mengundang teman-teman yang mungkin membutuhkan acara tersebut. Kadang-kadang broadcast di status wa atau ig. Sepertinya tergantung topik juga, apabila sangat umum dan diperlukan, biasanya orang-orang banyak yang ingin mengikuti.
Kebiasaan suka mendaftar ini juga terjadi pada berbagai grup umur dan latar belakang. Beberapa waktu lalu saya dan teman-teman dalam suatu organisasi mendapat kesempatan untuk menulis buku autobiografi bersama-sama. Pada awalnya peserta yang ingin ikut sangat banyak, sehingga direncanakan akan dibuat 5 buku. Apabila satu buku terdiri dari 11 orang penulis, maka terdapat 55 orang terlibat dalam penulisan kelima buah buku. Akan tetapi mentor kami sudah berpengalaman dengan tipikal semangat sesaat ini. Beliau tetap apresiasi keinginan kami, tetapi ia menyampaikan hal yang realistis juga mengenai kemungkinan besar hanya satu buku saja yang terbit. Bukannya pesimis, beberapa orang dari kami semakin merasa dikompori untuk mengikuti kegiatan itu! Benar saja yang disebutkan oleh mentor kami, karena sekitar 6 bulan kemudian hanya 15 orang dari 55 orang pendaftar berhasil menyelesaikan tulisannya. Sisanya sudah menyerah pada tahap awal dan tidak pernah merespon kembali pesan-pesan untuk meneruskan.
Tetapi setelah diingat-ingat, rupanya saya juga sering begitu. Kadang muncul tawaran kegiatan A yang menarik minat saya, tanpa pikir panjang saya langsung mendaftar. Kemudian ada kegiatan B yang menurut saya relevan dengan pekerjaan, saya pasti lekas mengisi form pendaftaran. Setelah itu saya tidak ingat lagi tanggal-tanggal kegiatan tersebut. Kadang kegiatannya sudah selesai, baru saya ingat bahwa sudah mendaftar. Nah, perilaku seperti ini awalnya karena FOMO = Fear Of Missing Out, atau suka takut ketinggalan kejadian atau event. Bisa jadi juga terjadi karena punya semangat tinggi tapi tidak dibarengi dengan waktu dan kapasitas diri atau masalah komitmen. Problem lain adalah karena tidak fokus dan kurang prioritas dalam bekerja, sehingga semua distraksi dan disrupsi terasa penting.
Barangkali cara tepat untuk menghilangkan kebiasaan hobi mendaftar bisa dengan memilih topik-topik yang sesuai dengan prioritas kerja saat itu. Kemudian sebelum mendaftar dicek dulu apakah waktu kegiatan bertepatan dengan pekerjaan lain atau kegiatan lain. Selanjutnya saat sudah mendaftar dan ada waktu luang, sebaiknya mengusahakan tetap ikut karena penyelenggara pasti sudah berharap. Barangkali ada topik baru, jejaring baru atau inspirasi baru yang bisa didapatkan dari kegiatan tersebut. Selain itu kita belajar untuk tidak php penyelenggara dengan hobi mendaftar yang kita lakukan.
Pekanbaru,