Hari ini aku diberi ’kado indah’ oleh teman. Sudah beberapa hari ini aku kecapekan karena terlalu sibuk dengan rencana-rencana ngebut ngerjain thesis. Antara lain, bikin 26 mixes beton, tulis empat paper (iya, empat dalam 2 bulan) dan mo ngebut nyelesein semua tes-tes yang sudah saatnya dikerjakan. Kebayang, kan puyengnya? Jadi aku agak-agak kurang tidur, stress ringan, kecapekan, punggung pegal-pegal... agak mudah emosi, apalagi kalo udah menyangkut kerjaan lab dan orang lab. Mungkin kondisiku yang tampak tak keruan ditambah lagi dengan warna baju dan jilbab kurang cocok dengan warna kulitku (masa, sih?) membuat teman mulai berkomentar.
Mulanya cerita-cerita biasa tentang target-target riset, soalnya udah di awal tahun ketiga riset. Lama-lama kok, teman jadi mulai menyinggung-nyinggung soal caraku mengatasi keadaan nih. Aku mulai bercerita bahwa kadang-kadang aku menggunakan herbal untuk bisa tidur. Saat tubuh lelah, banyak pikiran, deadline menanti... semua ide-ide terasa beterbangan di kepala. Tubuh seperti tidur, tapi tidak masuk ke zone nyenyak. Kayak zombie... tidur enggak, bangun enggak... Aku tidak menyangka kita bisa alami fase demikian. Berarti persoalan ini cukup serius. Lalu daripada ambil obat tidur, aku minum herbal pembuat rileks syaraf supaya bisa tidur. Alhasil, aku tidur nyenyak, and besoknya ga ada masalah emosi jiwa karena kurang tidur.
Just it. Tetapi, kok... teman malah mulai mendiagnosa kalo aku bermasalah dan menyarankan aku bertemu dokter. Aku pun terkejut, karena kukira itu wajar-wajar aja. Mengerjakan PhD kan tidak mudah, lagipula ini riset long term dengan tingkat stress tinggi. Apalagi kalo tipe risetnya bukan straightforward. So, ribuan trial-error, digging sana-sini, digesting bermacam-macam info, sudah jadi makananku. Beberapa teman lain sempat sampai tidak pulang-pulang ke rumah, karena ingin menuntaskan permasalahan riset. I think it is bit normal.... Teman itu kemudian menegaskan soal life-balancing, kerja dan own life, yang aku kira poin bagus. Tapi kok, jadi kurang sreg gini…
Aku ingat, sugesti orang kadang membuat kita sering merasa goyah dengan pendirian kita. Selama kita masih bisa kontrol diri, berserah diri pada Allah, berharap Allah membantu, maka semua usaha yang mendahuluinya menurutku tidak ekstrim. Aku percaya diriku berbeda, mungkin stressful itu jadi bagian kepribadianku. Harus berusaha keras-keras dulu, mungkin itu udah jadi jalanku, ya mau bagaimana lagi. Selama kita masih bisa mengontrol diri, lupa makan, lupa tidur, kepikiran... alah... itu baru ekstrim. I think we do know ourselves very well, so aku berharap komentar temanku tadi tidak membuat goyah.
Kisah ini aku angkat karena aku mengerti teman peduli dengan keadaanku yang sampai tidak menyeimbangkan antara kehidupan pribadi dan riset. Tapi aku merasa tidak begitu buruk, karena tiap hari aku masih bersosialisasi dengan teman-teman di FBJ, masih berkomunikasi dengan dengan orang-orang di sekelilingku, jika bermasalah aku minta pendapat suamiku dan cari sumber-sumber ilmu di website Islami favoritku. Aku merasa lebih tenang dengan satu-dua artikel tentang kehidupan akhirat, satu-dua email teman tentang keadaan mereka yang kadang membuatku bersyukur jika aku masih punya kehidupan ini, walau penuh kepusingan riset... It’s just a research, gimana perasaanku jika aku tidak dapat berkarir karena baru di PHK? Jadi, mengerjakan riset ini ga seburuk keadaan dia tadi. Akhirnya aku bersyukur karena Allah berikan keadaan ini, dan mengerjakan riset jadi sebuah tantangan biasa dan luar biasa dalam hidup yang harus kujalani.
Nasihat teman memang bagus. Kadang nasihat itu keluar karena latar belakang kita berbeda dan cara pendekatan berbeda. Tapi, sebelum kita memberikan nasehat, hendaklah tidak over-estimate keadaan orang yang akan kita nasehati. Mungkin saja dia tidak bermasalah, lalu hari itu kurang tidur karena bertahajjud tadi malam dan terlihat kurang tidur... bukan berarti dia stress dengan riset, kan?
Kejadian itu membuat aku merasa lebih berhati-hati dengan kondisiku yang mungkin terlihat parah di mata orang-orang. Lebih baik bersikap slowly-steady walaupun dalam kondisi stress. Mungkin sikap agresif-ku saat stress berpengaruh besar dan mengganggu teman-teman sekelilingku. Anyway, aku berprinsip, nasehat baik aku terima dan amalkan, nasehat yang agak menyimpang karena mungkin terlalu mengambil kesimpulan secara umum tentang risetku... yah, tidak perlu dipusingkan.
Perth, "saat mulai goyah perasaan karena dikomentari teman, tapi udah oke lagi waktu ditulis gini..."
No comments:
Post a Comment