Email ini saya copy-paste dari milis beasiswa. Isinya merangkum secara umum hal-hal yang perlu kita pikirkan tentang mencari beasiswa luar negeri, etc.
-------------------------------------------------------------------------------------
--- In beasiswa@yahoogroups.com, "anggiet ariefianto"
wrote:
Dear all,
Seorang teman saya minta saya membagikan filosofi saya seputar
beasiswa. Berikut ini berapa poin yang sempat terpikir dan pernah
saya terapkan. Harap diingat, tidak semuanya aplikatif, ini adalah
persepsi saya, jadi sangat personal, bukan opini umum dan bukan
kebenaran yang hakiki.
Seni Mencari Beasiswa
Memilih beasiswa bisa dilakukan dengan berbagai cara yang semuanya
sah. Idealnya mencari beasiswa itu mengacu kepada kebutuhan,
keinginan, kemampuan dan kemungkinan
1. Berdasarkan jurusan
Sebagian orang memilih beasiswa karena ingin mendalami bidang
tertentu yang super spesifik, misalnya nano biologi. Tidak masalah
studinya di Negara mana. Jika demikian, yang harus dilakukan adalah
membuat data universitas yang memiliki program yang diingini,
kemudian lihat kemungkinannya, adakah beasiswa yang bisa mendukung
untuk ambil program itu di uni yang diinginkan Harap diingat,
meskipun namanya sama, belum tentu muatan materi ajarnya
sama. Ambil contoh misalnya gender studies. Ternyata banyak
mainstreamnya seperti women studies, gay studies, domestic violence,
gender in development dst. Pengamatan saya di Australia, banyak uni
yang sama nama programnya tapi dari mata kuliahnya akan terlihat
lebih berfokus ke mana. Ini yang seringkali tidak diantisipasi oleh
pendaftar (termasuk saya sendiri). Survey yang akurat dan
komprihensif diperlukan, pastikan kita tahu betul apa muatan
jurusan yang dituju, karena biasanya pada saat wawancara kita juga
harus bisa menjelaskan kenapa kita mau ambil bidang itu di
universitas itu
2. Berdasarkan Negara
Sebagian orang terobsesi ingin sekolah di negara tertentu. Maka yang
harus dilakukan adalah mencari beasiswa yang tersedia dari Negara yang
bersangkutan. Seringkali sebuah Negara memberikan lebih dari satu
skema beasiswa. Australia misalnya memberikan beasiswa melalui ADS,
tetapi juga ada IAFTP. Selain itu universitas Australia juga memiliki
skema beasiswanya sendiri. Alasan ini yang saya pakai waktu daftar
ADS, karena kakak-kakak saya semua dapat ADS, ya saya tidak mau
kalah, jadi karena ingin sekolah di Australia ya meriset bidang apa
sich yang cocok untuk saya, di universitas mana, dst.
3. Berdasarkan beasiswa yang ada
Banyak orang mendaftar beasiswa berdasarkan tawaran yang ada. Ini
biasanya terjadi kalau ada beasiswa besar yang memulai seleksi
seperti ADS dan Stuned. Dalam hal ini kemampuan untuk memperoleh
informasi sangat berperan. Banyak orang tertarik mendaftar karena
memperoleh informasi beasiswa yang ternyata cocok untuk mereka.
Metode ini saya pakai untuk mendaftar tiga beasiswa terakhir yang
saya peroleh. Sering-sering saja mengikuti email-email yang muncul di
milis beasiswa. Kalau ada yang kira-kira menarik, kita memenuhi
syarat, iseng daftar. Harap disadari, biasanya informasi
dating mepet atau sudah terlambat, jadi biasakan sedia payung sebelum
hujan. Saya selalu punya ijasah IELTS/TOEFL yang masih valid dan
referensi2 yang bisa saya sisipkan. Pernah mendaftar beasiswa hanya
butuh waktu 2 hari untuk mengumpulkan dokumen, mengisi form dan
mengirim. Triknya mudah saja, surat rekomendasi tidak ada tanggalnya,
pada bagian akhir mengatakan, mendukung untuk studi lebih lanjut.
Jadi semua tidak spesifik. Pada akhirnya hanya perlu modal fotokopi
dan ongkos kirim.
4. Berdasarkan jumlah nominal beasiswa
Biaya hidup di luar negeri biasanya lebih tinggi dari di Indonesia dan
banyak beasiswa hanyalah parsial atau mengikuti UMR Negara setempat,
jadi hidup pas-pasan. Beasiswa parsial biasanya hanya memberikan
gratis uang sekolah, gratis uang sekolah dan uang saku tapi tidak
mengganti tiket, gratis uang sekolah dan akomodasi tapi tidak memberi
uang saku dst. Pelajari betul skema beasiswa yang diminati, apa saja
yang tercover. Kalau memang mau nekat ambil beasiswa parsial,
selidiki betul bagaimana menutup kekurangan beasiswanya. Apakah ada
badan lain yang dapat membantu (termasuk orang tua, pasangan, jual
property dst) ataukah universitas sendiri dapat membantu.
Pengalaman teman2 saya yang menerima beasiswa AMINEF beasiswanya
memang kurang, tapi universitas tujuan biasanya membantu dgn memberi
pekerjaan sebagai asisten dst. Kalau saya pribadi saya punya prinsip
saya tidak akan ambil beasiswa yang tidak mengcover penuh.
PERSIAPAN MENDAFTAR BEASISWA
Ketika memilih sebuah beasiswa, ada beberapa hal yang harus
diperhatikan untuk memperbesar kemungkinan kita untuk mendapatkan
beasiswanya. Karena kesempatan beasiswa hanya datang setahun sekali,
harus sangat berhati-hati memilih dan mendaftar beasiswa
1. Lihat kemampuan dan kesiapan diri sendiri
Kalau ada tawaran beasiswa, harus ada rekoleksi diri yang jujur.
Apakah saya memenuhi syarat terutama dalam hal usia, pekerjaan, latar
belakang pendidikan, pendanaan, kesehatan dst. Misalnya, kalau memang
tidak punya cadangan dana hindari beasiswa yang parsial, kecuali
kalau memang siap menghadapi resiko kesulitan financial di negara
orang (meskipun biasanya akhirnya teratasi). Kalau memang punya bayi
dan beasiswa yang didaftar tidak mengcover keluarga lalu merasa tidak
siap meninggalkan keluarga ya jangan daftar dulu, mungkin ditunda
sampai anak lebih besar. Pikirkan baik-baik, dapatkah saya
meninggalkan keluarga, pekerjaan, kampong halaman dst. Selama
saya study saya sering sekali jadi tempat curhat ibu-ibu yang harus
meninggalkan anak dan suami dan juga suami-suami yang jadi kurang gizi
karena jauh dari istri. Pindah ke suatu tempat yang tidak kita kenal,
jauh dari keluarga tidak mudah, apalagi kalau kita tidak menguasai
bahasa setempat. Pertimbangkan juga stress yang akan muncul kemudian,
homesickness dst. Ketika sudah mengambil keputusan, 'deal with it',
jangan cengeng di negeri orang yang akhirnya akan merepotkan
komunitas Indonesia di sana. Ketika saya studi di Melbourne ada salah
satu rekan saya minta pulang setelah 2 minggu sekolah karena tidak
tahan hidup tanpa istri (manja amat sich? Hari gini?)
2. Lihat posibilitas untuk mendaftar
Hampir tidak mungkin mendaftar beasiswa tanpa restu dan ijin atasan.
Sebelum mendaftar, yakinkan bahwa atasan (artinya bos, pasangan dan
keluarga) itu mendukung. Salah satu dosen IALF pernah curhat ke saya
karena salah satu kandidat beasiswa AUSAID yang tidak jadi berangkat
karena suaminya tidak mengijinkan (lho waktu itu apa tidak pamit?).
Saya juga banyak menemukan masalah dimana atasan tidak mengijinkan
(alasannya bisa karena sirik, gak mau kehilangan staf, dst.)
3. Pahami betul persyaratan beasiswa yang akan di daftar
Setiap beasiswa ada peraturannya sendiri. Ada yang menetapkan batasan
usia, hanya terbatas untuk bidang tertentu, hanya untuk kalangan
tertentu (berdasarkan geografis, agama, etnis, status pekerjaan dst),
harus punya pengalaman kerja minimal ….. tahun, dst. Pastikan bahwa
kita memenuhi SEMUA kriteria yang diminta, karena seleksi awal adalah
kelengkapan dokumen.
4. Pahami betul aplikasi beasiswanya
Mengisi formulir beasiswa juga gampan-gampang susah. Kebanyakan
beasiswa menilai kualifikasi pendaftar dari motivation letter.
Pengalaman saya membantu anggota milis beasiswa membuat motivation
letter, kebanyakan motivation letter dari pendaftar beasiswa
Indonesia itu isinya muter2, banyak pakai kata-kata yang berbunga-
bunga, padahal kalau disaring tidak ada isinya. Biasakan mengisi
motivation letter itu singkat dan padat, jadi yang membaca langsung
mengerti apa yang mau disampaikan, kualifikasi pendaftar
dst. Harap diingat bahwa penyeleksi beasiswa itu harus membaca ribuan
aplikasi, jadi seleksi pertama biasanya kelengkapan dokumen, setelah
itu baru motivation letter dibaca. Dalah satu hari seorang penyeleksi
harus membaca puluhan motivation letter. Kalau motivation letter kita
tidak jelas, kemungkinan langsung dicoret. Saya biasanya pakai system
dot point dalam menulis yang diikuti penjelasan, karena itu sangat
memudahkan pembaca untuk mengikuti isi tulisan saya
Dalam mengisi formulir beasiswa sebaiknya berkonsultasi dengan orang2
yang pernah memperoleh beasiswa itu karena mereka mungkin punya
jurus2 jitu yang tidak kita sadari. Pada waktu saya daftar Ausaid,
boleh dibilang kakak saya yang mengisi formnya melalui beberapa tahap
revisi. Jangan lupa memenuhi SEMUA persyaratan beasiswa. Kalau yang
diminta international TOEFL, pastikan yang dikirimkan adalah
international TOEFL, jangan yang institusional. Kalau
diminta tiga referensi, pastikan memang menyertakan tiga referensi.
Sebaiknya referensi itu minimal satu dari atasan. Pastikan aplikasi
lengkap waktu dikirim dan dikirim sebelum deadline, dst.
5. Persiapkan peralatan tempur
Mencari beasiswa itu lebih dari sekedar cari bidang yang diingini dan
isi formulir. Ketika kita sudah merasa siap mental untuk mendaftar
dan 'jalan menuju Roma' sudah dibersihkan dari onak dan duri,
persiapkan diri betul. Selidiki budaya dan kebiasaan masyarakat
negara tempat tujuan, supaya kamu bisa mengantisipasi kondisi di
sana. Dalam setiap wawancara, ada beberapa pertanyaan yang intinya
ingin menguji kesiapan mental kita untuk tinggal di negara orang dan
pengetahuan kita terhadap kehidupan sosial di sana. Setiap wawancara
pertanyaannya standar, di sana mau kuliah apa, kenapa ambil kuliah
itu, bagaimana nanti mengimplementasikan ilmu yang diperoleh, dst.
Lakukan persiapan yang matang sebelum maju wawancara
6. Banyak berdoa
Kalau aplikasi sudah dikirim, sambil menunggu panggilan, banyak-
banyaklah berdoa, yang diatas juga perlu diyakinkan kenapa beasiswa
itu penting buat kamu. Biasakan kalau sudah mendaftar beasiswa segera
lupakan, khan belum tentu dapat. Kalau memang dipanggil baru berpanik-
panik ria.
PERSIAPAN SETELAH MENERIMA BEASISWA
Ada dua hal penting yang harus dilakukan: persiapkan diri, dan
persiapkan orang lain.
1. Persiapan diri yang matang
Persiapan diri ini tidak hanya sebatas membuat data barang yang harus
dimasukkan ke dalam koper, tapi juga harus paham bagaimana budaya dan
kebiasaan masyarakat setempat, keberadaan masyarakat Indonesia di
sana, penginapan hari-hari pertama dimana, iklim dst. Sebelum
berangkat harus sudah punya daftar kegiatan yang akan dilakukan,
alamat2 yg hrs dituju, mesti lapor diri di uni kapan, dst
Sekolah di luar negeri itu bukan cuma untuk menambah ilmu, tetapi juga
menyelami bagaimana kehidupan di negeri sana. Jadi kalau sekolah di
luar, jangan cuma berkumpul dengan sesama orang Indonesia tapi
berinteraksilah dengan masyarakat lokal, mengasah kemampuan berbahasa
asing dan menyelami serba serbi masyarakat setempat. Itu adalah
bagian dari pelajaran beasiswa, bagian dari proses pembelajaran. Dari
banyak mengamati, diskusi dan berinteraksi, kita akan belajar banyak
hal yang tidak akan kita dapat dari textbook. Jangan lupa banyak
jalan-jalan, mumpung sudah sampai sana. Menabung memang perlu, tapi
jangan kelewatan.
Perhatikan betul budaya setempat. Salah satu kebiasaan mahasiswa
Indonesia yang sangat mengganggu saya adalah kebiasaan 'numpang
makan'. Kalau ada acara kumpul-kumpul datang terlambat, makan
langsung pulang. Etika tinggal di luar itu kalau ada acara makan,
bawalah makanan untuk dimakan bersama dan karena di luar tidak ada
yang punya pembantu, ikut beres-beres setelah acara selesai adalah
wajib hukumnya. Acara makan-makan di luar negeri jangan
dijadikan ajang perbaikan gizi tapi lebih kea rah silaturahmi.
2. Persiapan keluarga yang akan dibawa/ditinggal
Kalau mau bawa keluarga, persiapkan betul mental mereka juga. Saya
banyak mengamati tingginya stress pada anak, baik jika anak dibawa
bersekolah ataupun ditinggal di rumah. Anak ternyata banyak merasa
tersisihkan dalam proses pindah, karena merasa tidak diajak kompromi,
merasa terenggut dari dunia yang dia kenal dan ditempatkan di tempat
asing, kemudian dia akan mengalami stress kedua saat harus kembali ke
Indonesia. Ketika anak ditinggal, ia akan merasa terbuang, bahwa
orang tuanya tidak mencintainya ketika mereka pergi sekolah.
Memberikan pemahaman pada anak sering butuh waktu yang panjang (hal
yang sama juga berlaku untuk orang tua). Jangankan manusia, anjing
saya pun stress kalau lihat saya mulai mengisi koper karena
artinya ia akan ditinggal dan jadi super manja, tidak mau makan, cari
perhatian dst.
Kalau mau bawa pasangan, ini juga tidak selalu pilihan yang tepat.
Biasanya kalau suami yang membawa istri tidak masalah karena istri
biasanya lebih pasrah dan mendukung suami. Biasanya suami-suami ini
mengalami masalah makan karena banyak yang tidak bisa masak dan baru
membaik saat istrinya tiba. Sayangnya kebalikannya tidak selalu sama.
Saya banyak jadi tempat curhat istri-istri bete dengan suaminya yang
mereka tenteng ke luar negeri. Sayangnya memang masyarakat kita masih
sangat chauvinist. Ternyata suami-suami yang jadi pengangguran di
luar negeri sering frustrasi karena bosan tidak melakukan apa-apa,
banyak yang tidak bisa komunikasi dengan masyarakat luar. Banyak
istri-istri mengeluh karena setelah suami tiba pekerjaan bertambah,
capek sekolah seharian, sampai di rumah masih harus masak, beres-
beres rumah dst. Meskipun banyak juga yang suaminya berubah
jadi pinter urus anak, pinter masak dst. Saran saya kalau mau bawa
pasangan, lihat baik-baik karakter pasangannya, kalau tipe yang bikin
repot, lebih baik ditinggal saja di rumah. Atau ikuti yang saya
lakukan: Jangan menikah kalau masih suka keluyuran keluar negeri.
Perth,
ini email paling bagus yang pernah aku baca dari mas Anggiet:)
No comments:
Post a Comment