Thursday, June 24, 2010

Pidato perpisahan Kevin Rudd


Hari ini bisa jadi hari paling menyedihkan dalam hidup Kevin Rudd dan para simpatisannya, perdana menteri berkuasa Australia yang didepak dari jabatan oleh partai politiknya sendiri. Berwajah simpatik, cerdas, bertutur kata santun dengan bahasa Inggris yang jelas, tegas, serta compassionate pada orang lain. Ia adalah korban dari drama politik yang keras, kata Collin Barnet, primer Western Australia.

Berita ia akan diganti, santer sejak kemarin sore. Padahal aku sedang menulis artikel tentang pentingnya arti polling bagi pemerintah Australia. Aku berharap, ia dapat keluar dari kemelut politik dan pemerintahnya dalam beberapa hari. Kevin Rudd, selalu dapat membuktikan kalau ia memang jago dalam menyelesaikan masalahnya. Akan tetapi, pagi ini, saat bangun pagi dan tak kudapati kartun favoritku disiarkan, barulah aku tau ada disaster. Yang jelas, bukan karena kartun favorit tidak ada, tetapi, Julia Gillard menjadi pemimpin Australia yang baru menggantikan Kevin Rudd.

Aku tidak akan merujuk otobiografi Kevin Rudd yang bisa kita baca sendiri langsung di Wikipedia. Fantastis, Wikipedia dalam hitungan jam-jam-an telah memperbarui isi website mereka.

Pukul 9.30 pagi, pidato perpisahan oleh Kevin Rudd dari Canberra disiarkan oleh semua channel. It is hard, also, for us, the viewers. Sosok simpatik itu diantar oleh istri dan ketiga anaknya untuk mengucapkan kata perpisahan. Awalnya beliau masih mampu menyebutkan beberapa hal yang telah diselesaikan oleh pemerintahnya. Tetapi saat menyebutkan prestasi kerja mereka di bidang perawatan kanker dan organ donor, ia mulai sering terdiam, menghela nafas, menahan tangis. Kemudian dengan tersendat-sendat ia memulai kembali mengumumkan hasil kerja keras berikutnya. Beliau terlihat sangat emosional di saat menyebutkan hasil kerja mereka di bidang-bidang kemanusiaan yang berkaitan dengan masyarakat luas. Istri dan anak-anaknya turut berkaca-kaca di belakang beliau. Menurutku, ia yang tadinya menegakkan posisi punggung, lama-kelamaan mengirimkan pesan visual betapa berat beban ditanggungnya, karena tiap berkata ia semakin menunduk dan menunjukkan emosi campur aduk. Istrinya sering harus berulang-ulang mengingatkan apa yang harus dikatakan, sehingga ia masih bisa meneruskan pidato perpisahannya. Aku terharu, melihat ia mulai menyatakan bahwa 'istrinya adalah orang terbaik' yang pernah ia kenal, dan 'doesn't deserve somebody like him'. Theresa langsung mengucapkan beberapa kata untuk menyadarkan Kevin Rudd, yang segera mencoba menutup pidato beliau.

Aku langsung menyadari, saat kita mulai merasa tidak cocok untuk seseorang yang tulus seperti pasangan kita, itu adalah mimpi buruk tiap orang yang mengalami kejatuhan. Ia merasa tidak pantas untuk pasangannya. Ah, sedihnya, jika my hubby tidak ikutan menonton bareng, mungkin akupun sudah mulai ikutan menitikkan air mata.

Benar kata Collin Barnett, ia adalah korban politik yang kejam.

Kevin Rudd pada dua bulan terakhir ini berusaha menjalankan kebijakan super tax 40% untuk mining industry, tetapi ia dihadang oleh oposan, tanpa pernah dapat selesai memperjuangkan aspirasinya. Para senator di partainya bergeser memihak di belakang Julia Gillard, dan memberikan dukungan agar partai Labour tidak kehilangan pemilih karena popularitas Kevin Rudd yang terus menurun sebelum pemilu dilaksanakan. Karena Kevin Rudd terus bersikeras tidak mau mundur dari kebijakan super tax-nya, maka konspirasi politik meminta ia mundur, sebelum G20 di Toronto Canada. Apa sebenarnya yang diinginkan Kevin Rudd dari super tax tersebut? Ia menginginkan pemerataan bagi hasil dari industri mining untuk membangun sekolah-sekolah, rumah sakit, perpustakaan, pendeknya fasilitas bagi masyarakat. Tapi kebijakan ini pisau bermata dua, karena akan menghancurkan sistem investasi di mining industry serta menurunkan taraf hidup orang di sekelilingnya karena kenaikan harga-harga akibat tingginya pajak. Sayangnya, pisau itu menusuk ia kembali, karena ia harus mundur karena memperjuangkan kebijakannya. Yang paling kejam menurutku, adalah orang yang berjanji akan terus mendukung kita, tetapi ternyata mengambil alih posisi atasan kita. It's a worst political lesson ever for me. Julia Gillard berjanji akan terus mendukung Kevin Rudd, tetapi malah berbalik menyatakan bahwa pemerintahan Kevin Rudd telah kehilangan arah dan siap menjadi Perdana Menteri menggantikan Rudd. Hal ini untuk mengantisipasi kekalahan partai Labour dalam Pemilu mendatang. Wah, kok terasa kurang elok ya, jika keinginan untuk membantu malah berujung pada 'pengkhianatan' pada teman satu tim yang telah membesarkan kita. Kan kita yang sama-sama berjuang, lalu kita pula yang menyingkirkan teman kita hingga ia terjerembab di jalan.
Bagiku, semua ini adalah pelajaran moral. Pemimpin yang terbaik memang mendahulukan kepentingan rakyat ketimbang sebagian kalangan saja. Kedua, tiap pemimpin yang mengarah pada memperbaiki hal-hal kepentingan rakyat, seringkali dihadang oleh kepentingan orang-orang yang lebih 'kuat' dalam kepentingan ekonomi. Ketiga, kita perlu mengaplikasikan etika dalam bekerja. Jika teman melenceng, mari mengingatkannya. Jika ia lupa, ingatkan lagi, hingga ia mengetahui bahwa ia tidak melakukan hal yang benar. At least, jaga perasaannya dengan tidak menikam dari belakang demi kepentingan yang lain. Apapun yang telah buat untuk kepentingan rakyat, pastilah akan mendapat balasan setimpal dari Tuhan. Jadi, jika Kevin Rudd seorang muslim, maka ia sebenarnya harus berbesar hati, banyak kebaikan yang sudah dijalankannya untuk rakyat. Hanya sayangnya itulah, ia bukan muslim, jadi kita kembalikan pada Allah untuk menilainya. Dalam tayangan tadi, aku melihat bahwa keluarga adalah support terbesar dalam hidup Kevin Rudd. Hari-hari terakhir masa jabatan ini pastilah dapat dibayangkan betapa tingginya dukungan sang istri pada suami yang kelelahan mendukung semua beban. Ia ringankan bebannya dengan rasa empati dan mencoba memberikan arahan-arahan masuk akal, saat Kevin Rudd mulai melantur dalam berpidato. Hmm.

Oh well,
It's a kind of emotional feeling for me, too. Saat pertama kali datang ke Australia, dan tak lama akan meninggalkan Australia, ada pemimpin meyakinkan dan sungguh ngemong pada rakyat, seperti Kevin Rudd yang pernah mewarnai hari-hariku. Aku belajar banyak dari cara beliau berpolitik, berpikir dan menghadapi media massa serta kritikan. What a wonderful personality!

Perth,
Goodbye, PM Kevin Rudd. Thank you.