Tuesday, August 2, 2011

Senang hati menerima apa yang dimiliki dan ridho dengan segala sesuatu yang tidak dimiliki


Jauh-jauh hari sebelum pulang ke tanah air, aku sudah melakukan persiapan bathin untuk menghadapi berbagai kemungkinan kurang menyenangkan yang akan kutemui di tanah air. Saat itu aku tengah berada di puncak rasa nyaman dan telah terbiasa berada di Perth. Perlu waktu dan strategi khusus juga agar diriku tidak takut kehilangan semua yang pernah kunikmati. Hingga suatu hari aku menemukan jawabannya, terima kasih Allah, yang telah memberikan hidayahNya.


Betapa nyamannya tinggal di negeri orang yang makmur, rasanya seperti berada di surga dunia. Udara bersih, masyarakat tertib, lalu lintas teratur, gaji dollar, kondisi politik kondusif, alam terjaga, pokoknya bagi yang pernah mukim cukup lama di suatu negara maju seperti Australia. Kondisi yang super nyaman itu ternyata membuat sebagian orang tidak ingin kembali pulang ke negara asal masing-masing saat kontrak mereka selesai. Sudah lumrah rasanya, sehingga akupun sempat merasa malas kembali ke negaraku sendiri.


Berbulan-bulan sebelumnya, aku menyadari waktuku hanya tinggal beberapa bulan lagi untuk melakukan persiapan bathin. Jika lahiriah, seperti usaha penyelesaian thesis telah dilakukan, maka diriku yang terus merasa gamang untuk kembali harus ikut dipersiapkan juga. Hubby banyak membantu dengan menunjukkan berbagai perkembangan kota Pekanbaru melalui foto dan berbagai diskusi ringan. Sepertinya ia menggunakan teknik repetisi untuk menyampaikan informasi secara berulang-ulang. Sesekali aku punya tanggapan bagus, seringkali aku tidak menanggapi dengan positif. So, sorry, hubby!


Suatu hari, setelah kembali dari mushalla untuk shalat Maghrib berjamaah, aku merasakan sesuatu. Itulah dia! Apa? Itulah ‘rasa’ yang kucari-cari dalam hidup ini. Perasaan yang familiar, kurasakan sejak masa kuliah S1, S2 dan kini S3, saat aku shalat jamaah bersama di mushalla atau masjid! Shalat jamaah di masjid/mushalla! Saat shalat, aku selalu merasakan hal yang sama, seperti kesyukuran, keikhlasan, ketenangan dan keridhoan tanpa dibatasi ruang dan waktu. Kini aku mengetahui, dimanapun aku berada, jika perasaan itu berhasil kuhadirkan, maka aku tidak akan merasa kehilangan rasa nyaman tinggal di Perth lagi!


Sebagai langkah awal untuk membantuku lebih cepat menerima kenyataan akan segera kembali, aku berusaha lebih santai menerima keadaan secara bertahap. Aku memilih menerima keadaan daripada melawan rasa skeptis yang sering muncul didiriku, seperti lalu lintas semrawut, kebersihan, sikap pesimis masyarakat dan berbagai hal negatif lain. Diriku belajar untuk berjalan dengan tenang sambil meresapi keindahan alam Perth, mendengarkan orang lain ketimbang berbicara lebih banyak, dan terus-menerus bersyukur karena memiliki pengalaman sekaya ini dalam hidup.


Setelah itu barulah aku dapat melihat keadaan di sekitarku dengan perasaan berbeda. Dimanapun aku berada, kan aku ada di bumi Allah. Jadi meninggalkan Perth tentulah bukan hal yang perlu dibesar-besarkan lagi. Toh, Allah sudah memberikan waktu cukup lama untuk menikmati semua ini (baca: 4.5 tahun), jadi sekarang aku harus ridho jika suatu hari semua rasa nyaman tersebut diambil kembali oleh Allah. Aku mesti ridho dengan apa-apa yang kumiliki dan bisa kunikmati saat ini, tanpa memikirkan saat lalu dan saat akan datang. Dengan demikian, aku pasti lebih lapang dada menerima keadaan di manapun aku berada tanpa banyak cing cong lagi.


So, aku telah belajar untuk lebih rela dan puas dengan setiap pemberian Allah. Berada di Perth, Pekanbaru, Jalan Dahlia, Eropa atau di mana saja di bumi ini, aku harus tetap dapat menikmatinya. Tanpa kusadari, semua ini ternyata dapat membantuku untuk menerima keadaan dan mempercepat masa penyesuaianku di Pekanbaru.


Sesekali aku terbayang pemandangan matahari terbit yang memukau dari jendela apartementku di Perth. Kalau dulu aku sempat sedih, tetapi, sekarang aku lebih suka mengatakan kepada diriku, Alhamdulillah, ternyata aku pernah mengalaminya, ya. Biasanya sulit bagiku untuk menerima semua ‘chaos condition’ saat berada di keramaian atau lalu lintas, sekarang aku menganggap semua itu seperti suatu ‘tantangan’ yang harus dapat kuatasi atau terima.


Terima kasih Allah, betapa besar nikmatMu pada hamba.


Pekanbaru,