Hari itu aku seperti sudah jatuh, tertimpa tangga pula dan
ditimpuk payung, oleh tiga orang berbeda. Bayangkan, dalam 12 jam, keteguhan
mental diuji berulang-ulang oleh 3 (baca: tiga) orang yang cukup dekat
denganku! Ada yang backstabbing, memarahi tanpa penjelasan, juga menunjukkan
sikap putus asa. What a grief.
Sebuah latihan terus-menerus yang sangat penting dilakukan
dalam hubungan dengan sesama manusia adalah ‘memaafkan dan ikhlas’.
Semua mesti dilakukan agar kita bisa move on (move forward = maju ke depan) dan
tidak terganggu dengan masalah tersebut selamanya.
Untuk bisa memaafkan, kita harus ingat bahwa tiap orang
pasti punya kebaikan lain, meski dia sangat menyebalkan dalam satu hal.
Seharusnya semua kebaikannya itu bisa menutupi kekurangannya di mata kita.
Sebuah pelajaran penting telah dialami seorang teman yang sangat berpandangan
negatif pada seorang rekannya. Rekan tersebut tidak pernah benar di matanya.
Mungkin pernah ada rasa sakit hati, lalu menjadikan ia trauma setiap bertemu
sang rekan. Ia baru menyesal saat rekan tersebut wafat dalam kondisi sakit
parah. Ditambah itu, saat melayat barulah ia melihat sisi kehidupan keluarga
rekannya yang cukup menyedihkan. Penyesalan datang terlambat. Andaikan ia tidak
begitu keras pada sang rekan, tentu ia tidak merasa bersalah seperti itu seumur
hidupnya.
Lalu setelah memaafkannya dengan mengingat kebaikan lain,
kita mesti belajar ikhlas. Ikhlas kalau kita tidak dapat menyenangkan hati
semua orang, kalau tidak dapat melakukan segala sesuatu dengan sempurna, kalau
Allah yang lebih berkuasa menentukan apa-apa yang baik untuk kita. Pengalaman
mengajarkan kalau terlalu ingin sesuatu, meski itu tak baik untuk diri, Allah
tetap memberikan, dengan konsekwensi yang berat. Tetapi, kalau malah berlaku
ikhlas saat sesuatu tak berjalan sebagaimana mestinya sambil tak berkeluh-kesah
maka hal terbaik dan menjadikan jiwa tenang yang terjadi.
Kemudian, kita harus ‘move on’. Tidak melihat-lihat, mengukur-ukur,
menimbang-nimbang atau meninjau ulang perasaan kita tentang sesuatu, saat
membantu proses ini. Bulatkan tekad untuk tidak marah dan kecewa pada orang tersebut
tanpa alasan yang jelas dan saintifik. Kemudian lakukan semuanya tanpa beban
seperti mulai dari titik nol. Tetap ramah, membantu jika diperlukan dan tidak
takut trauma kalau ia bersikap menyebalkan lagi. Mengapa? Karena kita telah
dapat mengatur rasa kecil hati dan sakit hati berkat latihan memaafkan dan
ikhlas. Niscaya kita tidak akan berlebihan lagi merespon orang tersebut karena
telah memahami proses ini dan lebih kuat menghadapinya jika suatu hari ia
mengecewakan lagi.
Hal-hal dunia tidak semestinya dianggap sesuatu yang besar
sehingga kita murka dan kecewa jika tidak mendapatkannya. Coba mundur sejenak
dari keadaan tak kondusif. Cari lingkungan kondusif lain untuk sementara, menjaga
jarak dengan bijaksana, melakukan hal-hal positif dan inspiratif yang harus
dikejar, sehingga kita tetap moving forward, bukan moving backward.
Pekanbaru,