Thursday, November 18, 2010

Curhat ke orang lain, tak selalu penting


“Kalau tidak ke kamu, ke siapa lagi aku mau curhat?” tulis seorang sahabatku di layar YM suatu siang. Mataku terbelalak, kayaknya saat ini kurang tepat, karena aku sedang mengantuk berat, mana harus terus menyelesaikan target menulisku. “Tentang apa?” tanyaku penuh harap itu bukan hal yang berat untuk didengarkan. “Ih, ganggu ya, ya udah kalo gitu, aku cabut dulu aja ah,” katanya ngambek, mengambil langkah seribu (baca: offline).

Hari-hari penuh curhat saja, pernah suatu kali aku berpikir. Kenapa tiap ada masalah sedikit, harus cepat-cepat dibagi dengan orang lain ya? Main telpon teman, orang tua, saudara, bahkan kalau tak ada orang, bisa-bisa isi wall FB atau kambing di luar sana diajakin curhat. Tidak kenal waktu dan ruang, yang penting isi hati bisa terluahkan tanpa memikirkan dampaknya pada diri sendiri di masa depan atau ke orang lain. Kadang-kadang hal itu bisa berakibat positif, apalagi kalau orang yang dicurhati pandai memberi saran dan pendapat. Tetapi kalau orang tempat curahan hati tersebut malah orang yang salah, misalnya ‘musuh dalam selimut’, jangan-jangan bukannya lega, tapi malah kuatir orang tersebut membeberkan rahasia kita tadi.

Berbagi emosi melalui curhat perlu selektif juga lho. Kadang-kadang tidak perlu semua hal diceritakan ke orang lain, apalagi kalau itu menyangkut aib dan hal-hal kurang positif yang pernah kita kerjakan. Walaupun orang lain terlihat sangat aktif memberikan dukungan, sebenarnya dalam hati mereka kadang merasa antusias mendengar bahwa kita ternyata punya ‘kelemahan’ yang tak tampak juga. Apalagi kalau hal itu begitu menggugah hati orang tersebut, tanpa sadar kadang mereka membagi informasi ke orang lain, sehingga tak jarang kita terkejut karena menjadi bahan tertawaaan mereka.

Berhubung tidak semua hal yang sensitif dapat dibagi dengan orang lain karena sifatnya yang sangat pribadi. Beberapa orang sangat pintar mencari solusi, sehingga curhat tidak selalu menjadi alternatif penyelesaian masalah. Mengingat bahwa tiap masalah ada jalan keluar, maka bahwa lambat-laun akan terkuak juga sebuah kebenaran atau solusi permasalahan. Kadang-kadang malah belum sempat dibicarakan ke orang, sudah terpikir jalan keluarnya. Tanpa perlu diceritakan ke orang lainpun atau diapa-apakan, kadang sebuah masalah ternyata selesai sendiri. Apalagi saat curhat, bukan tidak mungkin reaksi orang terhadap masalah tadi menambah runyam dan membelokkan pemikiran kita ke hal-hal lain yang tidak signifikan. Selain masalah jadi berkembang tak tentu arah, kitapun sudah tidak dapat mengontrol penyelesaiannya tadi.

Saat curhat, sebaiknya gunakan etika dalam curhat. Jangan main datang ingin curhat saja membuat rencana orang lain terganggu. Buatlah semacam janjian untuk bicara, misalnya di kafe, telpon atau sambil jalan-jalan di suatu tempat. Saat berbicara, beritahukan sedikit latar belakang masalah, perasaan kita terhadap masalah itu dan apa yang benar-benar menjadi pokok masalah. Buat masalah itu menjadi lebih efisien.

Nah, kalau orang yang dicurhati memberi saran, dengarkan baik-baik. Kan terserah apakah mau diikuti atau tidak, apalagi kalau kita kira pandangan mereka benar-benar berbeda dari asumsi awal kita tadi. Tunggu hingga orang yang dicurhati selesai memberi saran, baru lanjutkan pembicaraan. Kadang-kadang sikap orang yang sedang curhat sering mengesalkan, karena sebenarnya hanya ingin curhat dan tidak minta tanggapan. Selain tidak memberitahukan itu tujuannya, setelah orang mencoba memberikan tanggapan, mereka cenderung tidak menghargai saran tersebut dengan mendengarkan dahulu. Nah, jika sampai ada lima orang yang kita curhati tapi hati kita tidak puas juga, kira-kira siapa yang tidak pandai mengambil hikmah atau hanya ingin menghabiskan waktu orang lain? Setelah selesai, jika setuju maupun tidak setuju, just ucapkan terima kasih untuk sarannya, dan semua bisa pulang dengan hati tenang.

Tetapi jika masalah tersebut terasa sangat berat dan tidak dapat diselesaikan dengan baik, daripada mengulang-ulang pembicaraan tersebut dengan orang lain, ada baiknya mulai membuat janji dengan psikolog. Jangan alergi dengan psikolog, karena mereka sebenarnya selain mendengarkan, juga membantu kita untuk mengubah sudut pandang terhadap sebuah permasalahan. Apabila peran psikolog dapat meringankan beban kita dan meningkatkan produktivitas kita lagi, maka itu lebih baik kan, daripada curhat sana-sini tak bertepi?

Be selective dan pikirkan apakah itu bisa diselesaikan sendiri sebelum dicurahkan ke orang lain.

Perth,