Berminggu-minggu blog ini tak dapat diupdate. Aku mengalami
overload dalam bekerja. Detailnya tidak perlu diceritakan. Tetapi kondisi ini
sungguh terbalik dengan tahun lalu, saat aku masih bisa mengontrol pekerjaan dan
waktunya. Aku tidak ingin kembali ke situasi ini lagi. Waktu dan energi harus
bisa diatur supaya tidak membebani fisik dan emosi.
Ada sebuah norma tak tertulis di organisasi tempat kerjaku
yang baru saja kuketahui.
‘Berikan pekerjaan pada orang yang sibuk, karena pasti
selesai’.
Meski terdengar konyol, tetapi norma itu memang
dilaksanakan.
Buktinya, semakin sibuk seseorang, malah ia yang
terus-menerus kebanjiran tawaran mengelola, masuk tim pelaksana, pengawas atau
penguji.
Pendeknya, situasinya yang super sibuk malah dijadikan
jaminan mutu bahwa ia kredibel dan yang penting, bisa menyelesaikan pekerjaan.
“Apa karena ia selalu beredar?”
Secara visual, apa yang sering kelihatan dan berhasil baik,
sangat terekomendasi. Dari sudut pandang itu, aku setuju. Dari sudut pandang
lain, mereka lupa bahwa kepuasan kerja tidak melulu dari kuantitas hasil yang
diperoleh, tetapi cepat atau lambat, bagi seorang pembelajar, kualitas perlu
ditingkatkan.
Seorang pekerja yang memiliki beban kerja berlebih sangat rentan
pada Attention Deficit Trait (ADT). Kelebihan beban kerja dan beban pikiran
berlebihan dapat mengganggu kinerja, keteraturan, prioritas dan manajemen
waktu. Orang-orang yang mengalami ADT akan sulit fokus, tidak sabar dan tidak
tenang. Jadi tidak heran kalau kita sering menemukan atasan yang gampang panik,
emosi dan punya pendapat tidak masuk akal. He/she might suffer ADT!
‘So, how to overcome this?’
Uniknya cara mengatasi ADT sangat sederhana. Pertama, kita
harus sering berinteraksi dengan orang lain. Kumpul-kumpul dengan orang yang
kita sukai, mendukung dan sangat menghibur emosi. Membiarkan mereka
menceritakan kisah-kisah lucu atau memberikan dorongan empati dapat
meningkatkan sisi humanis kita dengan cepat. ADTpun menguap dengan cepat.
Kedua, lakukan pekerjaan paling penting dan menguras otak
pada saat kita merasa paling bersemangat. Jika otak terasa paling cepat
prosesnya setelah bangun tidur, maka lakukan pekerjaan sulit tersebut. Saat
lelah, istirahat lagi, dan lakukan kembali sewaktu kita merasa segar. Demikianlah
berulang-ulang hingga pekerjaan tak terasa telah selesai. Meski cara ini
memakan waktu yang lama, tetapi semua pekerjaan dapat diselesaikan satu-persatu
dengan baik.
Soal norma tak tertulis itu, aku belajar satu hal lagi.
'Tidak selamanya orang yang selalu beredar dan menyelesaikan semua pekerjaan
akan berakhir dengan baik.'
Dalam jangka panjang, mereka akan keletihan dan akhirnya
menolak semua pekerjaan, atau bahkan keluar dari organisasi tersebut. Tentunya
ini merupakan sebuah kerugian besar bagi kedua belah pihak.
Seorang atasan harus belajar untuk mengatasi ADT massal pada
bawahan dengan berbagai cara. Selain menciptakan atmosfir positif dalam
bekerja, atasan juga dapat mendelegasikan tugas sesuai dengan kualifikasi
kognitif dan emosional bawahan. Seseorang yang suka menganalisis dengan
komputer, jangan diberi tugas lapangan mewawancarai orang. Sedangkan orang yang
luwes bergaul bisa dikirim untuk pertemuan atau negosiasi dengan klien.
Pekanbaru,
When I had to overcome my own ADT.
Source: Overload Circuits, HBR’s 10 Must Read.
No comments:
Post a Comment