Hampir seperti biasa, aku dan hubby selalu berpikir kami adalah postgrad student dan koperpacker. Berkat mind set demikian, setiap perjalanan ke luar negeri bisa dilakukan dengan dana minim tanpa komplain. Tinggal di hotel khusus untuk anak-anak muda (di atas level hostel) yang tidak cocok untuk keluarga, makan di tempat-tempat keramaian atau cukup beli di 7/11, jalan-jalan muter seharian pakai kaki naik-turun kendaraan umum, sampai nyasar tidak karuan di beberapa suburb atau district~ selalu bisa diterima dengan lapang dada.
Persoalannya, fast food di Jepang banyak, tetapi kehalalannya tidak dijamin untuk muslim. Jadilah, sehari-hari kami makan onigiri, nasi kepal sebesar kepalan tinju orang dewasa dengan beraneka macam isian. Tetapi sayangnya, tidak ada keterangan berbahasa Inggris. Apalagi kalau gambarnya seperti ini, apakah itu onigiri halal sudah jelas tidak ada labelnya. Jadi mesti tanya-tanya dulu supaya yakin. Soalnya hubby pernah tidak yakin dengan isiannya yang terasa berserat dan agak aneh, so onigiri sekantung tanpa pikir panjang disumbangkan hubby kepada gelandangan di dekat stasiun Akihabara. Ternyata setelah kami agak pintar membaca kanji (abis sudah sering beli), barulah kami sadar yang disumbangkan itu onigiri isi udang! Gimana sih, hubby ga bisa bedain udang ma ayam!
Berhubung orang Jepang agak susah bicara bahasa Inggris, sebelum membayar aku harus tanya-tanya dulu seperti ini kepada pelayan/kasir:
"is it chicken? is it meat" --- kadang yang jawab ngangguk, tapi ngecek lagi, terus angguk lagi.
"is it meat" --- yang jawab menggeleng, "no meat"
besoknya, nanyanya gini, "no meat?" --- yang ditanya mengangguk. Beres, berarti bisa dimakan.
Yang lebih asyik lagi, sebelum menjawab si pelayan menggambar bentuk segitiga onigiri, lalu diberi bulatan yang diarsir di tengahnya, kemudian mengajakku ke bagian pendingin lain sambil menunjukkan sketsa itu dan sekotak udang/salmon. Oo, maksudnya isinya salmon/udang!
Lama-lama karena suka beli di 7/11, aku foto saja onigiri rasa salmon, rasa rumput laut, rasa udang dan rasa kepiting pakai ipod. Setelah itu, mau beli onigiri tidak pernah tanya-tanya lagi, tinggal mencocokkan bentuk kanjinya saja.
Tetapi penantian itu tidak sia-sia, karena setelah duduk makan sushi salmon, sup kepiting, makan calamari, makan aneka sushi lagi, minum teh hijau, sambil ngobrol tentang kehidupan di Sapporo, hidup rasanya cerah seketika. Aku akui kuliner Jepang memang berbeda!
Turkish kebab, menjamur di Tokyo |
Kuakui, banyak turis muslim puas dengan kemudahan mendapatkan makanan halal. Bikin jalan-jalan saat berlibur di Jepang semakin seru, tanpa harus mikir mau makan indomie setiap hari!
Pekanbaru,
oishi!