Sunday, May 6, 2012

Apalah itu gunanya Pencitraan


Satu kata lagi yang kupelajari dari media massa dan kehidupan sehari-hari adalah ‘pencitraan’. By the way, in English, kata ini berarti ‘ establishing charisma’. Tetapi dalam bahasa Indonesia kedengarannya seperti ‘membentuk citra (dengan sengaja)’ ketimbang terjadi dengan alami dan berarti positif.

Sebenarnya sudah lama kegiatan ‘pencitraan’ ini kuperhatikan dari orang-orang di sekelilingku. Aku ingat seorang teman yang mati-matian berusaha tampil berwibawa, smart, dan memiliki karisma tertentu. Ada lagi teman yang berusaha terlihat seperti putri keraton; selalu bertutur kata lemah-lembut, tidak banyak bicara di antara orang ramai dan bertingkah keanggun-anggunan. Yang paling lucu, ada saudara yang suka kelewatan kalau memuji-muji orang lain, memamerkan koneksi dengan pejabat dan selalu meninggikan mutu diri dalam tiap forum.

Pekerjaan pencitraan ini sendiri memerlukan semacam media untuk mencapai tujuannya. Jika para politisi membeli media massa untuk membangun citra mereka, maka orang biasa menggunakan forum lokal di lingkungan terdekatnya untuk pencitraan diri. Perhatikan berapa banyak orang tampil berubah saat berada di depan orang ramai. Padahal saat sendirian, ia memiliki watak asli berbeda.

Tidak jarang untuk mempertahankan citra positif, mereka tidak segan-segan menggunakan orang lain untuk melakukan pekerjaan yang dapat mencoreng citra mereka di mata orang lain. Kalau sudah begini, apa bedanya mereka dengan orang-orang munafik, lain di mulut lain di hati.

Orang-orang ini lupa kalau mereka tidak dapat membangun sebuah citra secara instan. Citra itu tidak dapat dipoles sedemikian rupa, seolah sebuah perubahan fisik semata, seperti ganti gaya dengan hanya membeli pakaian, asesori dan riasan wajah berkelas. Citra itu muncul karena kualitas moral seseorang. Orang yang bertingkah laku baik, konsisten, professional, kooperatif serta menghargai kolega dan atasan secara proporsional, tentulah memiliki citra positif di mata orang lain. Dengan kata lain, citra itu dapat dilihat dari rekam jejak seseorang.

Citra memang tidak dapat dibikin-bikin. Perhatikan orang-orang yang kerap melakukan pencitraan, sikap mereka kerap tak konsisten dengan perbuatan aslinya. Sikap kita sendiripun seharusnya tak berlebihan dengan orang-orang yang berpikir bahwa pencitraan mereka berhasil. Lambat-laun, akan muncul sebuah keadaan tak terkontrol yang membuat wajah asli seseorang dapat keluar dari topeng persembunyiannya. Pada saat itulah kita menyadari bahwa citra memang sebuah usaha jangka panjang dan bukan hanya proses instan semata bernama ‘pencitraan’.
                                                     
Pekanbaru,



No comments: