Sunday, May 13, 2012

Jilbab dan Kesabaran


“Excuse me”, petugas imigrasi itu memanggil koleganya yang berada di ujung ruangan. Pasporku diserahkan kepada lelaki berseragam tersebut, dan aku harus ikut dengannya. Aku tidak diapa-apakan. Pasporku hanya discan, dan langsung dikembalikan. Tetapi aku sempat menjadi perhatian orang-orang di sekitarku karena perlakuan tadi.

Untuk berlaku konsisten tetap menggunakan busana muslimah di luar negeri selalu banyak tantangannya. Hal di atas sering terjadi saat aku bolak-balik dari luar negeri ke Australia, terutama Perth. Akupun tidak bisa bertanya, karena pihak imigrasi tidak menginginkan komunikasi dengan kita. Pada saat-saat seperti itu kita tidak boleh gelisah atau merasa ketakutan, karena tidak yakin apa yang terjadi. Kita malah harus bersikap tenang, kooperatif, memasang raut wajah ‘cool’ sehingga urusannya kita selesai diproses. Kita harus belajar untuk bersabar dalam segala keadaan.

Pengalaman tak asik lain aku alami saat di China. Waktu itu aku masuk ke sebuah toilet di Pearl Tower yang penuh dengan wanita-wanita China separuh baya. Begitu melihatku, mereka langsung memasang wajah tak senang. Meskipun mereka menggunakan bahasa Mandarin, aku bisa merasakan ketegangan di antara mereka denganku. Aku memasang senyum. Tetapi mereka malah menggamit teman-teman mereka, tak mau antri di depan WC. Aku harus tetap berwajah tenang, meskipun diperlakukan tak adil. Setelah toilet kosong, barulah aku mendapat kesempatan untuk menggunakannya. Aku memilih tidak merasakan apa-apa, ketimbang menyimpan jengkel seharian. Hanya hubby yang protes di luar, karena aku kelamaan di toilet. Harus bersabar, karena masih ada orang yang tak dapat menerima perbedaan.

Urusan jengkel-jengkelan dengan petugas imigrasi di Bandar Soetta pun pernah terjadi padaku. Aku berjalan menuju loket imigrasi dengan temanku setelah turun dari pesawat yang membawa kami dari Manchester, Inggris, dan transit di Dubai. Petugas langsung menyuruhku berbaris di tempat lain bersama belasan teman-teman buruh migran. Saat itu mereka berebut menanyakan cara pengisian kartu kedatangan padaku. Aku kaget disuruh berbaris bersama mereka. Tetapi aku tanggap, lalu memberikan kartu kedatanganku sebagai contoh. Secepat kilat kuisi kartu baru, keluar dari barisan, sambil menyatakan kalau aku bukan seorang buruh migran pada petugas bandara tadi.

Aku kasihan pada teman-teman wanita tersebut, tetapi dalam hati aku super jengkel dengan generalisasi menyebalkan ini. Karena, saat petugas imigrasi menganggap seseorang berjilbab dan berdandan sederhana, mereka langsung dianggap buruh migran dan harus siap mendapatkan sikap intimidatif yang melukai perasaan keadilan. Betapa berlipat gandanya pahala bersabar pada orang-orang sebangsa dan berkedudukan yang seharusnya menjadi pengayom mereka.

Sebenarnya masih banyak kisah-kisah lain karena jilbab ini yang menggores isi hatiku. Bukan sekali-dua kali aku bertemu orang-orang yang melihatku seperti melihat najis. Tidak satu-dua mahasiswi berdarah OZ menganggapku tak ada dan mempermainkanku. Saat aku berbicara dengan mereka, mereka malah memalingkan wajahnya pura-pura tidak mendengar. Dan bukan sekali-dua kali aku mendapatkan fitnah, ejekan dan diskriminasi kejam dari oknum staf di kampus. Tetapi apakah ada gunanya menyesali penampilanku yang berbeda dari mereka? Aku memilih tidak ambil pusing dengan orang-orang yang kuanggap minim pengalaman interaksi dengan orang asing. Jika mereka lebih sering bertemu orang dari berbagai bangsa di belahan bumi ini yang sangat berbeda dari mereka, tentulah mereka akan lebih toleran. Ini hanya kepicikan ala ‘katak dalam tempurung’ saja, dan sikap tak mau mencari tahu tentang seorang muslimah atau Islam.

So, saudariku, jangan pernah sedih kalau suatu hari ada orang yang kurang ramah atau menganggap kamu tidak ada karena melihat penampilanmu. Jangan pernah takut kalau ada orang yang tiba-tiba marah-marah dan berteriak ‘pig’ kepada kamu. Dan, jangan pernah kecil hati saat orang-orang menjauhi, tidak mau menyapamu di suatu pertemuan, hanya membiarkanmu di ujung ruangan menghirup teh di cangkirmu.

Jangan pernah kuatir, karena hanya Allah yang Maha Tahu mengapa dirimu diperlakukan seperti itu… dan menambah pahala di atas kesabaranmu dalam berjilbab.

Pekanbaru,
Tetap istiqomah para ukhti…


2 comments:

Anonymous said...

assalamu'alaikum.....
izin share boleh buk??

Monita Wibisono said...

Wa'alaikumsalam,
boleh banget Rika... selama ini saya ga bisa reply, sori ya:)