Sunday, May 20, 2012

Ketika aku... menjadi


Gadis itu mengunyah nasi dan keong rebus di mulutnya sambil menangis. Ia tak tega membayangkan seorang mbah tua di hadapannya hanya dapat makan keong setiap hari. Akupun ikut terharu melihatnya.

Saat ‘lapar’ dan tamak pada kenyamanan dunia menyerang diri kita, cobalah rajin-rajin untuk menonton ‘Ketika aku menjadi’ di TransTV. Tayangan tersebut terus mengingatkan kita untuk selalu bersyukur, karena masih banyak orang lain yang tinggal di rumah bocor, berdinding gebyok, berlantai tanah tanpa kamar mandi layak. Mereka harus bekerja puluhan kali lipat lebih keras dan lebih lama daripada kita. Tetapi mereka tak pernah berhenti atau bermalas-malasan. Mereka tahu bahwa malas berarti tidak makan apa-apa hari ini.

Pada tayangan tersebut, si presenter mesti mengikuti kegiatan bapak/ibu/mbah yang dikunjunginya. Mulai dari mencari bahan makanan, bekerja dan berjualan dilakoni oleh presenter. Kadang-kadang si presenter termenung, karena beban pekerjaan tidak sebanding dengan imbalan yang diterima.

Aku tidak menyalahkan presenter muda, manis, dan mapan itu jadi sering menangis saat menyadari betapa beruntungnya hidup mereka selama ini. Air mata itu tambah deras mengucur saat mereka bertemu momen-momen mengharukan dan mengingatkan mereka pada orang tua sendiri. Tentulah mereka belum pernah mengalami sendiri secara langsung kehidupan mengharukan tersebut. Jika mereka sampai menangis setelah mengalaminya sendiri, mereka termasuk orang-orang yang peka pada kesulitan orang lain.

Memang, saat kebutuhan sandang, pangan dan papan serta tertier telah terpenuhi, rasa nyaman memenuhi segenap jiwa kita. Tetapi kenyamanan yang berlebihan biasanya menjadikan hati lebih keras dan tumpul. Maka, Rasulullah SAW menyarankan kita bersedekah dan menafkahi anak-anak yatim untuk melembutkan hati. Ditambah dengan melihat orang-orang yang hidupnya lebih kekurangan dari kita, seperti dalam tayangan ‘Ketika aku menjadi’, rasa syukur di hati seharusnya semakin bertambah. Keluhan dari mulut pasti akan jauh berkurang, berganti kesyukuran karena tidak mengalami hal yang sama.

Semoga tayangan-tayangan pengingat semacam KAM, tidak cepat berlalu karena alasan rating belaka. Pengajaran yang diberikan lebih dari cukup untuk membantu umat agar ingat bahwa masih banyak orang yang kekurangan, perlu dibantu dan didoakan agar mereka dapat hidup layak dan tidak jauh dari Tuhan.

Pekanbaru,



No comments: