Gadis itu mengunyah nasi dan keong rebus di mulutnya sambil
menangis. Ia tak tega membayangkan seorang mbah tua di hadapannya hanya dapat
makan keong setiap hari. Akupun ikut terharu melihatnya.
Saat ‘lapar’ dan tamak pada kenyamanan dunia menyerang diri
kita, cobalah rajin-rajin untuk menonton ‘Ketika aku menjadi’ di TransTV.
Tayangan tersebut terus mengingatkan kita untuk selalu bersyukur, karena masih
banyak orang lain yang tinggal di rumah bocor, berdinding gebyok, berlantai
tanah tanpa kamar mandi layak. Mereka harus bekerja puluhan kali lipat lebih
keras dan lebih lama daripada kita. Tetapi mereka tak pernah berhenti atau
bermalas-malasan. Mereka tahu bahwa malas berarti tidak makan apa-apa hari ini.
Pada tayangan tersebut, si presenter mesti mengikuti
kegiatan bapak/ibu/mbah yang dikunjunginya. Mulai dari mencari bahan makanan,
bekerja dan berjualan dilakoni oleh presenter. Kadang-kadang si presenter
termenung, karena beban pekerjaan tidak sebanding dengan imbalan yang diterima.
Aku tidak menyalahkan presenter muda, manis, dan mapan itu
jadi sering menangis saat menyadari betapa beruntungnya hidup mereka selama ini.
Air mata itu tambah deras mengucur saat mereka bertemu momen-momen mengharukan
dan mengingatkan mereka pada orang tua sendiri. Tentulah mereka belum pernah
mengalami sendiri secara langsung kehidupan mengharukan tersebut. Jika mereka
sampai menangis setelah mengalaminya sendiri, mereka termasuk orang-orang yang
peka pada kesulitan orang lain.
Memang, saat kebutuhan sandang, pangan dan papan serta
tertier telah terpenuhi, rasa nyaman memenuhi segenap jiwa kita. Tetapi
kenyamanan yang berlebihan biasanya menjadikan hati lebih keras dan tumpul. Maka,
Rasulullah SAW menyarankan kita bersedekah dan menafkahi anak-anak yatim untuk
melembutkan hati. Ditambah dengan melihat orang-orang yang hidupnya lebih
kekurangan dari kita, seperti dalam tayangan ‘Ketika aku menjadi’, rasa syukur
di hati seharusnya semakin bertambah. Keluhan dari mulut pasti akan jauh
berkurang, berganti kesyukuran karena tidak mengalami hal yang sama.
Semoga tayangan-tayangan pengingat semacam KAM, tidak cepat
berlalu karena alasan rating belaka. Pengajaran yang diberikan lebih dari cukup
untuk membantu umat agar ingat bahwa masih banyak orang yang kekurangan, perlu
dibantu dan didoakan agar mereka dapat hidup layak dan tidak jauh dari Tuhan.
Pekanbaru,
No comments:
Post a Comment