Saat mendiskusikan kenakalan seorang keponakan kecilku,
semua yang ada mendesah khawatir. Ia memang suka bikin onar. Tapi memarahinya selain
tidak membuatnya jera, hanya akan mengecilkan hati orang tuanya. Hingga kini,
sulit juga membiarkan sesuatu tergeletak begitu saja tanpa diusik atau
disembunyikan olehnya. Akhirnya seorang ipar mengingatkan bahwa keonaran si
kecil dapat dihindarkan, asal kamipun mau pintar-pintar. Maksudnya, jika tak
mampu mengatasi kenakalan si kecil, maka kami sendiri yang tidak boleh sembrono
keluar kamar tanpa menguncinya.
Saran sang ipar itu melekat kuat di benakku. Apalagi setelah beberapa
lama berdomisili kembali di Indonesia, aku sering kena masalah karena masih juga tak pintar-pintar. Mungkin aku terbawa kebiasaan gaya
hidup di tempat mukim sebelumnya. Misalnya saat tinggal di Australia, tiap ada
masalah dengan barang atau jasa, maka pihak yang dikomplain akan memberikan
solusi atau pengembalian. Aku tidak perlu khawatir dengan penyerobotan atau
penipuan, karena semua jelas dan sesuai aturan hukum. Cukup hanya
memberitahukan, masalah segera ditindak lanjuti. .Meskipun berstatus sebagai seorang
pemukim tak tetap, mereka tak mau mempermainkan. Hukum memang berkuasa.
Tetapi di sini, aku punya pengalaman sedikit menyesakkan
dada di tempat perawatan kecantikan dan beberapa orang dokter. Setelah cukup
lama menggunakan sebuah produk, akhirnya wajahku sedikit masalah. Dokter klinik
yang dulu menerimaku hanya bisa bilang, “Memang begini resikonya”, tanpa
memberi solusi apapun. Lah, kalau pasien sudah memberitahu begini, mbok ya ada
jalan keluarnya. Si dokter hanya bisa tersenyum prihatin. Setelah
diingat-ingat, sepertinya sebelum perawatan sang dokter pernah menyarankan agar
aku tetap meneruskan perawatan wajah seperti biasa. Maksudnya, tetap menggunakan
busa pembersih sama seperti 24 tahun yang lalu. Sayangnya, saat itu ‘kepintaran’ku
melorot karena terlalu bernafsu punya wajah kinclong bak artis Korea. Memang wajahku
lebih berkilau, tapi hanya untuk 6 bulan saja.
Banyak kisah-kisah lain yang menuntut situasi pintar-pintar
ini. Orang-orang yang kehilangan koper mereka saat penerbangan, harus berani
menerima resiko tersebut. Sudah tahu tata kelola bandara masih morat-marit,
berani meletakkan barang berharga di koper berarti harus rela kalau kehilangan.
Letakkan barang-barang berharga dan bawa secukupnya saja dalam tas kabin.
Sedangkan di koper, letakkan barang-barang yang tidak akan kita sesali saat
koper tak ditemukan. Jangan sampai harus menyerah untuk memberikan koper
tersebut kalau tak lewat keamanan gerbang untuk boarding. Pintar-pintar
menganalisa situasi. Letakkan dahulu di koper atau kirim via titipan kilat. Kalau
sempat hilang, keluhan hanya bisa disampaikan, ditampung, tapi tak tahu bila
dapat penyelesaiannya.
Biar jengkel, hidup di tempat yang tak ada hukum kuat ini
memang harus pintar-pintar. Jika otoritas saja tak laku, apalagi hukumnya. Jika
uang bisa memperdaya semua orang, maka tak ada yang bisa menegakkan hukum. So,
sebelum meneken kontrak proyek yang besar atau terlibat sebuah kegiatan
kerjasama, ada baiknya pikir-pikir sekeras mungkin dahulu. Pikirkan seberapa
besar mudharatnya dan apa yang dapat mengontrolnya kalau terjadi sebuah
pelanggaran. Saat hukum di sinipun tak akan mampu mencegah orang tersebut untuk
menzalimi dan memperdayai kita, maka tinggalkan pekerjaan itu.
Pintar-pintarlah. Jangan pernah mau terlibat di dalamnya.
Pekanbaru,