Monday, August 12, 2013

Balada Tukang Cuci-cuci



Pernahkah kita memikirkan bahwa pada profesi tukang cuci-cuci itu ada sebuah hikmah yang bisa kita dapatkan?

Istilah ‘tukang cuci-cuci’ bagi cleaner kupelajari dari seorang teman berkebangsaan Malaysia.  Memang betul belum ada padanan ‘cleaning service’ dalam bahasa Indonesia, meski seharusnya berarti ‘jasa pembersihan’. Orang lebih sering memanggil ‘tukang bersih-bersih’ ketimbang ‘tukang cuci-cuci’. Jujur saja, aku merasa dampaknya agak berbeda. Kalau dipanggil ‘tukang cuci-cuci’ bukan ‘tukang cuci’, rasanya pekerjaan yang dilakukan lebih fokus ke cuci-cuci dan kesannya lebih ringan daripada tukang cuci. Tukang cuci identik dengan cuci pakaian, kalau ‘cuci-cuci’ sepertinya cuma cuci-cuci permukaan barang. Kesannya pekerjaan mereka jauh lebih ringan, kan… .

Berkat pengalaman berprofesi sampingan sebagai ‘domestic cleaner’ atau ‘tukang cuci-cuci rumah’ di Perth selama dua bulan, aku belajar untuk tidak memandang remeh profesi ini. Sebenarnya profesi ini paling mudah didapatkan di luar negeri, karena tiap orang pasti bisa melakukannya dan selalu ada lowongan. Gajinya terbilang lumayan (sekitar AUD18-25 per jam), tetapi untuk standard kehidupan nyaman di Australia tentu saja masih jauh dari cukup. Meski demikian banyak juga teman-teman yang sedang sekolah doktor tidak sungkan menjadi tukang cuci-cuci di luar negeri. Selain mendatangkan AUD lumayan, konon mereka senang banyak belajar hal baru tentang membersihkan. Apalagi ada waktu luang untuk berhenti memikirkan riset. Ternyata pekerjaan cuci-cuci bisa memiliki dimensi lain pada akhirnya. Haha.

Tukang cuci-cuci rumahan di Perth agak berbeda. Tentu saja kami tidak tinggal di rumah tersebut selama 24 jam. Kami hanya cukup datang satu kali dalam seminggu sekitar 1-2 jam. Pekerjaan pokok adalah membersihkan kamar mandi, kamar tidur dan ruang tamu, mengelap perabotan, membersihkan dapur, mencuci piring dan merapikan barang-barang. Semuanya tidak sulit. Membersihkan kamar mandi hanya memakai penyikat dan cairan pembersih khusus untuk kaca, porselen dan toilet. Menyedot debu untuk membersihkan ruang tamu dan kamar tidur. Mengelap perabotan yang disemprot cairan khusus. Piring hanya disusun di mesin cuci piring. Barang-barang tinggal dimasukkan ke dalam laci. Sangat mudah dan dijamin cepat beres tanpa mengeluarkan tenaga besar.

Sedangkan kondisi tukang cuci-cuci di Indonesia berbeda jauh sekali dengan yang kualami tadi. Selain pekerjaan cukup berat, tetapi pendapatan mereka sangat tidak sebanding dengan tenaga yang telah dikeluarkan. Benar-benar menimbulkan rasa kasihan. Untuk membantu mereka, kita dianjurkan sering-sering membagi tip barang beberapa ribu rupiah. Seorang motivator dari Malaysia (Prof Muhaya) mengingatkan supaya jangan pelit pada orang-orang dengan profesi demikian. Dibanding belanjaan kita yang beratus ribu atau jutaan rupiah saat di mal, maka memberikan sepuluh ribu rupiah tidaklah memberatkan. Kasihan. Kadang untuk mendapatkan ekstra sepuluh ribu saja mereka harus bekerja beberapa jam. Kalau rajin bersedekah pada para tukang cuci-cuci itu, insya Allah selain mendapat pahala juga berkat. Ada juga orang tua-tua mengingatkan untuk rajin-rajin bersedekah saat bersafar (berjalan jauh) guna menolak bala selama dalam perjalanan. Nah, biasanya para tukang cuci-cuci di toilet bandara/terminal merupakan orang-orang paling memungkinkan untuk diberi sedekah saat kita bepergian.

Alhamdulillah, ada pelajaran baru lagi terkait ‘cuci-cuci’ baru-baru ini yang bisa dipraktekkan untuk menghilangkan rasa ‘ujub’/sombong dalam diri.



Ceritanya begini. Siang itu aku dan bu AL, sahabatku, shalat zuhur di mushalla rektorat kampus. Lantai toilet mushalla itu kotor, penuh jejak-jejak sandal dan sampah. Biasanya aku sedikit jijik dan langsung menahan nafas buru-buru menyelesaikan wudhuku di sebuah toilet. Tetapi, ibu AL malah menahanku bersegera dan mengajak membersihkan tempat wudhu di mushalla. Air ditampung di ember lalu disiramkan ke lantai. Karena tidak ada pel, bu AL tanpa canggung langsung menggosok-gosokkan kakinya guna menghapus jejak-jejak sandal tersebut. Aku mengikuti beliau. 

Subhanallah. Tidak terlihat sedikitpun rasa jijik dan canggung di wajah bu AL saat melakukannya. Rasanya tidak banyak orang berpangkat tinggi dan bergelar doktor mau berbuat demikian. Tidak heran wajahnya selalu bersinar bak purnama. Pastilah banyak amalan-amalan baik yang sering dilakukan bu AL dalam hidupnya.



Sambil membersihkan kaki untuk terakhir kalinya, bu AL menceritakan bahwa ia selalu menyempatkan diri membersihkan toilet mushalla jika ada kesempatan. Untuk apa? 
Siapa tahu bisa menghapus dosa-dosa kecil yang saya lakukan hari itu, kan... mana tau ada sempat rasa sombong di hati atau menyakiti orang dengan lisan tanpa sadar”, ia menerangkan alasannya sambil tertawa-tawa tanpa beban. Yah, mungkin juga dengan cara itu dosa-dosa kecil memang bisa digugurkan...



Subhanallah… menurut motivator Malaysia tadi tentang cara merendahkan hati saat kita merasa ada ‘sedikit kesombongan’ dalam diri dengan harta/keturunan/pekerjaan, etc. Segeralah melakukan pekerjaan-pekerjaan remeh di depan kita yang moralnya dapat menurunkan rasa sombong di dalam diri. Mungkin kita bisa cuci-cuci di toilet, mengeringkan wastafel, mengangkat piring-piring kotor di sebuah hajatan, memakan makanan yang tidak dihabiskan orang, atau bahkan, membantu menggosok-gosok lantai toilet mushalla dengan kaki seperti yang dilakukan bu AL...



Masya Allah.



Pekanbaru,




No comments: