Wednesday, December 14, 2011

Perjuangan Mendapatkan Beasiswa ADS (Bagian IV-Selesai)

Akhirnya tibalah giliranku untuk bertemu kedua pewawancara beasiswa ADS 2006. Salah seorang Profesor berasal dari University of South Australia, sedangkan pewawancara lain adalah pejabat BPPT. Wawancara tentu saja dilakukan dalam bahasa Inggris.

Awalnya mereka menanyakan hal-hal umum dan seputar studi S2 dahulu di Manchester. Lalu mereka ingin mengetahui rencana risetku di Australia nanti. Kutunjukkan lembar rencana riset, dan diagram sinergi program riset dengan tujuan program ADS. Mereka mengajukan pertanyaan tentang ketersediaan fasilitas dan hubunganku dengan calon supervisor. Kemudian, mereka ingin mengetahui prestasiku di bidang kerja. 

Aku bersyukur karena telah memiliki ‘bekal’ bukti fisik di dalam berbagai folder yang telah kususun berdasarkan jenis pengalaman kerjaku. Setelah beberapa lama akhirnya aku baru bisa tersenyum saat melihat kedua pewawancara mengangguk-angguk sambil melirik satu sama lain. Sedari tadi mereka ingin melihat tingkat ketahananku diganyang pertanyaan sedemikian rupa. Akhirnya kata ‘sanggup’ dan ‘Insya Allah mampu’ yang kuberikan cukup untuk meyakinkan mereka kalau aku bisa menyelesaikan PhD. 

Tak terasa lebih dari 30 menit berlalu aku diwawancara oleh kedua orang tersebut. Benar-benar rekor ujian lisan terlama yang pernah kualami dalam hidup, dan juga wawancara terlama hari itu di antara semua peserta. 

Saat aku keluar dengan wajah lega, semua rekan-rekan di luar ruangan bergegas menyalamiku. Entah karena aku terlalu lama di dalam sana, atau apalah, yang penting aku menghargai sekali perhatian mereka. Bapak pewawancara dari BPPT malah keluar ruangan lalu meminta kartu namaku dan menyerahkan kartu nama beliau. Beliau mengatakan, jika lulus dari PhD nanti, beliau berharap aku menghubungi beliau. Aku  malu sekali. Teman-temanku menaikkan alis mereka sambil tersenyum menggoda. Kita lihat saja saat aku lulus nanti, kataku dalam hati.
 
Setelah wawancara besar selesai, tes IELTS dimulai. Rasanya tingkat kepercayaan diriku melesat drastis setelah mendapatkan pengalaman positif saat wawancara tadi. Biarpun aku merasa sangat mengantuk karena baru saja memakan obat pereda flu, semua soal YES, NO, NOT GIVEN, berhasil juga kuselesaikan. Mungkin karena topik Reading yang diberikan banyak berkisar soal Science dan Technology, sehingga tidak terlalu membutuhkan waktu lama untuk memikirkannya. Bagian IELTS yang paling kukuatirkan, yaitu Speaking dan Writing juga terasa lebih mudah kali ini. Apa pengaruh obat flu dan rasa kantuk atau karena aku sudah pasrah? 

Tetapi di kemudian hari, saat ujian IELTS setelah program EAP kami hadapi, salah seorang teman dengan skor tertinggi mengatakan bahwa soal-soal untuk tes IELTS saat saringan tidak sesulit soal tes yang kami kerjakan IALF Jakarta. Biar begitu, syukur Alhamdulillah, semua tahap dalam seleksi beasiswa ini telah aku selesaikan. Setelah berbulan-bulan berusaha, sambil menunggu hasilnya inilah saatnya berdoa jauh lebih sungguh-sungguh agar Allah memberikan hasil yang memuaskan.


English Academic Preparation di IALF Jakarta

Bulan Februari 2006, aku mendapatkan pengumuman kelulusan tahap wawancara dan IELTS, serta surat undangan untuk datang ke IALF Jakarta. Program EAP (English Academic Preparation) disponsori oleh ADS untuk mempersiapkan kemampuan bahasa Inggris dan persiapan keahlian dalam studi di Australia akan kuikuti 8 minggu. Kelas Eight Weeks (8 minggu) ini diadakan untuk pelamar yang masih memiliki kelemahan dalam bidang Writing dengan skor rata-rata di bawah 6.0. Bersama ratusan teman yang telah berada di IALF Jakarta dalam program berbeda, aku dan teman-teman baru sekelas bergabung dalam berbagai kelas yang dikelola IALF secara profesional. Setiap hari selama 8 minggu kami diberi materi Writing, Speaking, Reading termasuk Culture Shock.

Pada saat itulah, kerja keras di waktu sebelumnya mulai berbuah manis. 

Kami dengan cepat terbiasa untuk rutin belajar bahasa secara mandiri. Hampir setiap pagi aku datang lebih awal bersama beberapa orang lain, duduk menghadap tape recorder, mencoba berlatih Listening. Siang hari setelah waktu istirahat dan makan siang, aku membaca buku dan majalah yang tersedia di perpustakaan IALF. Sore hari, kadang kami memilih belajar selama satu-dua jam bersama-sama teman lain untuk menjadi partner Speaking mereka. 

Sedangkan pada malam hari di tempat kos, aku akan menghabiskan koran Kompas yang secara khusus kulanggan sendiri untuk menambah wawasan dan memperkaya bahan argumentasi untuk Writing. Setiap hari Sabtu dan Minggu, kadang aku lebih suka menghabiskan waktu di kamar untuk berlatih Writing part I dan II. Pendeknya waktu yang ada harus dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan keahlianku di keempat bidang terutama Writing

Alhamdulillah, saat berjuang itupun kami sedang melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadhan, sehingga kurasakan begitu banyak kesempatan untuk khusyuk berusaha dan berdoa. Aku tidak ingin gagal pada tahap akhir proses panjang mendapatkan beasiswa ini. Tentunya hal ini dirasakan oleh ratusan teman-temanku yang sudah berbulan-bulan belajar untuk meningkatkan skor IELTS mereka. 


Beberapa hari sebelum pelaksanaan ujian IELTS sebenarnya ada kabar gembira untukku. Curtin University memberikan unconditional offer letter yang artinya kemampuan bahasa Inggrisku bukan masalah bagi mereka. Tetapi ADS telah mempersiapkan aku untuk tes IELTS sebagai prasyarat mendapatkan beasiswa. Maka aku harus tetap menempuh tes tersebut. Beberapa hari kemudian hasil ujian IELTS diumumkan dan hampir semua orang di kelasku berhasil mendapatkan skor IELTS memuaskan. 


Alhamdulillah, akhirnya undangan itu datang juga!

Perjalanan epik mendapatkan beasiswa itupun berakhir di suatu sore bulan Desember 2006. Sebuah amplop besar dan tebal berisi kontrak antara ADS dengan diriku dan universitas harus ditandatangani oleh pak Rektor dan diriku.  

Yes, inilah momen terakhir dari perjalanan panjang mendapatkan beasiswa. Semua rasa lelah telah lenyap berganti rasa bahagia dan syukur. Seakan tak percaya, begitu banyak persiapan dan usaha yang dilakukan sejak tahun 2004, akhirnya membawaku datang ke Australia untuk memulai hidup baru sebagai seorang mahasiswa PhD. 
Cita-cita untuk mendapatkan biaya sekolah di luar negeri gratis dan mencoba menggali pengalaman baru serta mendapatkan keahlian baru, Masya Allah… dikabulkan oleh Allah. Terima kasih ya Allah, atas karuniaMu yang telah mengundangku bersama keluarga untuk datang menuntut ilmu di Australia. 

Aku akan berusaha sebaik-baiknya agar semua ini tidak sia-sia.

(Selesai)

Terimakasih hubby, keluargaku dan bapak-ibu mertua sekeluarga, yang telah memberi dukungan tiada tara untuk semua usaha mendapatkan beasiswa ini. 
Pekanbaru,

2 comments:

gunawan said...

assalamu'alaikum... luar biasa blog nya ibuk..:) saya juga sedang berjuang untuk meraih beasiswa ads.. kalau ibuk berkenan, saya ingin tanya-tanya sama ibuk..:) makasi..:)

Monita Wibisono said...

Maaf sekali, mas, saya baru lihat message ini. Silakan saja kalau ingin diskusi mengenai beasiswa ADS, email saya: monitawibisono@yahoo.com