Thursday, May 19, 2011

Musim gugur, saat kutinggalkan kampus Curtin



Hari-hari semakin terasa cepat berlalu sama cepatnya dengan kedatangan malam di musim gugur ini. Barangkali karena minggu ini adalah minggu terakhir saat diriku masih secara formal berstatus mahasiswa di Curtin University. Hari Jumat, tanggal 20 Mei 2011 esok, tesisku akan dikumpulkan thesis ke Graduate Office untuk dikirim ke penguji dari luar Curtin University.

Beberapa minggu sebelum waktu pengumpulan thesis datang, aku sudah mulai berkemas-kemas diri dan hati mengucapkan ‘good bye’ kepada beberapa staf dan teman yang tidak akan kujumpai sebelum berangkat pulang ke Indonesia nanti. 

Saat itu kusadari jika tak lama lagi kegiatan ‘say good bye’ dan mengatakan ‘I’ll miss you/I’m gonna miss you/I’ll be missing you’, akan lebih sering diucapkan atau terdengar. 

Adikku telah menyiapkan berbagai souvenir cantik dari Indonesia untuk tiap orang yang 'penting' bagiku di kampus. Mereka terlihat begitu terharu dan memelukku, rasanya ingin menangis saat mengingat ternyata kami cukup serius bersahabat.

Hmm, sepertinya setiap hari aku harus mulai terbiasa dengan rasa ‘kehilangan’ yang sedikit demi sedikit datang dalam diriku. Aku memang sudah terlalu terbiasa dengan kampus megah ini dan semua yang sering berinteraksi denganku. Berbagai gedung, pohon, ratusan burung di musim panas, bunga-bunga, taman, lab, kelas, sesama staf, sesama PhD student, bahkan rasanya pihak security-pun sudah sangat familiar denganku yang suka main telpon mereka minta dibukakan pintu kantor kalau tak sengaja dikunci teman sekantor. Betapa nyaman dan amannya kampus tersebut, sehingga aku merasa cukup sulit mengatasi rasa kehilangan di hati. Sebentar lagi, aku bukan bagian dari mereka. 

Aku juga sedih, karena tidak bisa lembur bareng hubby atau pulang sama-sama dari kampus saat malam hari. Soalnya, hubby masih di sini untuk menyelesaikan studinya.

Tapi aku gembira karena telah menggunakan waktu (kuharap) sebaik-baiknya untuk menimba banyak keahlian dan pengalaman dengan menjadi bagian dari kampus. 

Telah kunikmati berbagai hal menarik, dari fasilitas kantor yang sangat menunjang untuk seorang periset, hingga perpustakaan lengkap penuh dengan ilmu. 

Berbagai kursus dan seminar yang berkaitan dengan keahlian riset sedapat-dapatnya kuhadiri karena sangat membantu sekali dalam proses risetku. 

Sesi konseling bersama untuk menanggulangi ‘procrastination’, cara mengatasi konflik dengan supervisor, diskusi dengan staf Teaching dan Learning tentang perjalanan riset yang cukup rutin, memperkaya pengalamanku di sini. 

Beberapa teman sesama researcher student banyak juga memberikan motivasi, tips dan trick untuk bekerja dengan lebih efisien. 

Sering sekali ada sesi ‘berbagi’ lewat telpon, email bahkan sekadar makan bareng khusus untuk diskusi teknis pengerjaan riset. 

Belum lagi berbagai kesempatan yang di’lemparkan’ oleh Supervisorku untuk mendampingi berbagai tipe pengunjung ke lab, presentasi tentang risetku di depan audiens, bahkan datang ke berbagai konferensi untuk berinteraksi dengan para peneliti dari berbagai negara. 

Rasa percaya beliau terhadapku, ‘kalau aku bisa’, membuatku malu terkadang. Tampaknya aku tidak bisa membedakan antara ‘stupid’ dan ‘naïve’, sehingga seringkali tantangan yang memerlukan nyali sering ku’telan’ saja tanpa banyak cing-cong. 

Sering juga kusesali sikapku yang suka semua ‘kesempatan’, karena menurutku, hal tersebut membantuku untuk pindah tingkat, dari tidak bisa menjadi sedikit lebih bisa, dari pemalas jadi sedikit lebih tidak malas. Haha…

Pekerjaan paruh waktu di berbagai tempat dan keadaan banyak sekali membantuku. Seperti pekerjaanku sebagai ‘Student Shelving Asisstant’ di perpustakaan yang menambah kekayaan pengetahuan serta keahlian seluk-beluk pekerjaan di perpustakaan secanggih milik Curtin. 

Tidak cuma bekerja untuk memindahkan buku dari tempat pengembalian, menyusun buku, mengecek buku agar teratur, bertanggung jawab atas kerapian tiap tingkat, mengatur buku untuk dipajang saja lo. 

Pekerjaan itu juga membantuku menjadi pribadi yang menghargai waktu kerja, mau bekerja sama dengan tim/staf lain, proaktif membantu supervisor, lebih open-minded, sampai menjadi seorang sahabat yang selalu siap sebagai tempat curhat dan memotivasi mereka. 

Maksudku, kadang saat bekerja, kadang ada seorang teman yang bersedia bekerja sama denganku agar pekerjaan kami terasa lebih menarik. Berdua kami akan mengerjakan tugas-tugas sambil bercerita tentang kesulitan hidup dan hikmah. Semua yang terjadi dalam 3.5jam per shift itu, telah membuahkan banyak pelajaran hidup dan persahabatan jangka panjang dengan beberapa orang inspiratif. Kami saling membantu menyemangati dari soal pribadi sampai profesi, karena semuanya memang mahasiswa di Curtin dan memiliki profesi berbeda di luar kampus.

Gedung berbata merah dekat kantor, berjudul ‘Concrete Laboratory’ selalu menjadi tempat horror untuk mengerjakan eksperimen mengingatkanku pada masa-masa sulit di sana. Tidak hanya penundaan material, keterbasan ijin penggunaan alat, politik antar staf, sampai perang dingin dengan staf/student, pernah membuatku ingin kabur dari riset. Pelan-pelan dibantu hubby dan Supervisor, aku belajar untuk mengelola keadaan tersebut sedapat-dapatnya. Aku tidak mau lari, aku harus menghadapi. Akhirnya dukungan dari beberapa staf yang simpati denganku mulai berdatangan, hingga saat-saat terakhir aku berada di lab. Kurasakan perubahan teknik mengelola interaksiku dengan para staf di lab memang berdampak pada kelancaran proses riset. Dulu aku masih sering menggunakan perasaan dalam berbagai hal. 

Tetapi akhirnya kusadari, untuk bisa selesai, aku harus menepikan perasaan, menggunakan ‘contractor’s way’ (sipil banget!), yaitu ‘yang penting selesai’. 

Segala bentuk perasaan, mohon minggir dulu! Soalnya aku harus menyelesaikan risetku, walau apapun yang terjadi. 

Allah akan membantuku! Kataku selalu membesarkan hati, jika tidak ada orang yang tampaknya dapat mengeluarkan aku dari kesulitan tertentu. Tak terasa, aku tersenyum sendiri mengingat lagi-lagi betapa tipisnya beda ‘stupid’ dan ‘naïve’ bagi diriku, yang hasilnya adalah ‘be brave/have a gut’. Haha!

Seminggu belakangan ini, aku sibuk dengan persiapan akhir thesis sebelum dikumpulkan. Semakin cepat bekerja, semakin tidak terasa waktu berakhir begitu saja setiap hari. Tak kuduga kesanggupanku untuk presentasi kemarin pagi di depan mahasiswa UTM Malaysia malah menjadi salah satu tantangan besar di waktu sesibuk dan sesempit ini. 

Setelah presentasi berakhir, aku kembali tenggelam dengan thesis, mencoba setenang mungkin mengatur lay out thesis, menyiapkan appendices dan menyusun bagian-bagian yang harus dicetak. Walau tekanan yang kuhadapi sangat besar karena waktu sudah hampir habis, aku sangat bersyukur karena sering bekerja seperti ini sebagai seorang ‘engineering student’ dan staf di kampus UNRI. Saat itu keahlian mengendalikan diri ala Zen (Zen-way) dan ketahanan (endurance), adalah kata-kata yang sering kuucapkan untuk diri sendiri sejak setahun lalu. Alhamdulillah, walaupun wajah sudah tak keruan kerutnya lagi karena ngantuk dan lelah, aku sudah berhasil menyusun semua bagian-bagian yang bertebaran itu menjadi sebuah draft thesis lengkap dibantu hubby dan teman sekantorku, Wen Lau.

Pukul 9.30 malam tadi sungguh dingin. 

Musim gugur akan berakhir berganti musim dingin. Bulan purnama bersinar terang di langit sehingga siluet pohon-pohon cemara di depan mushalla terlihat lebih dramatis. 

Indah, tetapi hawa malam memaksaku berjalan cepat-cepat ke parkiran kampus dengan hubby. Kampus masih berdenyut, karena puluhan mobil masih terparkir di halaman kampus, menandakan para pemiliknya masih bekerja keras menyelesaikan tugas atau belajar. 

Hmm, malam ini adalah malam terakhir untuk lembur di kampus yang telah banyak mewarnai kepribadian dan pemikiranku. 

Bak seekor ulat yang telah bertransformasi dalam rangkaian benang penutup sebuah ‘cocoon’, kurasa aku telah berubah menjadi salah satu kupu-kupu yang siap terbang ke luar sana menebar ‘serbuk sari’ dan madu dari bunga-bunga. Semoga ‘serbuk sari’ yang baik pula dapat kusebar bagi orang lain.

Dalam perjalanan pulang di mobil, aku merenung. 

Biar bagaimanapun sulitnya perjalanan heroik yang telah kulalui, pada akhirnya aku bersyukur pernah berada di Curtin untuk melakukannya~ Insya Allah perjalanan ini akan berakhir esok pagi, hari yang besar bagi diriku tahun ini, di musim gugur nan indah pula. Penuh warna-warni merah, kuning, oranye, menambah rasa sentimentil bagiku yang akan meninggalkan kampus kenangan ini.

Allahu Akbar, terima kasih, ya Allah… untuk segala kemudahan, hidayah dan rahmat...
Perth,