Tuesday, January 31, 2012

Menghadapi si negative thinker


Gambar didownload dari mstrust.org.uk
“Saya sungguh tidak berbakat dalam bahasa Inggris, bagaimana mau sekolah ke luar negeri” kata seorang teman pada suatu siang. Ia mengatakan kalau ia bisa kembali ke bangku SD untuk belajar bahasa Inggris, maka ia ingin sekali melakukannya. Ia terdengar seperti kehilangan sebuah harapan besar.

Tiba-tiba seorang teman lain mendatangi grup dadakan kami, saat si teman tadi masih meneruskan kesulitan-kesulitan yang dihadapinya saat menggunakan bahasa Inggris.

Beberapa orang masih mendengarkan dengan sepenuh hati, hingga teman yang baru datang berkata, “Yah, susah itu kalau udah tidak berbakat. Maunya hal-hal seperti ini dipelajari sejak kecil. Lagipula kalau tidak ada keperluan sekolah di luar negeri, pastilah tidak bisa, walaupun sudah ikut segala macam kursus,”

Mendengar hal itu, sebenarnya aku super gemes padanya. Bukannya berusaha memberi dukungan pada teman, ia malah memperburuk kemungkinan yang ada. Tanpa mempedulikan kata-kata negatif si teman, aku langsung menghibur temanku yang tidak bisa bahasa Inggris tadi.

“Tidak apa, pak. Selama masih ada kemauan, Insya Allah ada jalan. Bapak ga perlu kembali ke SMA untuk belajar bahasa Inggris.”

Mereka semua memandangku seolah tidak percaya. Masa sih, ada caranya?

“Iya,” lanjutku buru-buru sebelum keduluan sama si teman negatif. “Bapak dan Ibu terjun aja langsung memakai bahasa Inggris tanpa harus pusing dengan segala tenses dan segudang aturan yang memusingkan”.

Aku terus berkata tanpa mempedulikan sanggahan teman negatif yang berusaha memberikan pandangan. Aku tidak boleh kalah cepat, pikirku.

“Sekarang, tujuan bapak-ibu untuk belajar bahasa Inggris kan hanya untuk masuk sekolah. Perlunya IELTS atau TOEFL saja kan?” pancingku.

Mereka mengangguk.

“Maka, fokuslah pada usaha-usaha untuk menaikkan nilai IELTS, jangan pikirkan hal-hal lain seperti harus banyak vocab dulu, bisa speaking dengan lancar atau lancar dulu menulis essaynya,” kataku panjang lebar.

Si teman negatif terbahak setelah menghembuskan asap rokoknya ke arah  kami. Ia tidak percaya soal itu. “Kalau prioritasnya masih belum sekolah, biasanya ga bakalan naik nilai TOEFLnya”, sanggahnya.

Waduh, tidak sopan amat sih? Gerutuku dalam hati. Tapi aku tidak peduli dengan reaksinya. Teman-temanku ini butuh semangat dan trick, jadi aku harus berbagi informasi kepada mereka, apapun yang terjadi, pikirku.

“Bapak-ibu hanya perlu untuk menaikkan nilai IELTS, jadi fokus saja sama soal IELTS. Jangan belajar semuanya, cuma hal-hal yang perlu dilakukan untuk menaikkan skor IELTS saja,”

Teman-teman terlihat ragu. Hm, pastilah mereka tidak tahu komponen IELTS itu apa saja.

“Itu saja tidak tahu, gimana bisa lulus ya” si teman sok negatif menertawakan teman-teman lain.

“IELTS itu ada Listening, Reading, Speaking dan Writing”. Teman-temanku mengangguk-angguk.

“Reading is okay, cuma perlu trik untuk cara membaca dan menjawab. Kalau Listening, perlu latihan agar mudah menangkap kata-katanya. Sedangkan Speaking, perlu berlatih setiap hari, minimal 30 menit dengan sparring partner. Soal writing, perlu sedikit strategi, tapi ada cara yang paling mudah”, kataku sedikit penuh misteri.

Teman-teman semakin tertarik mendengar kata-kataku.

“Untuk writing, guru saya di IALF Jakarta mengatakan, gunakan saja trick fast track. Maksudnya, kita pelajari dulu tipe-tipe essay yang biasa keluar di ujian IELTS Academic. Lalu, tiap essay dibedah. Perhatikan pola-pola penulisan dan alur argumennya. Kemudian, latih ingatan kita dalam menggunakan kalimat-kalimat yang sesuai dengan tipe essay.”

Aku harus berhenti sejenak agar teman-temanku dapat mencerna semua kata-kataku.

“Tidak usah rumit-rumit, gunakan contoh satu essay terbaik untuk panduan, lalu gunakan saja caranya”, sekilas aku teringat kata temanku si jenius Iwan Hwan mengenai tekniknya dalam mempelajari cara menulis essay untuk IELTS. Persis dengan teknik dari guruku di IALF.

Aku semakin menikmati suasana itu. Tanpa kami sadari, si negative thinker sudah meninggalkan grup diskusi. Teman-temanku lalu riuh bertanya soal-soal yang berhubungan dengan IELTS tadi.


==============================================================

Itulah yang terjadi siang itu.

Pikiranku tertuju pada si teman yang dari dulu masih saja tidak berubah kelakuannya. Hobinya memandang sesuatu secara terbalik dari orang lain cukup mengganggu. Padahal kualitas seseorang terlihat dari ucapan-ucapannya pada orang lain. Suka mengecilkan harapan orang, menertawakan usaha orang, menganggap semuanya sulit untuk orang, sampai mengatakan bahwa orang lain tidak akan sukses, sudah pasti keluar dari mulut seorang negative thinker sejati.

Apa alasannya untuk berbuat seperti itu, akupun tidak mengerti. Yang kutahu, orang-orang seperti mereka sebenarnya memiliki kepicikan hati, sulit melihat orang lain senang dan senang melihat orang dalam kesulitan. Mereka membungkus diri dengan label ‘kami cuma berusaha rasional’.

Actually, mereka terperangkap dalam jiwa tak berdaya karena tidak bisa melakukan hal yang sama. Daripada semakin menderita melihat orang lain lebih maju dari dirinya, ia lalu berusaha menyetop keinginan orang lain dengan ucapan-ucapan negatifnya.

Aku sendiri sebenarnya sangat bahagia bisa mengalahkan omongan dan aura negatif yang disebarkan oleh temanku tadi. Rasanya sudah lama sekali aku ingin super pandai bersilat lidah agar dapat melawan omongannya.  Tapi sebenarnya, teknik melawan secara tidak langsung dengan tetap tenang membangun semangat kawan-kawan tak kusangka lebih ampuh ketimbang melawannya sendiri secara langsung.

Buktinya ia ngacir tanpa permisi.

Hopefully.

Pekanbaru.






Monday, January 23, 2012

Bahagia saat bekerja



Pernah tidak dilayani oleh seseorang yang tidak ramah dan enggan membantu pelanggan dengan baik? Atau pernahkan iseng-iseng melihat rekan lain mengeluh soal gaji, fasilitas pekerjaan atau beban kerja yang dirasa tidak adil? Kita dapat melihat bahwa mereka ‘tidak bahagia’ dalam pekerjaannya.

Satu hal yang kupelajari saat studi terdahulu adalah melakukan sesuatu yang kita sukai. Misalnya kita suka mengajar, maka jadilah dosen. Kalau kita suka menata, jangan jadi dosen, tapi jadilah desainer interior. Alasan kuatnya, kalau kita melakukan sesuatu yang tidak disukai, maka kecil kemungkinan untuk mengerjakannya dengan baik.

Tetapi, nasihat di atas sepertinya sulit untuk di Indonesia saat ini. Di tengah persaingan ketat dengan jutaan orang untuk mendapatkan pekerjaan ideal, memiliki sebuah pekerjaan saja sudah patut disyukuri. Kadang-kadang perusahaan/instansi/institusi tidak dapat menyediakan tempat kerja ideal, pelatihan atau bonus menarik. Oleh karena itu, apa yang harus dilakukan agar tetap ‘bahagia dalam bekerja’?

Konsep ‘bahagia’ dalam dunia kerja berbanding lurus dengan produktivitas. Jika seseorang merasa bahagia, maka ia mau bekerja guna menghasilkan pekerjaan dengan kuantitas dan kualitas terbaik.

Para pemimpin perusahaan besar di dunia (CEO) menyadari hal ini, sehingga mereka memastikan bahwa karyawan yang bekerja untuk mereka perlu merasa bahagia dan puas dengan posisi mereka. Para CEO juga selalu memonitor dan memfasilitasi peningkatan kadar kebahagiaan karyawannya.

Pihak Google, misalnya, membuat ruang-ruang kerja dengan penataan yang rileks, menyediakan mesin pembuat minuman dan snack gratis, pojok olahraga mini seperti ring basket maupun treadmill. Semua ditujukan untuk menciptakan suasana kantor lebih yang menyenangkan dan memiliki kebersamaan tinggi. Pekerja juga terus diingatkan tentang ‘arti’ dan ‘nilai’ pekerjaan yang mereka lakukan, sehingga karyawan akan selalu berusaha meningkatkan produktivitas mereka tanpa merasa tertekan. Hal ini dibuktikan dengan kinerja Google sebagai ‘mesin pencari’ terbaik di dunia.

Rasa bahagia dalam bekerja harus menjadi bagian ‘sikap’ dalam bekerja dan bukan sebuah ‘hasil’ dalam bekerja.  Karena sudah masanya keadaan di tempat kerja tidak mempengaruhi perasaan hati dan menghilangkan produktivitas, maka ada beberapa cara agar seseorang dapat bekerja dengan bahagia di tempat kerja:

a)   Bersyukur karena masih memiliki pekerjaan dan tidak menganggur.
b)   Memahami kebahagiaan personal tidak ditentukan oleh atasan atau tempat bekerja.
c)   Mengetahui  arti dan nilai pekerjaan, termasuk dampaknya terhadap instansi/institusi.
d)   Mengurangi acara mengeluh berjamaah dan memiliki rencana pribadi dalam bekerja.
e)   Mencari hal-hal atau situasi yang membuat kita bahagia dalam bekerja, misalnya, pada saat diberi tanggung jawab baru, berhasil menyelesaikan target, menemukan cara paling efisien dalam mengerjakan sesuatu, atau menolong teman dalam pekerjaan mereka.
f)   Memiliki ‘working space’ atau ‘workstation’ yang nyaman. Biarpun kecil, tempat menulis atau bekerja haruslah membuat kita betah untuk bekerja di sana.
g)  Disadari atau tidak, sebenarnya ada beberapa pekerjaan cukup cocok dikerjakan sambil mendengarkan musik, seperti musik klasik atau easy listening.
h)  Memiliki hobi yang dapat mengkompensasi rasa tidak bahagia dalam bekerja, misalnya, olahraga, berkebun, menulis atau memotret. Rasa bahagia saat melakukan hobi, akan memicu tubuh untuk merilis hormon endorphin yang membuat orang merasa nyaman dan bahagia.
Semoga tips di atas bisa menciptakan rasa bahagia saat bekerja.

Pekanbaru,

Thursday, January 19, 2012

Ketika Aku… Menyadari Proses itu Perlu


Setelah beberapa bulan kembali ke rutinitas dan kehidupan di tanah air, aku sempat mogok blogging. Ternyata, kesukaanku pada mengisi blog dikalahkan oleh kesulitanku menyesuaikan diri dengan kehidupan baru. Dari cuaca, pekerjaan, kebiasaan orang-orang di sekelilingku, tontonan, hingga makanan yang kumakan.



Satu hal yang paling kuingat dari ‘Return Home Workshop’, bahwa kami dianjurkan untuk tidak terburu-buru ingin mengubah keadaan di sekeliling dalam waktu singkat. Proses itu harus dilakukan perlahan-lahan tanpa mengejutkan keluarga, kolega maupun mahasiswa.



Cara demikian memang sangat memakan waktu. Tetapi, orang-orang di sekelilingku perlu diberi waktu untuk memahami kalau aku bukanlah sebuah ‘ancaman’ bagi mereka. Oleh karena itu, aku harus menyesuaikan diri dengan mereka sambil menyusun rutinitas yang ingin kulakukan. Secara pribadi, aku ingin semua orang menerimaku dengan senang hati tanpa beban. Simpati yang diperoleh diharapkan dapat memperkuat kolaborasi dengan teman-teman dan memudahkan implementasi ide-ide lewat dukungan tim.



Dalam masa penyesuaian diri, kita juga dituntut untuk bijaksana dan mau membaur dengan teman-teman lama tanpa ada tendensi tertentu. Kita harus mengurangi bicara, lebih rajin mendengar, aktif membantu siapa saja yang membutuhkan ide kita, dan bersikap kooperatif dalam  berbagai hal. Tidak perlu membanding-bandingkan apa yang pernah kita alami sebelumnya, karena situasi tersebut telah berlalu, sedangkan saat ini kita tengah berada dalam situasi lain lagi. Intinya, rasa ikhlas akan keadaan sekarang harus diperbesar.



Kadang-kadang, terbersit rasa jengkel karena semua tidak semudah dan secepat sebelumnya. Lagi-lagi, sikap ‘menerima’ memang membantu penyesuaian diri lebih cepat. Terkadang kita harus sering merevisi dan menurunkan standar agar tidak putus asa lalu mogok berkarya. Tak jarang kita harus kembali pelan-pelan melangkah, karena tidak bisa secepat biasa. Pada saat melambat ini, jangan diartikan sebagai saat kontra -produktif. Tetapi gunakan masa itu untuk mengumpulkan dukungan dan kekuatan. Karena, saat masa penyesuaian telah berlalu, kita bisa mengejar ketinggalan yang dialami dengan kekuatan penuh.



Saat ini, aku tidak memiliki target apapun selama setahun penuh. Kubiarkan diriku menyesuaikan diri, meskipun sempat terseok-seok pada awalnya. Pelan-pelan, kubangun rutinitas pekerjaan dan kehidupan yang lebih seimbang. Toh, tidak selamanya kita akan berada dalam ‘kesulitan’, karena sudah sunnatullah, setelah ‘kesulitan ada kemudahan’.



Semoga penyesuaian diri selama setahun ini akan memudahkanku di masa depan... Semoga yah!



Pekanbaru,

Satu cerita boring lagi dariku… (haha, enjoy!)












Sunday, January 15, 2012

Merenungkan kembali kebiasaan Ghibah


Asik banget kan, ketemu orang-orang yang sudah lama tidak kontak. Salam, cipika-cipiki (khusus wanita loh), lalu duduk menyerbu hidangan tersedia pada sebuah acara kumpul-kumpul. Awalnya masih berbicara soal-soal ‘diriku’ dan ‘dirimu’ dan tapi, lama-lama, kok ‘dirinya’? Kapan kita akan berhenti menggunjingkan orang lain walaupun sudah mengetahui akibat dan dosanya?

Ghibah itu seperti aksi kanibalisme
Kumpul-kumpul berdalih menjalin silaturrahmi sering menjerumuskan hadirinnya dalam acara berghibah. Bahkan orang-orang yang tidak suka juga sering tergelincir ghibah. Mulanya bertukar kabar ringan, lama-lama mengeluh tentang keadaan, lalu tanpa sadar malah mengeluarkan cercaan pada orang lain dan akhirnya mengghibah tak tentu arah.

Padahal, Allah telah berfirman,
“Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Apakah salah seorang di antara kamu suka memakan daging saudaranya yang sudah mati?” (QS Al Hujurat: 12)

Saat mendengar ayat ini, semestinya kita membayangkan peristiwa menjijikkan saat kita beramai-ramai mengunyah dan menelan daging manusia yang sudah mati. Tanpa sadar kita sudah melakukan aksi kanibalisme pada mayat seseorang. Mengerikan!

Batasan Ghibah
Ghibah, seperti yang sudah sering disebutkan, adalah saat kita menyebutkan sifat seseorang dengan sebutan yang tidak disukainya. Andaikan saudara kita tidak senang sewaktu kita menyebut kekurangan pada badan, nasab, atau hal-hal duniawinya, maka hal itu termasuk ghibah. Tidak hanya mengatakannya dengan terang-terangan, bahkan cara sindiran lewat ghibah juga dilarang.

Ternyata orang yang dilaknat bukan hanya si pengghibah, tetapi pendengar ghibah yang tidak berkomentar telah merupakan ‘sekutunya’. Apalagi jika kita mendengar dan menyukai ghibah tadi, maka kita sudah bersekutu dengan si pengghibah.

Meskipun batasan ghibah cukup kritis, tetapi ghibah juga dibolehkan, saat:
a)    Menceritakan soal kezaliman yang dilakukan seseorang agar dapat dihentikan
b)   Meminta tolong untuk merubah kemungkaran dan mengembalikan orang yang durhaka pada kebaikan
c)    Memberi peringatan bagi kaum muslimin soal kejahatan kaum kafir
d)   Melihat orang yang melakukan maksiat terang-terangan


Kafarat bagi pengghibah
Bagi kita-kita yang telah terlanjur memiliki sifat suka berghibah, bagaimana cara menghentikan dan menghapuskan dosanya?

Ada pendapat bahwa kita mesti melakukan hal-hal berikut:
Pertama, kita harus menyesal dan bertobat serta menyesali perbuatannya supaya diampuni Allah.

Kedua, kita harus meminta maaf pada teman-teman yang telah digunjingkan dengan menampakkan penyesalan dan kesedihan.

Menurut Anas bin Malik dari Rasulullah SAW, kita juga bisa mendoakan orang yang kita gunjingkan, seperti memohon ampunan bagi dia kepada Allah dan mendoakan kebaikan untuknya. Sedangkan Mujahid menyarankan agar kita belajar untuk bersikap baik dan memujinya sebagai tebusan dari memakan ‘daging saudara’ tadi.

Semoga kita bisa kuat dan istiqomah untuk tidak menjadi pelaku maupun sekutu kanibalisme pada saudara kita yang lain. Amin.


Pekanbaru,
(Disarikan dari nasihat bab 24 ‘Kejelekan-kejelekan Lisan’, p 199-201, buku Ringkasan Ihya’ Ulumuddin, Imam Al Ghazali, Pustaka Amani-Jakarta)

Wednesday, January 11, 2012

fresh pink

I like to combine color and texture for outfits, and polyvore is the best place to learn that. Just give it a try for your own personal style...

fresh pink


Mango wrap top
£20 - mango.com

Debut lace pumps
£23 - debenhams.com

Pink ring
$30 - fantasyjewelrybox.com

Miss Selfridge layered jewelry
£10 - missselfridge.com

Scarve
muslimbase.com

Chanel Coco Mademoiselle Parfum
$105 - nordstrom.com

IKEA Rektangel
$2.49 - ikea.com

Tuesday, January 10, 2012

Storage untuk menyimpan jilbab

Terinspirasi dari gaya hidup 'Clutterfree' Leo Babauta dan Courtney Carver, aku dan mom berusaha merapikan isi lemari kami yang super fat. 

Dimulai dari yang kecil-kecil dahulu,
seperti storage khusus untuk menyimpan jilbab yang sulit disusun dengan rapi di dalam lemari.




Cara membuatnya:
Gunakan kotak bekas bersih, misalnya kotak bekas sepatu. 
Kotak bisa dipercantik dengan kertas kado. 
Lipat tiap jilbab arah memanjang, lalu gulung bagian tepinya ke arah dalam.
Perkuat dengan jarum pentul, agar gulungan tidak mudah lepas.
Susun jilbab dalam kotak. 

Praktis, kan?

Pekanbaru,




Friday, January 6, 2012

Bakat vs Ketekunan

Hah, banyak amat, seruku dalam hati saat melihat beberapa teman dengan wajah kusut membawa beberapa gulungan gambar di tangan mereka. Tugas mingguan, delapan gambar dalam seminggu, teman dekatku berkata. Delapan gambar seminggu! Pastilah para calon arsitek itu harus punya bakat menggambar untuk menyelesaikan semua tugas dengan baik dan tepat waktu.

“Sebenarnya kak, apakah kita perlu punya bakat dalam menggambar untuk masuk Arsitektur?” tanyaku pada seorang senior dari Jurusan Arsitek suatu hari. Aku masih belum bisa membayangkan apa jadinya tugas-tugas tanpa bakat tersebut. Lagipula aku tahu ia pintar menggambar, karena tugas-tugasnya kerap menjadi contoh di papan pajangan.

“Tidak juga sih,” jawabnya. 

“Semua orang sebenarnya bisa belajar menggambar, tetapi kalau ia punya bakat, maka gambar yang dihasilkan biasanya terlihat lebih hidup”.  

Oh, jadi itu bedanya. Orang tak berbakat juga bisa menghasilkan gambar yang bagus, tetapi si berbakat kalau bisa mengeksploitasi kejeliannya, maka ia menghasilkan gambar yang jauh lebih menyentuh.


Si pintar yang tak pernah bertanya

Ada sebuah kejadian lain lagi soal bakat yang cukup membekas dalam hatiku. Hal ini terjadi antara kami para peserta tutorial dengan dosen Statistika. 

Sang dosen Statistika melihat wajah kami para peserta asistensi dengan ekspresi datar. “Kalau kalian tetap rajin begini, pastilah kalian akan lulus ” katanya membesarkan hati. Ia tahu kami selalu mau bersusah-payah mengerjakan tugas-tugasnya yang sulit dan menunggu dengan sabar saat beliau mengoreksi pekerjaan kami. Padahal banyak juga yang tidak memahami dengan baik apa yang beliau ajarkan, meski sudah membaca berbagai buku. 

“Saya tahu ada satu dua orang di kelas kalian yang sangat pintar dan hasil kuis mereka selalu sangat memuaskan” lanjut beliau. 

Kamipun saling berpandangan dengan wajah penuh tanya. 

“Sayangnya, mereka tidak pernah datang bertanya pada saya, padahal kalau mereka mau berdiskusi dengan saya...” ia kemudian tidak melanjutkan kata-katanya. Siapapun itu, aku turut menyesal karena kalau temanku mau datang, siapa tahu ia bisa mendapatkan nilai sempurna dalam mata kuliah ini, sesalku.


Jurus dua golok
Soal bakat vs ketekunan juga disinggung dalam buku Ranah 3 Warna (karangan Ahmad ‘Negeri 5 Menara’ Fuadi). Hal ini berkaitan dengan ‘jurus dua golok’ yang diajarkan oleh Kyai mereka di Pondok. Dalam jurus ini digunakan dua macam golok yang untuk memotong sepotong tongkat kayu. Golok pertama berkilau, tajam dan sering diasah. Sedangkan golok kedua karatan, tumpul dan sudah pasti sebaiknya diasah dahulu sebelum digunakan oleh sang Kyai.

Sang Kyai mendemonstrasikan bahwa golok yang sangat tajam tadi jika tidak digunakan sebagai mana mestinya dan asal-asalan, ternyata tidak dapat memotong sebilah kayu tadi. Sedangkan golok tumpul plus karatan yang digunakan dengan serius, terus-menerus dengan irama konsisten malah pada akhirnya membuat tongkat kayu terpotong. Tentu saja perlu waktu lebih lama untuk memotong kayu dengan golok tumpul, tetapi jika si golok tajam tak serius memotong maka ketajamannya tadipun tidak terlalu berguna.

Kyai tersebut mengajarkan lewat jurus dua golok, bahwa orang yang tidak terlalu berbakat tetapi selalu serius dan tekun berusaha dalam mengerjakan sesuatu pada akhirnya akan menuai hasil memuaskan juga

Meskipun orang berbakat akan menghasilkan produk yang lebih ‘berkilau’ daripada si tak berbakat, tetapi keberhasilan akhir mereka tergantung dari keseriusan dan ketekunan mereka sendiri.


Tidak hanya mengandalkan bakat saja
Berdasarkan cerita di atas, maka mudah dimengerti kalau untuk berhasil, tidak murni hanya menggunakan bakat saja. Asal seseorang mau mencari jalannya, tekun berusaha dan tidak gampang menyerah, maka ia akan mendapatkan imbalan setimpal, yaitu sebuah kesuksesan. 

Oleh karena itu, kita harus berhenti berkata pada diri kita maupun kepada orang lain kalau kita tidak berbakat dalam melakukan sesuatu.

Prof Habibie pernah mengakui kalau dirinya hanyalah orang yang tekun berusaha dan bukan termasuk orang jenius (buku Habibie dan Ainun). Untuk ukuran orang sekaliber beliau, kurasa, pengakuan ini hanyalah bentuk kerendahan hati beliau saja. Saat mengambil doktor di Jerman, meskipun waktunya banyak dihabiskan saat bekerja paruh waktu, seperti merancang gerbong kereta api ringan, ia tetap bisa lulus dengan nilai cemerlang. Sepertinya, ia lebih suka dikatakan sebagai orang yang tekun dan giat berusaha ketimbang seorang super jenius di bidangnya. Hal ini menunjukkan, bahwa bakat semata bukanlah satu-satunya penentu kesuksesan, tetapi juga ketekunan dan keseriusan.

Bagi adik-adik mahasiswa atau teman-teman yang mengatakan ia tidak berbakat di suatu bidang, sebaiknya mereka meralat pola pikir anda. Kita tidak selalu harus berbakat dalam suatu bidang, lalu baru dapat terjun ke dalamnya. Insya Allah berkat ketekunan dalam berusaha, kita bisa juga kok meraih impian dalam hidup.

Pekanbaru,

Monday, January 2, 2012

Pangan Kaya Serat Pengganti Nasi

Saat tinggal di Perth, aku dan hubby belajar mengkonsumsi raw oats, barley, lentils, chickpea, beras coklat,d beras merah dan weet-bix sebagai pengganti nasi. Semua dilakukan untuk mengurangi ketergantungan pada nasi sebagai makanan pokok sekaligus menjaga kesehatan pencernaan melalui makanan kaya serat tersebut.

Keinginan untuk mensubstitusi nasi sebagai bahan pokok, dimulai dari pengetahuan tentang Glycaemic Index (GI). GI adalah persentase pengaruh karbohidrat pada level gula darah. Makanan yang diproses (bentuk aslinya tidak terlihat lagi) seperti tepung, mi instan, dan pasta, memiliki GI tinggi dan berpotensi meningkatkan gula darah secara drastis. Tidak hanya makanan proses, beras putih dan beras ketan cenderung memiliki kadar GI tinggi. Sebaliknya, makanan tidak diproses seperti wholegrain, legumes dan oats malah mengandung GI yang rendah.

Oats, barley dan aneka legumes tidak hanya dapat mengurangi resiko penyakit berat seperti jantung, kanker dan diabetes tipe 2.  Berbagai jenis makanan kaya serat tersebut diyakini dapat menjaga berat badan ideal dan menyehatkan sistem pencernaan. Yang paling menarik, semua bahan makanan tersebut sebenarnya tidak sulit diperoleh di pasaran dengan harga terjangkau.


Oats yang terdapat di pasaran terbagi dua, yaitu fine ground and raw oats. Raw oats direkomendasikan karena memiliki tekstur kasar dan bergizi tinggi karena tidak mengalami proses penghalusan. Oats dipercaya dapat membersihkan usus dari endapan sisa makanan padat dengan cara penyerapan. Untuk membuat oats yang lezat, maka sedikit garam saat memasaknya. Oats yang dicampur dengan buah-buah kering dapat dijadikan snack lezat. Campur oats dengan air secukupnya dan garam sehingga mudah dibentuk dalam cetakan. Bakar adonan dalam oven selama sepuluh menit, lalu hidangkan. 


Barley memiliki tekstur lebih kasar dari oats. Untuk memasaknya, kita perlu menambahkan air dan merebusnya cukup lama. Bulir yang matang biasanya lebih kenyal dan cukup sulit dikunyah. Oleh karena itu, barley sebaiknya dimakan sesekali saja, karena otot wajah kita bisa letih setelah mengunyah bijinya. Makanan ini sangat baik untuk pencernaan karena kaya serat dan vitamin B.


Belakangan kami mencoba lentil/dhal. Ada beberapa jenis lentil di pasaran, tetapi favorit kami adalah lentil merah. Untuk penyajiannya, lentil direndam dalam air selama beberapa menit. Lalu rebus lentil hingga mengeluarkan aci/tepung putihnya. kemudian masukkan irisan bawang bombay, bawang putih, yang telah ditumis kedalam masakan tersebut. Jika ingin menambah sayuran, maka masukkan bayam atau sayuran beku. Tambah garam secukupnya dan  lentil dapat disajikan dengan kari ayam atau daging. Lentil sebagai bagian dari legumes (kacang-kacangan) dapat mengurangi kerja keras pencernaan dan mengurangi resiko sembelit.


Chickpea atau kacang kuda, dapat dimasak menjadi cemilan maupun kari. Biasanya kami mengkonsumsi chickpea sebagai pengganti nasi. Chickpea cukup direndam semalaman hingga mengembang. Lalu rebus dan beri garam secukupnya. Untuk kari, setelah diolah dengan cara yang sama, tambahkan bumbu kari kedalamnya. Makanan ini memiliki bau khas, tetapi berkhasiat tinggi seperti lentils. Jika chickpea halus ditambahkan pasta ikan dan sedikit tepung kanji lalu digoreng, maka jadilah perkedel chickpea yang lezat. Chickpea juga dapat diolah menjadi bahan dasar burger vegetarian yang banyak dijual di supermarket.


Beras coklat (brown rice) maupun beras merah tidak melalu proses pengolahan khusus. Kulit beras merah kaya vitamin B, rendah GI dan seratnya sangat baik untuk pencernaan. Pengolahan beras merah dan coklat tidak berbeda dari beras biasa. Hanya saja nasi merah rasanya tidak selezat nasi putih, sehingga menu penyerta harus yang kaya rempah.



Weet-bix cukup murah dan rasanya lumayan. Biasanya kami menjadikannya sebagai cemilan pengganti biskuit atau wedges (kentang goreng ukuran besar). Weet-bix dicampur dengan susu dan buah-buahan menjadi makanan favorit di Australia. Weet-bix yang dicemil seperti keripik ternyata dapat membantu menghilangkan rasa guilty setelah menyantap makanan tinggi kalori dan bahkan memperlancar BAB.


Dari pengalaman tersebut, kami belajar bahwa tidaklah berat kalau harus mengganti nasi dengan aneka pangan lain. Yang paling penting adalah kesadaran dan kemauan untuk kebutuhan hidup sehat, serta rajin membuat kreasi penyajian agar tidak membosankan.

Pekanbaru,