Tuesday, May 19, 2020

Micro-credentials

Teringat kata-kata Prof Nizam dan Dr Illah, saat webinar beberapa hari lalu mengenai micro-credentials. Micro-credentials akan diperlukan di masa depan, saat kita dituntut menjadi agile learners. 




Again, agile learners, kata-kata itu membawaku kembali ke kelas UNILEAD di University of Oldenburg dengan Prof Peter dari University of Stellenbosch, South Africa. 

In order to be a good leader, we need to be agile, begitu pesannya. 

Baik, agile adalah = kemampuan untuk berpindah dengan cepat dan mudah.

Micro-credentials = kualifikasi, capaian, kualitas personal dalam skala mikro.

Agile-learners = flexible, adaptive, self-directed, creative, character, dan complex problem solver. 


Alright, let's get back to the micro-credentials. 

Skills, atau keahlian-keahlian kecil yang tidak perlu dikuasai melalui sekolah formal, merupakan kebutuhan untuk bersaing di masa depan. 

Apa saja micro-credentials yang dibutuhkan? 

Semua tergantung dari kita sendiri. Misalnya aku seorang engineer, punya gelar formal dari universitas, tapi dalam hidupku, aku membutuhkan keahlian khusus~ yakni leaderships, communication, dan public speaking. Aku juga perlu menjadi seorang complex problem solver, karena sering sekali harus memberikan masukan di bidang manajemen perguruan tinggi. 

Ada skill lain yang perlu aku kuasai, yaitu kemampuan mendapatkan informasi melalui wawancara karena pekerjaan khususku. Disamping itu, aku harus bisa bekerja sama dengan tim dari berbagai latar belakang, umur dan kebiasaan sehingga keahlian adaptif perlu terus diasah dengan banyak membaca mengenai sejarah, news dan kehidupan/budaya orang-orang asing tersebut. 

Nah, dalam artikel ini, aku membaca bahwa di masa sekarang, orang membutuhkan micro-credentials karena ada gap keahlian untuk menguasai teknologi baru.  Gap tersebut terjadi karena trend global pada skala makro,  yaitu, pertama, adanya kebutuhan pendidikan tinggi di masyarakat, kedua, transformasi digital yang terjadi di berbagai industri dan ketiga karena digitisation pendidikan tinggi.  

Oleh karena universitas tidak menyediakan semua training untuk keahlian yang dibutuhkan, sedangkan berbagai keahlian terus dibutuhkan dalam bekerja, maka kita tidak perlu mengikuti gelar formal lagi tetapi hanya perlu menambahkan atau meningkatkannya melalui kursus online, bootcamp certificate, magang dan berbagai jenis training lainnya. 

Hanya perlu diingat, micro-credentials diperlukan hanya sesuai kebutuhan saja, bukan mengumpulkan sertifikat sebanyak-banyaknya tapi tidak diaplikasikan sehingga memiliki dampak dalam penyelesaian tugas atau kebutuhan tempat kerja. 

Kita tetap membutuhkan pendidikan formal dari perguruan tinggi agar bisa melompat cukup tinggi, tetapi agar lebih skyrocketing di dunia kerja, kita perlu suplemen keahlian (micro-credentials) karena di kampus tidak diajarkan 'practical projects, tools, and opportunities'.  

Di dunia kerja kita harus membuktikan kita adalah 'valuable candidate' agar dapat terus mengikuti perkembangan dan bekerja dengan tim yang smart (cerdas), conscientious (produktif) dan conformist (mau mengikuti aturan yang baik di tempat kerja).

Pengalaman Scott Young, salah satu agile learner yang berusaha belajar mandiri unit computer science di MIT tanpa menjadi mahasiswa formal, bisa menjadi sumber inspirasi. Ia menyusun kurikulum, jadwal belajar, mengerjakan latihan dan menilai hasil kerjanya menggunakan bahan-bahan dari kursus online tersebut. Sungguh inspiring dan bisa membuat kita berkaca bahwa kalau ada keinginan untuk berkembang, kita selalu bisa mencari jalan dan mendapatkannya.

Pekanbaru, 

No comments: