Friday, July 10, 2020

Weekend di Amsterdam: Zaanse Schans (Part 2)

Amsterdam
28 Februari-01 Maret 2015


Museum van Gogh kami tinggalkan untuk melanjutkan perjalanan melihat museum outdoor Zaanse Schans di daerah Zaandam menggunakan bis kota. Kami naik tram dari Amsterdam museum van Gogh ke Amsterdam Central Station. Stasiun bis berada di lantai atas museum dan, again, kami harus berlari-lari ke arah bis yang siap berangkat ke museum tersebut. 

Kanal besar di Zaandam.
Scenic bridge di kanal.
Relevan dengan postku mengenai kanal Otaru di Hokkaido yang direnovasi pemerintah Otaru, maka daerah Zaan juga merupakan daerah heritage yang dijaga kelestariannya oleh pemerintah Belanda. 

Saat ini Zaanse Schans menjadi salah satu tempat kunjungan turis karena terdapat kincir angin icon khas negara Belanda.

Konon revolusi industri di Belanda dimulai dari daerah Zaan pada abad 18-19. 

Seperti pada museum open air di Cloppenburg, Jerman, di museum outdoor Zaanse Schans dapat dilihat replika rumah pertanian, warehouse/gudang, workshop/bengkel kerja, kincir angin di tepi kanal dan padang rumput yang sangat luas. 

Pada salah satu bengkel klompen (clog) atau sepatu kayu khas Belanda, kami mampir melihat teknik pembuatan sepatu yang konon mulai dipakai oleh orang Belanda pada abad ke-13. Terinspirasi oleh sandal kayu milik bangsa Roma, alas kaki ini dibuat tertutup agar dapat melindungi kaki dari cuaca di negara Belanda yang lebih dingin dan penuh angin.  

Klompen cantik untuk souvenir.
Klompen paling besar di sana. 
Klompen dibuat dari kayu-kayu ringan, kuat dan tahan air seperti kayu alder, willow dan poplar sehingga petani dapat menggunakannya untuk bekerja di padang berair atau rawa tanpa mengalami cedera karena air maupun alat tajam. 

Klompen lebih tahan daripada sepatu biasa karena hanya mengalami keretakan bila terkena benda keras. Hanya sayangnya, penggunaan klompen dapat membuat struktur tulang kaki petani mengalami tonjolan karena sol yang keras dan tidak fleksible menurut sebuah artikel di web Smithsonian.

Potongan kayu untuk klompen.
Klompen untuk sehari-hari.
Potongan kayu untuk klompen pada awalnya dibentuk dahulu. Kemudian kayu tadi dibor bagian bawahnya, lalu dipahat secara mekanis untuk mengeluarkan sisa bahan. 




Menonton demo membuat klompen.
Pekerja di bengkel klompen.
Bagian dalam diamplas agar klompen lebih nyaman. Perawatan dalam tungku dilakukan untuk tiap pasang klompen selama 5-6 hari untuk menurunkan kadar air pada kayu sehingga klompen lebih kuat dan siap dipercantik.


Tiap rumah ternyata sebuah workshop/bengkel dan toko.


Rasanya waktu tidak akan pernah cukup kalau tiap rumah yang menjadi workshop/bengkel dan toko di Zaanshe Schans dimasuki. 

Ada tempat pembuatan keju, kerajinan kayu, pottery dan beragam toko souvenir. Jika ingin melihat, kita bisa menggunakan app tour berikut. App tersebut akan membawa kita tour di Zaanshe Schans yang memperlihatkan tempat-tempat tadi dengan lebih rinci. Sungguh mudah traveling di zaman sekarang, bisa menggunakan virtual dan augmented reality. 



Di depan kincir, si kakak asli 'urang awak' residen Amsterdam.
Berdasarkan lukisan Claude Monet dari Perancis, di daerah Zaandam sejak dahulu banyak terdapat kincir angin milik berbagai bengkel berbaris di tepi sungai. 

Kincir angin di tempat itu memiliki bentuk, ukuran, warna cat, nama dan fungsi berbeda. Misalnya kincir hijau paling besar pada foto di samping, disebut De Gekroonde Poelenburg dimiliki oleh pabrik pengolahan kayu. Di bagian belakang adalah kincir angin De Kat, milik pabrik cat dan pigmen. Sedangkan kincir angin terakhir, De Zoeker adalah tempat pembuatan minyak dari tumbuhan.


Apabila kita berjalan mengelilingi Zaanshe Schans, di bagian depan dekat halaman rumput yang bersebelahan dengan jalan raya, dapat dilihat rumah-rumah pertanian beraneka ukuran di sebelah kanal-kanal. Rasanya ingin sekali tinggal di sebelah kanal ini, bisa melihat air di dekat pintu, barangkali sesekali memancing ikan, atau hanya duduk-duduk menikmati angin dan mendengar suara gemericik air mengalir dalam kanal. 
Rumah khayalan, dekat kanal, pohon, rumput dan penuh bunga-bunga empat musim.

Sambil berbincang-bincang mengenai berbagai hal dan memotret cepat dengan Lam, teman dari Saigon, secara tak sengaja terlihat material kerang dalam bentuk utuh yang dihamparkan sebagai pengganti pasir di jalan-jalan setapak ! 
Kerang sebagai pengganti pasir untuk jalan setapak!

Pada masa itu aku baru mulai menggunakan kerang sebagai bahan substitusi maupun aditif untuk material konstruksi. Pengalaman melihat kerang langsung dipakai sebagai bahan hamparan semakin menambah semangat untuk mengeksplorasi bahan tersebut. Beberapa penelitian kami mengenai kerang dapat dilihat pada link ini dan itu

Kami kembali ke Amsterdam Central Station setelah 2 jam berkeliling maupun melihat-lihat rumah dan bengkel di sana. Kegiatan berikutnya adalah menikmati kota Amsterdam dari kanal (canal cruise) sebelum dinner bersama di pusat kota lalu kembali ke hotel untuk istirahat. 

Lanjut ke Weekend di Amsterdam (Part 3).

Pekanbaru, 2020




No comments: