Seseorang yang kukenal sekarang menjadi sangat menganggu.
Tadinya demi kesopanan aku tetap berusaha melayani basa-basi di antara kami
berdua dengan baik. Tetapi lama-kelamaan tanpa ragu-ragu ia kerap mencela
perbuatan, masa lalu dan kondisi fisikku secara langsung.
Astaghfirullah…
Saking seringnya dicela orang tersebut, aku menjadi gampang curiga dengan tiap komentarnya. Tetapi
aku bukan orang yang suka melawan celaannya secara langsung, karena mengembalikan kekasaran bukan tipeku. Untuk menetralisir kesebalan akibat celaan tersebut, aku berharap memiliki hati seluas samudra atau reservoir untuk menenangkan diri.
Setelah berkonsultasi pada ‘La Tahzan’ (Dr ‘Aidh al-Qarni) baik-baik,
aku menemukan beberapa hal penting untuk menenangkan jiwaku yang baru saja dapat
celaan baru kemarin. Misalnya beberapa hal berikut:
“ Jangan bersedih jika mendengar kata-kata kasar, karena
kedengkian itu sudah ada sejak dulu”, maksudnya: aku bukanlah orang yang
pertama menjadi korban kedengkian orang lain dan celaan mereka.
“Jangan bersedih atas cercaan dan hinaan orang”, moralnya:
tiap cercaan dan hinaan sebenarnya mendatangkan pahala. Semakin pedas sebuah
celaan, maka makin banyak pahala yang diperoleh seseorang.
“Caci maki dan cemoohan itu tidak akan membahayakan diri
anda”, yang berarti: ucapan-ucapan orang yang suka mencela, suka bicara
kesana-kemari, dan suka menjatuhkan kehormatan orang lain, tidak berbahaya dan
penting, karena sikap orang tersebut tidak akan bisa mengusik hati orang-orang
beriman, baik dan berani.
“Jangan bersedih jika dianiaya, dilecehkan, dihina atau
dizalimi”, karena: para pencela suka mencela orang yang memiliki harga dan
derajat tinggi. Pendengki tidak akan pernah menendang bangkai anjing atau
orang-orang tak berharga.
Kurasa, modus operandi cela-mencela ini memang dilakukan
orang-orang yang merasa dirinya tak berharga di samping orang-orang tertentu. Cela
hanyalah sebuah senjata cacat yang bisa ditumpahkannya untuk menutupi kelemahan
dan kedengkian dirinya pada orang lain.
Yah, jangan bersedih lagi, lah.
Pekanbaru,
No comments:
Post a Comment