Judulnya sangat catchy.
'Being stubborn since...', sepertinya sih sudah nama tengahku.
Aku sering menggunakan cerita ini untuk meningkatkan motivasi mahasiswa bimbingan. Sebab, selalu ada saja orang yang berusaha mengubah pikiran mereka untuk tidak mengerjakan tugas akhir yang sulit dibawah bimbinganku. Menurut mereka, nyaris setiap hari ada saja orang yang mengomentari sesuatu untuk menjatuhkan mental dengan dalih realistis dan memakai logis. Padahal mengerjakan penelitian tidak harus sesuai dengan kriteria siap untuk diaplikasikan, apalagi ini hanya sekelas S1.
Biarlah mereka belajar meneliti dan menikmati prosesnya, teman-teman. Just let them work in peace. Why don't just you do your own work?
So, about 'being stubborn since...", ceritanya begini.
Setelah beberapa kali kuamati, ternyata aku tidak begitu cocok bekerja dalam tim yang orang-orangnya suka menggurui dan banyak celoteh. Apalagi kalau orangnya suka mengkritik diriku terus-menerus seolah-olah dirinya saja yang paling mengetahui. Padahal cuma mengetahui, belum jadi ahlinya pula (ada kredibilitas di bidang itu). Kadang-kadang, apa yang diberitahukannya tadi sebenarnya datang dariku, cuman lupa mensitasi sumbernya, barangkali.
Begini, aku sering diajari untuk begini-begitu (suatu tugaslah ya) oleh orang tersebut. Sebenarnya cara tersebut cocok untuk suatu masa dulu, saat aku masih belum sekolah. Tetapi sejak sekolah lagi, ada banyak cara sebenarnya, dan berbagai cara tersebut sudah diajarkan sebagai budaya oleh sekolah kami. Kami hanya tinggal mengikuti rutin dan memodifikasi alurnya saja. Tidak perlu harus sama persis, yang penting target akhirnya tercapai. Itulah warna budaya universitas negeri maju yang kuaplikasikan dalam bekerja. Nah, beliau sepertinya lupa bahwa ilmu dan metode itu bisa didapatkan dari mana saja, dan bukan hanya dirinya yang mengetahui hal tersebut sehingga tidak perlu mendoktrin orang untuk mengikuti metodenya.
Belajar untuk 'being stubborn since...', akhirnya menjadi salah satu cara bagiku mengatasi rasa tidak enak. Mungkin idenya didengarkan, tapi lebih sering tidak tertarik menjalankannya. Toh, kita juga punya prinsip sendiri dalam bekerja dan rutin yang sudah dikembangkan untuk memecahkan sebuah masalah. Prinsip dan ritme yang sudah disesuaikan dengan cara kita sesuai dengan pengetahuan dan pemahaman kita akan suatu pekerjaan. Apalagi kalau cara-cara tersebut kurang etis, misalnya sedikit licik, berbohong, menggiring sesuatu menjadi 'abu-abu' untuk mendapatkan tujuan kita dengan lebih cepat.
Tetapi, kalau metode itu bagus dan terbukti dapat diandalkan, apalagi
kalau datang dari ahlinya yang berpengalaman, maka tidak diragukan lagi... aku pasti
mendengarkannya baik-baik dan menjalankannya.
Btw, just let me work in peace. Save your energy, and why don't just do your own work?
Rahasia 'being stubborn since...' ini yang selalu menyemangatiku dalam bekerja. Betul, setiap orang perlu punya prinsip kuat untuk sukses dan jangan suka mengekor orang saja. Tidak perlu membantah, senyum, dan tetap bekerja sesuai pengetahuan dan pendirian kita. Insya Allah nanti tinggal buktikan bahwa 'hasilnya beda'.
Pesan dari Mufti Ismail Menk:
"Some people dislike you because your strength shows up their weakness. As long as your conscience is clear, learn to ignore them".
Jadi, abaikan saja mereka yang suka mengomentari dan menggurui itu...
Pekanbaru
A lecturer, an engineer, a learner, a researcher, a reviewer, a traveller, an adventurer. Love plans and plants.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
-
Semoga ini bisa jadi point untuk introspeksi diri bagi diriku dan teman-teman lain. Kuakui, diriku kadang suka sombong, padahal tidak memili...
-
Perth termasuk tempat beriklim Mediterranian, maksudnya memiliki musim panas yang kering dan curah hujan tinggi di musim dingin. Monaco, Rom...
-
Soal kucil-mengucilkan ini sering kita alami, kan? Kadang-kadang hati jadi panas membara mengingat perlakuan tidak adil dari teman-teman ata...
No comments:
Post a Comment