Monday, January 25, 2016

Berbagi Kiat mendapatkan Beasiswa Luar Negeri

Alhamdulillah, minat mahasiswa dan lulusan S1 untuk melanjutkan S2 ke luar negeri saat ini semakin meningkat. Mereka mulai menyadari kalau untuk bersaing di era global akan membutuhkan kompetensi di bidang keahlian dan soft skills seperti kepemimpinan, kemampuan bahasa asing, dan adaptasi dengan berbagai budaya. Disamping itu mereka juga mencari kesempatan untuk memperluas wawasan melalui hidup di negara asing secara mandiri, jalan-jalan gratis dan tentu saja teman-teman berbagai bangsa. Berhubung semua kompetensi dan kesempatan itu mahal harganya dan tidak dapat dibiayai oleh beasiswa ADB (Ayah dan Bunda) saja, maka mereka bersemangat mencoba mendapatkan beasiswa luar negeri dari berbagai negara donor. 

Post ini ditulis sehubungan dengan undangan Kelas Persiapan Beasiswa (KPB) Riau pada Sabtu, 16 Januari 2016.

Kegiatan berbagi informasi kebiasaan belajar di luar negeri, khususnya UK pernah kulakukan pada tahun 2002-2003. Pada masa itu, hal yang ditekankan bagi mahasiswa adalah kemandirian, adaptasi dan kerja keras agar dapat lulus tepat waktu. 



Berbagi kiat mendapatkan beasiswa luar negeri baru dimulai pada tahun 2012, saat organisasi mahasiswa (BEM Faperta, BEM Fakultas Teknik, BEM FMIPA) mulai mengundang beberapa dosen senior dan diriku untuk memotivasi mereka studi di luar negeri. Pada tahap ini mahasiswa dikenalkan dengan jenis-jenis beasiswa yang tersedia dan tips belajar bahasa Inggris selama masih studi S1. Kemampuan Bahasa Inggris selalu menjadi 'tiket' untuk bisa mendapatkan beasiswa luar negeri, tetapi untuk mendapatkan keahlian tersebut tidak mudah karena harus dibangun bertahun-tahun lamanya.




Pencari beasiswa pada awalnya seperti masuk ke dalam hutan tanpa perencanaan. Banyak yang tidak mengetahui cara mencari informasi beasiswa, jenis beasiswa, tipe beasiswa populer, dan kiat mendapatkannya. Hal yang terpenting menurut peraih beasiswa umumnya (2014) adalah menentukan jenis beasiswa, mendapatkan informasi detil, mempersiapkan persyaratan, mulai mengisi formulir aplikasi, mengontak universitas, mengontak teman-teman baru yang pernah studi di universitas tersebut, mengirim formulir sambil berkejaran dengan tenggat waktu dan melupakan semuanya sampai ada kabar. 




Australia Development Scholarships adalah beasiswa lain yang kudapatkan pada tahun 2006 untuk studi S3. Sebenarnya aku telah lama berniat menjadi salah satu penerima beasiswa ADS, apalagi setelah bertemu teman-teman penerima beasiswa ADS di IALF Denpasar (1999) yang memiliki kualifikasi dan kemampuan bahasa Inggris di atas rata-rata. Selain itu ada beberapa alasan mengapa aku memilih studi di Australia dan beasiswa ADS. Pertama, beasiswa ADS sangat populer karena memberikan tunjangan penuh, kursus persiapan bahasa Inggris dan studi di Australia, dan memiliki manajemen beasiswa yang bagus. Kedua, riset terkini yang ditawarkan oleh universitas dengan fasilitas lengkap. Ketiga, negara multikultural, multi budaya, tidak jauh dari Indonesia dengan iklim Mediterania, sub tropis, dan tropis dengan gaya hidup, flora dan fauna unik (2014). Keempat, kesempatan untuk melakukan perjalanan heroik guna menemukan jati diri dan mengembangkan kepribadian. Kelima, jalan-jalan dan tinggal sementara di bagian Selatan bumi pasti sangat menyenangkan!



Oh, tentu saja ada banyak masalah saat studi (2015). Tetapi hal tersebut pasti bisa diatasi dengan percaya bahwa semua hal itu baik, telah ditentukan, dan berasal dari Allah SWT. Pada masa sulit kita harus tetap mencari jalan keluar dan tidak takut pada kesulitan yang menghadang di depan. Ada baiknya tetap berusaha dan berjuang tanpa kenal lelah agar semua kesulitan dapat diatasi. Kegigihan, nyali, dan keyakinan kuat bahwa Allah SWT akan memberi jalan keluar dapat mengurangi rasa letih dan putus asa selama proses tersebut.



Pada tahap berikutnya dalam sesi berbagi info studi di luar negeri (2016), aku lebih tertarik membahas prinsip dasar dan strategi untuk mendapatkan sebuah beasiswa, termasuk mengisi formulir dengan teliti! Pertanyaan-pertanyaan yang paling menentukan dalam keberhasilan beasiswa selalu terkait relevansi bidang studi tujuan dengan kompetensi dasar kita, kemudian relevansi bidang studi dengan fokus beasiswa, dan dampak studi lanjut bagi diri dan karir individu maupun masyarakat di Indonesia. 



Anyway, untuk bisa sukses mendapatkan beasiswa luar negeri maka perlu serangkaian langkah yang membutuhkan kerja keras tidak mengenal lelah dalam waktu tertentu. Keberhasilan mendapatkan beasiswa adalah satu hal, sedangkan berhasil menjalankannya saat studi lanjut adalah masalah berbeda. Untuk tahap ini, fokus dulu pada mendapatkan beasiswa, lalu pikirkan langkah selanjutnya untuk studi dengan sukses di luar negeri. 

Selamat berusaha, dan jangan lupa berbagi informasi cara mendapatkannya di kemudian hari.

Pekanbaru,

Friday, January 15, 2016

Creating Content and Sharing Insight


Sedikit review tahun-tahun berjalan sejak kembali dari sekolah di Australia,

tahun 2012: tahun administration (merapikan arsip, mengumpulkan data, menyusun database)

tahun 2013: tahun traveling (mengunjungi hubby, keluarga dan teman di luar negeri)

tahun 2014: tahun internationalization and networking (mengerjakan project internasionalisasi dan bertemu banyak teman maupun orang-orang penting dari empat benua)

tahun 2015: tahun creating content and sharing insight (mengumpulkan ide dan berbagi pandangan di mana-mana)

tahun 2016: barangkali akan jadi tahun yang... (tergantung aktivitas tahun ini, barangkali temanya 'community service')

Awal tahun baru ini aku belajar terminologi baru 'creating content dan sharing insight', meskipun tahun 2015 lalu sudah kulakukan sambil berlari di berbagai tempat. Pada tahun 2015, kesempatan untuk berbagi ilmu tidak hanya di bidang penelitian melalui konferensi, tetapi juga bidang green building materials, penulisan ilmiah, kreativitas mahasiswa, motivasi, kepemimpinan di era MEA, gender equality, studi S3 di Australia, dan kuliah umum mengenai material konstruksi di tanah gambut sewaktu mengunjungi University of Yamaguchi, Jepang.

Term tersebut, creating content and sharing insight (mengumpulkan ide dan berbagi pandangan), seperti yang ditulis oleh Dorie Clark di hbr.org dalam post 'How Can I Ensure I'm More Valuable at the End of the Year than I was at the Beginning', menjadi bagian dari Professional Development (Pengembangan Profesional) dalam hidup dan karir seseorang. Maksudnya, 'creating content' adalah menuliskan ide/ilmu untuk mengkristalisasi pengetahuan dalam bentuk yang lebih mudah dipahami dan mengikat orang lain, sedangkan 'sharing insight' berarti membentuk personal brand (imej pribadi) dengan cara berbagi ilmu dengan publik/komunitas. Keuntungan yang diperoleh adalah pemahaman mendalam tentang bidang keahlian dan mendapatkan pengakuan publik mengenai keahlian kita. 

Agar bisa 'creating content dan sharing insight' dengan baik, tentulah kita perlu memperluas ilmu dan wawasan mengenai sebuah topik. Pengalaman presentasi dan belajar internasionalisasi selama ini di KUI, di Jerman, presentasi materi untuk mahasiswa di kampus maupun presentasi penelitian di konferensi internasional telah membantu dengan cepat untuk menyusun content yang tepat untuk setiap event. Selain itu, berbagi pandangan berdasarkan pengalaman pribadi biasanya lebih enak diikuti dan membekas di dalam hati audiens. 

Untuk memulai tahun 2016, Bismillahirrahmanirrahim, telah ada undangan berbagi ilmu mengenai beasiswa luar negeri dan sekolah di luar negeri oleh komunitas anak muda lokal yang mencari beasiswa. Mudah-mudahan tema tahun ini, community service bisa dijalankan dengan baik. Semangat.

Pekanbaru, 
beautiful 2016 is waiting

Tuesday, January 5, 2016

Travel Update Year 2015

The year 2015 was a nice and busy year, and also a time for great change of my priorities and direction!

Jakarta (January 2015)
The trip was short to German Embassy to apply for a Schengen Visa. It would be my second trip to Germany in February-March shortly.

Berlin (February 2015)
I managed to have fun too, such as to see the famous Berlin Zoo, Postdamer Platz, Berlin Wall and enjoyed a cheap falafel in the heart of Berlin. Instead of having fun in Berlin and learn the tragic history, we had two days class at Berlin Institute of Professional Studies with an amazing female professor.



Oldenburg (February 2015)
I visited a Botanical Garden to see the early bloomers snowdrop and crocus, had fun with classmates at University of Oldenburg, joined more games and participated in more lively discussions, and breathed the nice air of early spring all over the city.



Amsterdam (March 2015)
I went to Zaansche Schah, Van Gogh Museum, Canal Cruise, Anne Frank House, and took a stroll at the city center and Amsterdam Central Station. A week after that, I went to de Hortus Botanical Garden with my former student because Elizabeth Gilberth's book, The Signature of All Things.




Abu Dhabi (April 2015)
Abu Dhabi and Dubai are more glamorous and lavish than places I saw in Europe. Things are glittering, massive and inviting. We enjoyed food galore from authentic Indian, Syrian, Pakistanis and Arabic. Though Abu Dhabi is a little bit laid back than Dubai, we enjoyed our sister bonding moment through learning about sustainable construction at the eco city: Masdar City.



Dubai (April 2015)
We went to Burj Khalifa, the tallest building in the meantime, Dubai Museum to learn its interesting history about native people of Dubai. Took the public mass rapid transportation around the city and experienced the advancement of technology surround the country. Then we ended up at the Miracle Garden, a most colorful and awesome flower garden in any desert. Such a splendid time to take pictures in those colorful garden.




Jakarta (May, June, July 2015)
I attended a Professional Development Activity in Jakarta, working a grant proposal. It was a great even to meet other Australia Awards alumni, and learned about how to write down a winning proposal. Another visit was to attend a SAME interview in Jakarta, which didn't turn well for the time being.



Padang, Bukittinggi (August 2015)
It was our wish to do a road trip in West Sumatra when hubby had finished his PhD thesis. I was so glad to have this #4th road trip again. We could chat, take a turn of driving, taste local food, take photos of nice views, hike in some places and stroll around the local markets.



Jakarta (October 2015)
It was a kind of agony to leave my home town without dearest ones who still need to face haze. People have tried to bear the situation as much as they can. So, I had to reroute to Padang to board on the plane to Jakarta. I would leave home for 3 weeks non-stop from 21st of October-15 November 2015. First, I went to Jakarta  to attend Alumni Discussion with consultant from the Australian Embassy and a sharing session at IALF Jakarta with the new PhD students. I reflected myself to be in the same shoes about 9 years ago when I was eager to know how to do a PhD and what we need to prepare in order to finish on time.

Surabaya (October 2015)
I came to Surabaya for a conference about geopolymer and met my colleagues from ITS and UKP again and got a chance to be one of a chairperson in a symposium. It will be my next thing to master, on how to be an entertaining in a scientific and formal event! The symposium was great, and I won a silver medal for my paper.

Sepang (October 2015)
My first stop was Sepang, near Kuala Lumpur on my way to Japan. I went to Japan for extending the university and faculty international collaboration with Miyazaki, Saga and Yamaguchi universities. KLIA2 is impressive, but very huge indeed.

Yokohama, Miyazaki, Fukuoka, Saga, Yamaguchi, Hiroshima, Tokyo (October-November 2015)
Japan is like another home for me now. It was my second visit to enhance our international collaboration with University of Miyazaki, Saga University and University of Yamaguchi. We traveled across Japan to visit those universities and several places such as Yokohama, Fukuoka, Hiroshima and Tokyo on our way back from Japan. Autumn was nearly there, and I fell in love with momiji (autumn leaves).




Jakarta (November 2015)
Gender inequality is definitely an issue for female staff at the university. How could we give an understanding to our stakeholders that gender equality will be beneficial for the development of university in the future. I attend 5 days seminar that full of fun and loving female colleagues in Jakarta to learn about an importance of creating gender friendly environment for male-female staff at the university to ensure them to work together in harmony.

Pekanbaru,