Sunday, January 31, 2010

Musim panas

Saat ini di benua Eropa sedang musim dingin dan beku. Kebalikannya, di benua Australia, kami menikmati musim panas yang kelewat panas dan kering. So hot!

Musim panas memang menyenangkan bagi yang tinggal di belahan Utara bumi seperti Eropa. Soalnya musim panas begitu singkat, hanya dua-tiga bulan. Setelah itu, brrr... dingin dan mendung terus-terusan.

Aku ingat saat pertama kali musim panas di Inggris. Saat itu sedang waktu istirahat makan siang dan panas sekali, mungkin sekitar 28 derajat Celcius. Kulihat teman-temanku dari Jerman melambai-lambaikan tangan ke arah kami yang sedang mengobrol seru di jendela gedung.

Ayo turun! Mereka berseru keras. It's nice here!

Aku dan Chan, teman dari Malaysia cuma meringis. Kami berasal dari negara tropis. Sejak musim panas ini berlangsung, sudah bertambah satu senti warna coklat di mukaku.

"Sorry, we have enough sunshine in our home country!" seru kami pula.

Kalau di Indonesia, panas-panas begitu kita akan mengeluarkan sunblock, yaitu payung lipat. Begitu aku menggunakan payung di depan kampus, tak kusangka, seorang wanita tua menghampiriku.

"Are you okay? The weather is nice, you don't need that umbrella" dia menunjuk payungku dengan wajah serius.

Kulihat beberapa mahasiswa yang tengah berjemur di halaman rumput ikutan nyengir melihatku berpayung di depan mereka.

Oh no, dikira gila kali!

Terpaksa kurelakan wajahku mengcoklat bak toblerone yang enak itu selama musim panas berlangsung.


Sesampainya di Australia, suhu terpanas di musim panas bisa 44 derajat Celcius. Selain super panas, udaranya juga terlampau kering, sehingga tumit kaki dan bibir pecah-pecah. Udara yang terlampau panas bikin tidak bisa tidur, malas makan karena haus terus, dan ajaibnya berat badan bisa turun juga. Kalau sudah begitu, kita disarankan banyak minum, bekerja pelan-pelan dan tidak bekerja berat. Jika terlalu panas, kepala kita akan berdenyut-denyut sehingga bekerja berat tidak disarankan sama sekali. Beberapa minggu lalupun saking panasnya dua hari 43 derajat C berturut-turut, lab kami ditutup. Para staff dipulangkan karena mayoritas bekerja di ruangan tanpa AC.

Tapi anehnya, saat musim panas biasanya kita lebih produktif ketimbang saat musim dingin. Soalnya kita malas tinggal di dalam rumah yang gerahnya bukan main selama seharian.

Pagi-pagi sebelum suhu meningkat, aku dan hubby akan cepat-cepat ke kampus karena mencari parkiran yang teduh untuk 'si starlet ijo'. Setelah itu, kamipun akan mengurung diri di kantor atau lab yang ada ACnya. Pukul 9 malam barulah kami pulang ke apartment.

Sudah bisa dipastikan, kami akan jauh lebih produktif karena hampir seharian di kampus. Mana ada yang ngantor tanpa minimal membaca atau menulis serta mampir ke lab mengambil data? So, lebih produktif, kan? Di musim dingin, hal seperti itu jarang terjadi, karena udara kelewat dingin menyebabkan kita mengantuk, kaki kedinginan, badan dingin, dan otak ga konek dengan kerjaan. Sebab itu kalau musim dingin, kita semi-hibernasi, bekerja dalam mimpi, hihihi...

Bagusnya, di sini aku tidak perlu kuatir terlalu coklat. Soalnya OZ juga lebih coklat atau merah kayak kepiting rebus, kali! Mana ada bule keren, berambut pirang tetapi berwajah coklat kemerahan? Jadi kulitku yang coklat menghitam ini, malah dianggap eksotik dan menggiurkan (hush!) oleh mereka. Paling untuk ekstra proteksi aku memakai topi dan kaca mata hitam supaya tidak mudah kena kataraks. Berpayung pun tidak ditertawakan di sini, karena sering juga OZ berpayung ke sana-ke mari. Untunglah ga ada mas-mas OZ yang pake payung pink, seperti mas-mas Chinese yang aduhai itu! Hi!


Anyway...
Sama dengan di Inggris, musim panas adalah musim terindah karena satwa liar seperti burung kakaktua yang cantik-cantik akan berdatangan untuk makan-makan di pohon atau lapangan rumput dekat kampus. Musim inipun saatnya kita tamasya ke pantai atau sekedar berpiknik sambil barbeque di tepi sungai. Bunga-bunga musim panas bermekaran seindah-indahnya di sana-sini. Aroma dan aura musim panas lebih santai, ceria, manis, dan penuh cinta.

Pantes aja musim panas selalu mengundang yang namanya summer love. Itu, jatuh cinta yang terjadinya waktu summer saja. Setelah memasuki autumn, ikut berguguranlah cinta tadi bersama daun-daun kering kecoklatan.
Hehehe...

Perth,
Kampuspun sepi, karena semua pada liburan musim panas. Hooray!

Thursday, January 28, 2010

Ngeblog, untuk mendukung penulisan tesis


Kira-kira dari judul di atas, kebayang tidak, apa hubungannya ngeblog dengan penulisan tesis?

Bagi orang yang terlihat cukup telat belajar menulis di blog, diriku sebenarnya sudah lama rutin menulis di diary. Berhubung dulu belum ada blog, maka diary jadi blog untuk diri sendiri. Diary adalah tempatku untuk menyimpan ide, memahat memori serta berkomunikasi dengan diriku dalam memecahkan berbagai masalah. Setelah blog menjadi populer, maka sedikit demi sedikit aku berpindah dari diary ke blog. Tentu saja aku masih punya diary untuk masalah-masalah super pribadi, tetapi untuk masalah yang ingin kubagi dengan teman-teman terutama mahasiswaku, aku lebih banyak ngeblog.

Proses belajar menulis dari diary, kemudian ngeblog, ternyata berdampak besar dalam peningkatan keahlian menulis kita. Blog atau diary adalah tempat untuk menulis secara bebas apa saja, dari ide kita, opini maupun pengalaman kita. Tidak heran jika sudah terbiasa, maka kita akan dengan cepat mengembangkan kecanduan menulis di blog. Rasanya ada yang kurang jika belum ngeblog. Padahal isi blognya tidak spektakuler amat, bahkan sepi peminat seperti blog ini, hehehe. Kecanduan menulis disebabkan oleh diri kita yang sudah mengenali rutin menuliskan ide di sebuah media dan jika belum dituliskan maka ide tadi terus menari-nari di kepala seolah menggoda kita untuk dituliskan.

Kebiasaan menulis di blog menjadi batu loncatan piawai menulis tesis atau artikel ilmiah tanpa harus menghadapi writer's block atau thinking block. Saat kita terbiasa mengeluarkan ide dan menuliskannya, layaknya orang baru belajar sepeda, maka selalu ada keinginan untuk terus mengayuh sepeda walaupun kadang terjatuh. Kita berusaha terus mengayuh dan melaju hingga suatu saat maka kita dapat melaju dengan sepeda kita tanpa jatuh lagi. Seperti itulah, analoginya. Saat otak kita sudah terbiasa dengan luwesnya mengeluarkan ide dan menuliskannya di kertas, maka selanjutnya jari-jari kita akan otomatis mengetik ide tersebut tanpa pikir panjang lagi. Oleh karena itu writer's block dan thinking block bisa diatasi.

Nah, bagaimana memulai? Itu yang jadi pokok masalah.
Seperti naik sepeda tadi, mulailah dengan mengayuh, terus mengayuh dan terus. Jadi, mulai dengan menulis apa saja yang ada di kepala, write for your own eyes, kata Prof Jeanne, dosenku. Tidak perlu diperlihatkan kepada siapapun kalau kita tidak menginginkannya. Tulislah terus apa saja, sebanyak-banyaknya, lalu biarkan ide kita mengalir deras ke sana. Jangan sampai ada interupsi seperti ingin melihat kamus, artikel acuan, ensiklopedi. Begitu sudah tercapai target kita, misalkan menulis non stop 2 jam atau nonstop 6 lembar, maka simpan tulisan tadi untuk diendapkan beberapa saat dahulu sebelum kita memulai proses yang sama lagi.

Ketika kembali mulai menulis, ambil waktu untuk membaca kembali tulisan kita. Ini namanya proses editing. Coba perhatikan apakah idenya telah menjadi pusat paragraf atau ada pertanyaan baru serta pengetahuan baru yang ingin kita masukkan ke artikel tadi. Kalau perlu, buat list disampingnya, apa saja yang perlu kita cari berikutnya untuk memperkuat tulisan. Mungkin perlu baca kamus, artikel orang, ensiklopedia untuk mencari info. Yang penting, di bagian kedua ini, kita hanya perlu mengidentifikasi apa yang kurang dan di mana kita mencari kekurangannya.

Selanjutnya, kita bisa mulai memasukkan ide setahap demi setahap. Pelan tapi pasti, tulisan awal kita yang tadinya masih kacau balau dan tidak enak dibaca, akan terolah sedikit demi sedikit sehingga menjadi tulisan layak baca.

Proses seperti itu jika dimulai di blog pribadi, tentu akan berdampak pada kemahiran kita menulis di media apa saja. Apalagi jika kita sudah kecanduan menulis di blog, sehingga ide yang sedang lewat bisa jadi tulisan enak dan layak dibagi dengan orang lain.

Saat mulai menulis tesis, jika metode yang sama dipraktekkan, maka menulis tesis akan seenak dan semudah menulis blog. Hindari sikap perfeksionis, yang sekali tulis ingin jadi, karena itu tidak akan pernah terjadi. Masalahnya, otak kita bertaburan ide yang sering meloncat-loncat tak keruan, sehingga jika kita coba mendisiplinkannya, maka otak akan ngambek. Oleh karena itu, ide yang lompat-lompatan tadi, di tulis saja dulu, nanti diatur serapi dan serunut mungkin agar jadi tulisan bagus.

Begitulah rupanya kaitan hobi ngeblog dengan penulisan tesis atau tulisan ilmiah lain.

Ngeblog hanya sebuah cara untuk memulai sebuah kebiasaan dan membiasakannya.

Sedangkan selanjutnya... terserah anda:)

Perth,
ngeblog dulu, baru lanjut nulis thesis

Tuesday, January 26, 2010

Eat lamb on Australia Day


Slogan yang kocak dari iklan "Eat lamb on Australia Day" oleh Sam Kekovich ini sudah beberapa hari terlihat di televisi. Mulanya iklan yang cukup panjang tentang 'eat lamb (daging domba)' tersebut kita kira lucu-lucuan aja. Ternyata ada makna khusus lo, bagi masyarakat Australia.

Australia Day, yang diperingati secara nasional tiap tanggal 26 Januari awalnya kukira semacam hari Kemerdekaan. Setelah diingat-ingat kalau bangsa Australia tidak pernah dijajah siapapun, mungkin kebalikannya kali, psst, barulah aku mencari tahu makna Australia Day.

Australia Day adalah hari untuk:
a) menghargai warisan dan sejarah Australia dan bangsanya
b) berterima kasih pada semua warga negara yang telah berkontribusi untuk apa yang disebut Australia saat ini
c) merayakan persatuan sebagai sebuah bangsa
d) mengenang masa lalu dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa

Kalau dibaca dari arti Australia Day di atas, maka tidak jauh-jauh sebenarnya dari semacam hari perayaan Kebangsaan. Pada hari itu diumumkan para tokoh masyarakat yang telah berkontribusi di bidang masing-masing untuk membangun dan mempersatukan Australia dipilih sebagai Australian of the Year. Singkatnya, yang paling pas mencerminkan Australia Day ini yaitu merupakan hari waktu mereka berbangga sebagai bagian dari bangsa Australia. Walaupun tidak pernah dijajah, rasa syukur terus bersatu sebagai sebuah bangsa dan negara terasa jelas dalam perayaan ini.

Perayaan Australia Day biasanya terpusat di tiap ibu kota negara bagian. Mereka akan mengadakan konser, berbagai kegiatan untuk anak-anak/dewasa, piknik di tepi sungai serta ditutup dengan peluncuran kembang api sekitar pukul 9 malam. Biasanya pada hari ini jalan-jalan di sekitar pusat perayaan ditutup mulai pukul 3 sore, untuk mengantisipasi keramaian di pusat kota hingga tengah malam. Beribu-ribu orang dari yang tua atau muda, ayah, ibu, anak, kakek, nenek, semuanya berbondong-bondong ke pusat perayaan membawa bekal piknik dan menggunakan pakaian serta asesoris berlambang bendera Australia. Disana-sini banyak juga anggota masyarakat bukan berkewarganegaraan Australia yang ikut-ikutan piknik dan merayakan hari ini dengan gembira. Mungkin karena sudah mendapatkan surat resmi menjadi warga negara Australia, atau hanya ingin ikutan menyemarakkan suasana piknik saja.

Nah, kenapa mereka dianjurkan makan daging domba pada hari Australia Day?

Ternyata ini cuma salah satu kampanye untuk meningkatkan permintaan pasar lokal untuk daging domba. Seperti yang kita ketahui, negara Australia memiliki industri peternakan domba yang besar dan turut menyuplai kebutuhan daging domba untuk ibadah kurban sampai ke Timur Tengah. Kampanye ini dimulai pada tahun 1999 karena saat itu permintaan daging domba untuk konsumsi lokal terus menurun. Momen Australia Day dipakai Meat and Livestock Australia untuk menghimbau masyarakat kembali mengkonsumsi daging domba, terutama saat barbeque pada hari Australia Day. Sehingga kalau mereka menghidangkan daging domba di meja barbie hanya pada hari ini saja, maka akan dapat membantu meningkatkan penjualan domba di seluruh negeri.

Kampanye makan daging domba ini dengan keras menyindir orang-orang vegetarian, hippies dan backpacker yang tidak makan daging domba sebagai unAustralian. Kampanye ini dituding memaksakan ide bahwa makan daging domba adalah tindakan patriotik. Walaupun banyak protes dari beberapa golongan yang merasa tersindir tadi, tetapi penjualan domba meningkat sebanyak 58% sejak kampanye 'We love our Lamb' diluncurkan pada tahun 1999. Kampanye ini berhasil juga menggugah semangat warga Australia untuk mengkonsumsi lebih banyak daging domba.

Kupikir-pikir, kampanye makan domba kok, persis kampanye memakai batik di negara kita tanggal 2 November lalu, saat batik ditetapkan sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO.Buktinya batik jadi pakaian paling laris di Tanah Abang.

Kira-kira di hari perayaan Kemerdekaan kita nanti, kita bisa kampanye makan apa, ya?

Perth,
Domba?

Friday, January 22, 2010

Bekerja dengan Cinta


Jadi ingat lagu KLa, yang judulnya 'Hey'. Isi lagu itu menyinggung tentang 'bekerja dengan cinta', yang menjadi jiwa dalam mencapai sebuah cita-cita. Seperti apa ya, bekerja dengan cinta?

Aku suka kasihan melihat beberapa orang yang kutemui di Perth ini. Terutama orang yang tidak mencintai pekerjaannya. Barangkali karena mereka bekerja untuk hidup, menghidupi diri dan keluarga serta bersenang-senang, maka mencari uang sebanyak-banyaknya selalu jadi prioritas mereka.

Jika ada pekerjaan yang kurang menyenangkan tetapi harus dikerjakan, maka mereka akan mengerjakannya sambil ngomel-ngomel diselingi kata-kata f*****g atau b****y! Menurut hematku, apalah untungnya mengerjakan pekerjaan berat sambil mengomel dengan kata-kata jorok seperti itu. Tidakkah itu menambah berat tangan, pikiran dan jiwa saja? Toh, pekerjaan itu akan diselesaikan juga.

Tidak mencintai pekerjaan juga sering diperlihatkan teman yang lain. Kadang ada saja keluhan yang tidak mutu harus kudengar darinya tentang riset. Semua juga tau kalau riset tetap harus dikerjakan, tetapi reaksinya akan pekerjaan tersebut sudah meruntuhkan semangat yang susah-payah dipupuknya selama ini. Tidakkah dapat menahan diri sedikit, agar tidak sering-sering mengeluh? Aku cuma bisa tersenyum sedikit dan berusaha menyabarkannya. Jika tidak tahan juga, biasanya aku terpaksa kabur agar diriku tidak terpengaruh.

Nah, dari dua contoh di atas, kita bisa lihat 'bekerja dengan cinta' tidak diaplikasikan oleh yang bersangkutan.

Jika kita bekerja dengan cinta, yang terjadi, kita akan merasa ringan melakukannya. Ibaratnya kita sedang melakukan hobi yang kita sukai dan terus-menerus ingin kita kerjakan. Tidak ada rasa berat hati, rasa jengkel, ingin mengeluh maupun lelah, karena kita melakukan hal yang kita senangi.

Bekerja bisa jadi alasan untuk mendapatkan uang. Tetapi lebih benar lagi jika kita bekerja untuk mencapai cita-cita, tujuan hidup kita, membantu umat maupun negara ataupun sebagai wujud rasa syukur kita kepada Allah, sang Pencipta. Karena itu, apapun yang kita kerjakan setidaknya dianggap sebagai sesuatu yang akan memuliakan diri sendiri. Janganlah kita kuatirkan berapa pendapatannya, bagaimana hasilnya, ataupun komentar orang-orang mengenainya.

Orang yang mengerjakan sesuatu dengan rasa cinta, akan tercermin di wajah, kepribadian dan tubuhnya. Jika seseorang terlihat lebih muda, lebih bahagia, lebih positif, lebih dekat dengan Allah, bugar, dan selalu produktif, maka bisa dipastikan dia sedang mengerjakan sesuatu yang dia sukai.

Tetapi kalau dia tidak menyukai pekerjaannya, maka orang tersebut akan terlihat kusut, kuyu, gampang stress, panik, sering mengeluh, tidak ramah, dan tidak produktif!

Kawan, karena begitu banyak manfaat bekerja dengan cinta, sehingga mudah-mudahan perenungan ini dapat membantu kita untuk mulai mencintai pekerjaan kita yang menggunung itu.

Perth,
berbahagialah jika masih ada yang harus dikerjakan:)

Tuesday, January 19, 2010

Mencari makanan halal di Shanghai

Sebelum berangkat ke Shanghai, aku sudah tanya-tanya si brother Wong, teman sekantorku yang asli dari Cina. Katanya, di kampus yang akan aku kunjungi, pasti ada kantin halal, soalnya banyak juga orang Cina muslim sekolah di sana. Kalau begitu, kita tidak perlu kuatir banget, dah!

Persiapan travelling number one yang tidak boleh ketinggalan di koperku adalah, travel cooker. Travel cooker kecil yang dibelikan papa di Singapore dulu, sangat handy, mudah dibawa ke mana-mana dan gampang dipakai untuk memasak nasi dan sayur rebus. Untuk temannya, aku tinggal membawa rendang, dendeng kentang dan teri kacang. Maklumlah, wong ndeso, kemana-mana bawa bekal sendiri. Alasannya supaya tidak pusing cari makanan halal di luar hotel, kita juga ingin berhemat dan tetap sehat dengan makanan ala rumahan.

Begitu mau berangkat, kita kaget, ternyata tidak semua makanan bisa dibawa masuk ke Cina! Seperti ke Australia, aja! Ternyata makanan olahan yang tidak dikemas oleh pabrik tidak boleh dibawa. Untuk jaga-jaga, aku membawa indomie dua biji.

Nah, bener kan, begitu sampe di Shanghai sudah lewat waktu makan siang. Walaupun sudah makan di pesawat, kami tetap kelaparan. Akhirnya diputuskan indomie yang dua biji itu dimasak saja untuk mengganjal perut. Bahan makanan lain bisa dibeli di toko/supermarket dekat hotel yang bisa ditanya di mana aja lokasinya. Di supermarket di jalan Sipping Road itu, aku dan hubby putar-putar melihat apa yang mau dibeli. Ada beras, telur, sayur beku, dan sarden kalengan yang ternyata baunya, minta ampiun! Bayangin deh, sarden bersaus tauco hitam! Kombinasi asin dan gurih serta amis sarden. Fiuh!

Hari ketiga, kita bertekad menemukan supermarket yang lebih gede. Masa Shanghai segede ini tidak punya Carrefour atau Tesco sih? So, kami naik taxi ke arah plaza di ujung Sipping Road. Begitu sampai di sana, setelah muter-muter ga keruan, akhirnya secara tidak sengaja saat mau menyeberang, ada Walmart!



Kita lalu belanja buah-buahan, jeruk, pisang, kesemek atau persimmon, sayur-sayuran, cemilan, sarden kaleng lagi dan air mineral setengah galon. Udah jadi kebiasaan kita kalau kemana-mana beli air mineral untuk persediaan di kamar hotel. Hari itu, dengan puas kami pulang karena telah menemukan sebagian makanan yang halal dan sehat (sayuran, buah, semua!)

Hari keempat di sana, seorang teman menunjukkan restoran halal di dekat hotel Days Inn Tongji Uni. Beliau kasihan, soalnya aku tidak pernah ikutan makan siang atau makan malam dengan para peserta simposium. Soalnya aku kuatir harus makan, padahal tidak tau mana yang halal. Tempat makan itu letaknya persis di belakang hotel! Temanku itu menunjukkan logo HALAL yang populer dan bilang kalau semuanya di sini cocok untukku.



Diapun dengan semangat menunjukkan nama-nama makanan yang disajikan di sana lengkap dengan harganya. Soalnya semua bahasa Chinese, sih, tambah pula lagi si pelayannya ga tau bahasa Inggris. Kalau kuperhatikan, banyak juga pengunjungnya yang non muslim terutama mahasiswa dari Tongji Uni.



Aku terharu banget, karena udah tiga hari ga makan makanan lain. Setelah pulang dari simposium, aku segera beli makanan di sana. Berhubung pelayannya ga ngerti aku mau take away, tak kusangka ada mahasiswa yang membantu memesankan pada pelayannya. Duh, baik banget. Aku beli kwetiau dan daging paprika take away. Sama denganku, my hubby juga ga bisa nahan rasa kangen makanan lain selain sarden tauco hitam! Akhirnya ludeslah, semua yang kubeli dalam sekejap.



Esoknya karena simposium sudah selesai, aku dan hubby jalan-jalan ke arah Nanjing Road. Setelah browsing lewat Google, di sana ada kedai makan Halal, menurut hubby. So, setelah ngider-in museum, People's square, Nanjing road belakang, sampailah kita di depan tempat makan halal. Letaknya di Zhejang Rd. Kalau dari Nanjing Rd di depan Bund, terus aja ke belakang, hampir dekat People's Sq.



Mulanya kita bingung, soalnya tempat itu berlogo halal, tetapi kok yang jualan sipit semua? Saat aku melongok ke dalam, aku cepat-cepat kabur, kuatir salah masuk. Eh, tak taunya ada mas-mas yang datang bilang Assalamualaikum! Kitapun menunjuk logo halal, disambut anggukan cepat-cepat mengiyakan. Sayangnya dia ga bisa bahasa Inggris.


Ternyata tempat makan ini cukup lumayan, kayak Solaria gitu menunya.



Sambil nunggu makanan disiapkan, kita numpang shalat. Ada mushalla kecil di dalamnya, lengkap dengan kamar mandi yang lumayan bersih.



Makanan yang kupesan hari itu adalah mie goreng. Sedang hubby mesan sejenis sup yang pakai irisan daging lamb. Semuanya enak-enak tenan.



Seperti biasa saat jalan-jalan, kita selalu banyak-banyak makan buah-buahan. Berhubung lengkeng mahal banget di Australia, aku jadi membeli lengkeng sekilo dan setengah ons tomat ceri yang seger banget.



Esoknya, kami berkunjung kembali ke tempat makan tersebut. Rencananya hubby mo ke tempat makan di sebelahnya yang menjual dim sum. Tapi, kok ga ada logo halal sih, walo yang makan orang-orang Pakistan atau India muslim juga.



Aku pesan nasi goreng yang enak banget. Padahal cuman nasi goreng telor biasa!



Hubby pesen sup ayam yang kemudian sempat disesalinya karena penuh sawi doang dan tawar.



Kalo ini, sambel cabe pakai biji wijen yang disajikan dengan sop. Rasanya agak pedas-pedas manis, gitu.


Hari itu aku beli take away ayam tumis yang banyak banget porsinya! Semuanya dikemas dalam empat kotak lumayan gede. Sebenernya aku salah pesan. Akhirnya setengah bagian makanan itu kami hibahkan ke pengemis di belakang Yuyuan Garden. Kayaknya bakal ga kemakan kalo kami bawa pulang semuanya. Pelajaran baru, jangan pesen sebelum pasti porsinya berapa:)

Sebelum pulang kami meninggalkan beras sekitar 100gr, dua telur ayam dan satu kaleng sardin (yay!) serta beberapa bungkus crackers sisa 'dapur' kami di hotel.

Siang ini, mudah-mudahan kami dapat lanjut makan makanan halal pesawat di Cathay Pasific.

Perth,
perjuangan mencari yang halal... walau lama, Alhamdulillah ketemu juga:)

Saturday, January 16, 2010

Mana kutau itu namanya Spanner?


Pekerjaanku saat ini jadi tukang beton.

Sudahlah pekerjaan ini membutuhkan semangat juang tinggi, kekuatan otot yang dahsyat, tambah lagi kadang harus berpikir cara berkomunikasi dengan teknisi lain saat memerlukan sesuatu.

Untuk membuat beton, ada beraneka ragam cetakan beton yang harus kugunakan. Tiap cetakan punya jenis baut berbeda dan di sinilah kepusingan bermula. Maklum, aku bukan tipikal 'tukang' sejati'. Jangankan nama, sedang jenis-jenis kunci untuk membuka baut dan thread saja aku tidak tahu. Kadang kucoba saja kunci-kunci yang berserakan di meja kerja. Kalau berhasil yang syukur, kalau tidak, dibanting aja semua...hehehe.

Sejak peraturan baru mengatakan hanya para teknisi saja yang berhak memegang berbagai jenis kunci, akupun kelabakan karena hampir tiap hari mesti meminjam pada mereka.

"Excuse me, Ash" kataku pada mas teknisi Ashley.

"I wanna borrow a key to open a shrinkage mould" kusampaikan maksudku pada Ashley yang sedang sibuk di depan mesin bubut.

"What key?" dia bertanya sambil berjalan menuju lemari penyimpanan 'harta karun' mereka.

"Mmm, what key, ya?"

No way, aku tidak tahu namanya. Tapi kayaknya yang seperti huruf L.

"Which one?" Ashley menunjuk berbagai jenis kunci di dalam lemari.

"That one, like L shape!" dengan gembira kutunjuk kunci L.

"That's Hex key, Monita, okay?" Ashley mengulurkan serentengan kunci itu.

Oh, bukan L key toh, kataku dalam hati.

Kali lain, aku perlu kunci berbeda untuk cetakan flexural beam.

"Which one?" tanya Carl, seorang teknisi lain sambil membuka lemari harta karun mereka.

"Euy, I guess something for opening such a flat head bolt" aku tergugup-gugup mengira kunci mana yang tepat.

"What's that, a flat head bolt?" kening Carl mengernyit, bingung kali...

Aduh, kok lupa sih, lihat katalog nama-nama kunci dan baut?

Akhirnya setelah melihat-lihat dengan tidak sabar ke dalam lemari aku berseru, "This one!" aku menunjuk kunci yang kumaksud.

Kunci pas, euy!

"That's a spanner, Monita" kata Carl.

Malu ah, kok belum tahu juga nih, nama-nama kunci yang kuperlukan dalam bahasa Inggris.

Aku pun berlalu secepatnya ke lab.

Besoknya, aku mengendap-endap menuju lemari kunci. Asik, pikirku, tidak perlu pusing harus menjelaskan kunci yang mana.

"Hi, Monita, what's up, mate? What are you looking for?" seru Mike, teknisi lain mengagetkanku yang sedang nangkring di depan lemari kunci!

Wajahku memerah, "looking for... a key... for opening bolts. Mmm, it is a combination something like a spanner in one side, and has a ring in another side" kataku yang malu kedapatan membuka lemari sendiri.

Makin kaco aja, ah, ni.

"Which one, mate? Show me!"

Mm, tanganku mengangkat kunci yang kucari.

Apa sih namanya ini?

"That's a combination spanner, Monita" ia meringis prihatin.

Ga tau lagi, nih, Mon?

Beberapa hari kemudian aku pun datang berharap dipinjami kunci lain.

"Hi, may I borrow a key, again?" sambil tersenyum lebar sok ceria karena kebetulan ketiga teknisi lagi ngerumpi di depan mesin samping lemari kunci.

"Which one, now, mate?" semuanya melihatku dengan mata ingin tahu.

Aku pun nyengir kuda ngilangin nervous. Tenang, jeng, udah dicek kok di katalog. Pasti bisa.

Mereka tetap berdiri melihatku dengan wajah serius tapi mata berbinar iseng. Tidak ada yang mau membuka lemari, mungkin menunggu aku menyebutkan jenis kunci yang ingin kupinjam.

Ujian, nih?

"Eng..." loh, kok lupa?

"May I just take it?" tanyaku tak sabar.

"No, mate, now you need to say its name, okay?" kata Mike.

Grrrgh, otakku berpikir keras, wrench, allen key, bukan, calliper... itu buat ngukur, a kind of spanner, tapi apa iya?

Mereka tersenyum-senyum melihat wajah bingungku.

Haiyaaa... apa pula tu, namanya?

"It is something like a spanner, but has a ring on each end" kataku berteka-teki.

Kepala mereka menggeleng-geleng.

Again, keluhku, tidak meyakinkan, ya!

"Is it... a ring spanner?" tanyaku ragu-ragu dengan suara pelan.

Mereka mengangkat alis dan manggut-manggut.

"A ring spanner?"

Hahaha... eh, kok pada tertawa sih?

"Well done, mate, you've got it!" Mike mengambilkan kunci yang kumaksud.

:P!

Designing Sustainable Structures

Check out this SlideShare Presentation:

Wednesday, January 13, 2010

Belajar bilang 'tidak' dengan santun


Tanpa kusadari, ternyata aku orangnya suka tidak enak kalo bilang 'tidak' ke orang-orang tertentu. Misalnya kalo mereka ingin aku ikutan suatu kegiatan bareng mereka, padahal aku ingin mengerjakan hal lain. Eh, tau-tau kok malah meng-iyakan dan ikutan terlibat. Akibatnya, seringkali aku jadi pontang-panting mengerjakan pekerjaanku selain memenuhi keinginan orang-orang lain sehingga hal-hal yang harus kuselesaikan jadi sering terbengkalai.

Aku sedang mikir-mikir, apakah supaya aku disukai lalu aku mengiyakan keinginan orang-orang tertentu di dekatku. Baru-baru ini ada beberapa orang yang minta tolong sesuatu kepadaku. Sebenarnya aku benar-benar sibuk berat karena sudah tahun terakhir masa studi, masih mengerjakan eksperimen disambi mengolah data, harus rutin mulai menulis tesis dan masih utang banyak paper ke Supervisor. Terus ada lagi rencana-rencana pribadi yang harus dikerjakan selagi masih tinggal di Australia. Terus terang, no space to breath atau kata Supervisor, you have so much in your plate... sehingga udah ga bisa nambah apa-apa lagi ke dalam 'piring' itu serta mencernanya sekaligus.

Tapi itulah, berhubung aku paling ga enak menolak, aku iyakan. Begitu aku mulai mengerjakannya, barulah aku sadar kalau sebenarnya aku emang tidak punya tenaga dan waktu ekstra untuk membantu orang tersebut. Setelah beberapa saat menghabiskan waktu, akhirnya aku terpaksa fokus kembali pada kewajibanku mengerjakan tesis dan segala nitty-grittynya. Memang itulah tugasku datang ke sini, jadi hal-hal yang tidak bisa kulakukan, terpaksa aku singkirkan terlebih dahulu.

Nah, mungkin aku sulit berkata 'tidak' di awal, karena aku 'suka' kalau ada yang membutuhkan bantuanku. Beberapa dari kita senang menolong orang lain, karena bukankah 'tangan yang di atas lebih baik dari tangan yang di bawah?'

Tetapi, kalau semuanya tidak tertangani lagi, bukankah kita harus melihat juga kondisi kita yang sebenarnya. Kadang, ada hal-hal yang bisa kita bantu sambil lalu, ada juga yang tidak tertangani oleh kita dalam sehari-dua hari saja. Disitulah letak dilemanya. Tidak enak bilang 'tidak' tetapi kalau dibantu dan akhirnya tidak mampu malah jadi tidak ikhlas.

Seringkali karena tidak mampu pula menyelesaikannya secara ksatria, aku malah 'kabur' dari orang tersebut. Sebabnya aku tidak enak berterus-terang, tapi aku benar-benar tidak dapat membantu mereka. Belakangan, aku baru tau ini menyebabkan semacam konflik kecil, seperti kehilangan teman-teman atau orang-orang yang tadinya baik padaku.

Sebenarnya konflik tidak perlu terjadi kalau aku jujur dan tegas. Kalau piringku udah penuh dengan makanan, maka sebelum habis dicerna, tentu ada yang harus ditolak terlebih dahulu. Nah, disamping ini, ada lagi hal yang kadang-kadang bikin aku jengkel. Seringkali yang minta tolong tanpa basa-basi berpikir aku bisa kapan saja available, padahal sedikit bertanya apakah aku punya waktu ekstra untuk membantunya kan sebenarnya tidak menyulitkan yang dimintai tolong. Siapa tau orang yang kita mintai tolong itu tidak mampu berkata 'tidak' dan akhirnya jadi memberatkan mereka juga. Kalau kita mau sedikit peka, lalu bertanya apakah itu memberatkan, tentu dia akan jujur dengan kondisinya dan berbalik mencarikan cara lain tetapi tetap membantu kita.

Jadi, aku tidak perlu merasa bersalah kalau tidak dapat membantu. Daripada bilang 'bisa', seharusnya 'tidak bisa', belakangan akan menimbulkan masalah. Kalau kita berkata 'tidak bisa' dari awal, jarang sebenarnya ada masalah, kecuali yang minta tolong itu memang agak kurang sensitif, gitu!

Karena semua orang ingin win-win solution, kalau kita bilang 'tidak' dengan santun, tentulah orang lain tidak merasa tertohok dadanya dengan penolakan kita. Katakan awalnya dengan 'Saya mengerti apa yang kamu maksudkan, tetapi begini lo, keadaannya... ' dengan nada empati. Lalu, jelaskan alasannya dengan singkat dan masuk akal. Pasti itu dapat lebih diterima oleh yang minta tolong.

Gimana kalo tipe yang minta tolong suka memaksa? Sebenarnya ini, kan yang bikin jengkel? Nah, tetap saja bilang tidak bisa. Kalau orangnya marah-marah, ya mo gimana lagi, terpaksa harus ditinggal aja orang yang lagi emosi begitu.

Kita memang harus membantu orang lain semampu kita. Tetapi kadang ada kondisi-kondisi saat fokus kita harus ditujukan pada hal lain, maka kita harus belajar mengatakan 'maaf, saya tidak bisa'.

Perth,
Just say 'no', but nicely...

Sunday, January 10, 2010

Ku kan tetap menulis



Blog ini salah satu diaryku, yang paling rutin kuisi.

Dulu aku punya berbagai diary, yang kalau dikumpulkan sudah lebih dari 10 buku, kali. Hingga kini aku masih punya diary private yang tentu saja tidak akan pernah kupublish!

Menulis di blog seperti ini pastilah tidak sama dengan menulis di diary. Kalau diary tempat menumpahkan isi hati, pikiran, kerisauan maupun kegembiraan yang berlebihan, blog lebih untuk umum. Jadi soal isinya, sudah pasti tidak banyak drama, namun kuusahakan hal-hal aktual berdasarkan pengalamanku.

Komentar yang masuk mengenai blog (lewat japri) macam-macam. Mostly baik-baik, excited, dan suka dengan beberapa isu yang kupost. Mungkin pas dengan keadaan pembaca, sehingga ada kontribusinya ke diri mereka.

Bagiku blog ini memang tempat untuk merekam memori-memoriku dalam hidup dan melatih diriku untuk jadi penulis yang baik. Apalagi saat ini aku sedang mengerjakan thesis yang memerlukan rational thinking, sehingga jiwa creative thinking perlu disalurkan lewat media lain serupa blog.

Apapun yang terjadi, kuusahakan untuk tetap menulis di sini. Suatu hari nanti, untuk mengenang pengalaman indah dan mengulang baca perenunganku, aku cukup klik doang, di diary online-ku ini.

Terima kasih bagi teman, saudara, adik-adik mahasiswa, dan para tamu yang tak sengaja nyasar di blog-ku.

Semoga apa yang kutulis berguna.

I really appreciate your attention.

Wassalam,

Perth,

Thursday, January 7, 2010

Antara Chinese Garden of Frienship, Sydney dan Yu Yuan Garden, Shanghai (1)

Dalam dua bulan berturut-turut, aku dan hubby berkesempatan mengunjungi Chinese Garden of Friendship, di Sydney, dan Yu Yuan Garden di Shanghai. Chinese Garden di Sydney, baru dibangun pada tahun 1988, dan merupakan miniatur Chinese Garden beneran. Sedangkan, Yu Yuan Garden termasuk monumen nasional yang dibuat sejak abad 16 (Ming Dynasty). Dalam tulisan pertama ini, aku hanya ingin bercerita tentang Chinese Garden of Friendship di Sydney saja.

Siapa sangka di benua Australia ada Chinese Garden yang cantik dan bernuansa sama dengan kebun aslinya di Cina? Di sela perjalanan ke Sydney musim semi lalu, kami menyempatkan diri menjenguk Chinese Garden of Friendship di daerah Darling Harbour dekat Chinatown. Chinese Garden di Sydney ini dibangun oleh masyarakat Cina di Australia, untuk meresmikan jalinan kerjasama antara Sydney dan Guangzhou (Guandong, China) sebagai sister cities.


Saat kami datang ke sana, ada wedding ceremony di dalam taman. Kamipun sempat excited melihat rombongan pengantin berwajah Chinese beserta tamu-tamunya masuk ke dalam taman. Berhubung hal itu tidak menghalangi siapapun mengunjungi taman, kami tetap masuk saja. Harga tiket $3.0 karena kami menunjukkan student card (dapat concession, gitu).

Begitu masuk ke taman, kami langsung disambut oleh jejeran bonsai yang cantik-cantik. Kurasa ada lebih dari 10 pot bonsai berbagai jenis tanaman seperti beringin.



Kalau kita berjalan ke bagian samping taman, kita melihat kolam yang cukup besar berbataskan batang-batang bambu dengan bagian luar kebun. Di kolam terdapat air terjun mungil yang jadi pusat atraksi. Sebenarnya banyak itik-itik berenang hilir-mudik bersenang-senang di air kolam, tapi tidak kelihatan di foto berikut.



Kemudian kutemukan waterside pavillion (Water Pavillion of Lotus Fragrance) di tepi kolam . Ahh, kerennya, bisa melihat ke kolam langsung dari jendela. Waterside pavillion merupakan salah satu unsur bangunan yang umum dalam kebun-kebun Cina. Sebagian bangunan dibangun di atas air, sehingga kita dapat menikmati keindahan kolam secara langsung melalui jendela besar yang didekorasi dengan cantik.




Beberapa bagian taman dibuat lebih tinggi dari yang lain. Untuk mengakomodir unsur alami, maka Chinese Garden biasanya mewakili struktur lansekap pegunungan, air terjun, danau dan hutan.



Di dalam taman kami berjalan menyeberangi jembatan batu menuju ke bagian lain.



Menyelinap di antara pohon-pohon bambu dan menemukan pintu unik berhiaskan huruf kanji di atasnya.



Duduk di dalam pergola (Twin Pavillion) melihat ke sekeliling taman.



Kemudian mengamati burung-burung ibis putih yang sibuk mencari makan layaknya burung-burung bangau menghiasi kebun klasik di Cina.



Kalau kita terus menaiki tangga ke bagian taman yang paling tinggi, kita akan dapat merasakan betapa pintarnya arsitek lansekap yang merancang bagian 'pengunungan' tersebut.



Kita seakan-akan berada di sebuah puncak bukit yang ditumbuhi pohon cemara di sekelilingnya. Padahal saat diperhatikan, bukit landai itu hanya ditanami pohon cemara pendek saja, tetapi penataan yang sedemikian rupa membuat suasana sekitar seperti di puncak bukit cemara.



Saat berjalan terus mengelilingi taman, aku terkesan dengan konsep Chinese Garden yang tetap diadopsi taman di Sydney ini. Unsur wajib dalam Chinese Garden, seperti batu, tanaman, air, arsitektur khas dan puisi atau kata-kata bijak di dinding bangunan tetap ada di dalam tamanmungil ini. Semua unsur tersebut harus ada untuk mengakomodir konsep keseimbangan dalam suatu sistem.



Oleh karena itu kita bisa melihat berbagai jenis tanaman khas Chinese Garden seperti peony, lotus, willow dan teratai. Kemudian ada kolam yang mewakili unsur air. Sedangkan patung-patung naga, phoenix, unicorn dan kura-kura di dalam kolam atau di bagian depan bangunan mewakili unsur batu. Serta kalau teliti, ada banyak kata-kata bijak bertebaran di dinding-dinding bangunan.



Untuk menambah aspek alami, maka di dalam kolam dipelihara ikan mas dan koi yang sudah besar-besar. Layaknya suatu ekosistem mini, akhirnya semua itu menarik banyak burung serta kupu-kupu untuk berkunjung ke taman. Akhirnya taman tersebut jadi lengkap dan mengagumkan.

Coba perhatikan betapa indahnya pohon-pohon willow berada di tepi kolam. Daun-daunnya menjuntai ke arah kolam menambah keasrian suasana taman.





Rasanya damai betul berada di taman tersebut. Aku kok jadi merasa romantis. Hiks! Karena apapun yang ada di situ, seperti bangunan, kolam, tumbuhan, ikan dan burung... begitu pantasnya menyatu di sana.



Tidak terasa sudah hampir satu setengah jam kami mengelilingi Chinese Garden tersebut. Para pengantin yang rupanya telah selesai mengikuti upacara sedang asyik berfoto-foto di jembatan zig-zag dekat bangunan tempat mereka menikah tadi.

Lovely.

Sebelum meninggalkan taman, aku duduk sebentar di Aquatic Pavillion to say goodbye ke taman cantik berlatarkan bangunan-bangunan tinggi.


Ternyata taman cantik seperti ini bisa dibangun kok, di antara gedung-gedung tinggi di pusat kota. Semoga ini jadi inspirasi, ya... bagi yang punya ide dan 'duit':) Please!

Wish I could have one:)

Perth,
Pohon willow favoritku...

Monday, January 4, 2010

Kyle belum mau mencari Tuhan


Kyle (baca: Kayl; nama samaran), salah seorang teknisi muda yang bekerja di lab tempatku riset. Ngakunya sih, orang Wales, Inggris asli, tapi kok mirip-mirip keturunan Greek, gitu, ya. Mungkin ibunya Kyle orang Jamaica, terus bapaknya Wales, canda Brandon, si kiwi kiting yang usil itu.

Dulu aku sering kongkow-kongkow dengan Kyle. Maksudku, ngobrol-ngobrol sambil ngetes sampel. Maklumlah, peralatan di labku masih ada juga yang dari jaman kuda. Berhubung aku tidak boleh mengoperasikannya sendiri, maka Kyle harus siap membantuku.

Acara ngobrol-ngobrol ini biasanya lebih banyak tentang kehidupan pribadi, gimana pendapat Kyle tentang Australia, perbedaan gaya hidup di sini dengan di UK serta macam-macam lagi. Biasanya obrolan ini berlangsung seru, karena Kyle tipe teman yang menyenangkan.

Suatu hari Kyle bertanya, mengapa aku selalu shalat. Soalnya aku seringkali minta ijin shalat dulu sebelum acara nge-tes yang biasanya berlangsung di siang hari saat dzuhur tiba.

"Karena itu perintah Allah" jawabku sambil mempersiapkan sampel yang akan diuji.

"Shalat itu kan ibadah kita kepada Allah. Dalam Islam, kita disuruh shalat sebanyak lima kali sehari semalam, dan ditambah dengan shalat sunat lain yang optional."

Kulihat Kyle kemudian mulai mengoperasikan mesin. Berhubung ga otomatis, load rate-nya mesti diatur sedemikian rupa seperti layaknya menyetir mobil. Aku menunggu hingga dia bertanya lagi.

"Tidak capek, ya?" tanya Kyle.

"Tidak, karena sudah dilatih sejak kecil shalat lima waktu."

"Kalau kamu shalat, kan menghadap ke Mekah ya, ke bangunan seperti kotak besar berwarna hitam itu? Apa namanya?"

"Ka'bah" kataku senang. Heran, Kyle kok tau soal itu.

Menurut Kyle, masa dia sekolah dulu di UK, ada mata pelajaran yang mengajarkan agama-agama di dunia, termasuk Islam. Kata gurunya, orang Islam shalat menghadap Ka'bah di manapun mereka berada. Mungkin Kyle ingat soal keunikan arah kiblat umat Islam itu.

"Agama kamu, apa Kyle?" aku mengira-ngira, apakah dia Katolik or Protestan.

"Kayaknya aku bukan beragama Budha, bukan Islam, terus satu lagi apa itu? Mm, Hindu, ya, kayaknya bukan. Kristen juga tidak." jawabnya santai.

Dengan heran, aku mencoba bertanya padanya untuk meyakinkan diri, "Masa kamu tidak punya agama? Mungkin kamu Kristen, kali, soalnya kan orang UK rata-rata Kristen,"

"Tapi aku tidak ke gereja, tidak merayakan hari besar agama Kristen, tidak menjalankan perintah Tuhan, ya tidak punya agama," terangnya.

Ini bukan pertama kalinya aku mengenal seorang atheis. Tetapi Sebastian, temanku dari Jerman Timur memang atheis karena negaranya komunis. Pertama kali mendengar soal dia atheis, beberapa dari kami sempat ngikik seolah-olah lucu kalau orang tidak punya agama.

Tapi, menurutku Kyle ini lain lagi, karena dia kan lahir di UK yang mayoritas beragama Kristen.

"So, kalo kamu in trouble dan perlu bantuan Tuhan, kamu berdoa ke siapa?" tiba-tiba hal ini mengusikku.

"Nothing. Mungkin aku coba menyelesaikan sendiri, kalau tidak bisa tanya teman, girlfriend, ortu, atau orang lain yang bisa. Tidak perlu tanya Tuhan" lanjut Kyle.

Jawaban yang lucu.

"Bagaimana kalau suatu hari kamu memerlukan Tuhan?" Aku mencoba memancing jawabannya apakah ia benar-benar percaya tentang Tuhan.

"I don't know, mungkin tidak perlu. Aku tidak bisa menjalankan agama, you know."

Aku memandang Kyle dengan wajah puzzle.

"Aku banyak melakukan maksiat, sex bebas, minum minuman keras, dan banyak lagi yang mungkin tidak dapat dimaafkan Tuhan. Tuhan tidak akan menerima orang yang banyak dosa seperti aku," Kyle terus berkata sambil menyetir alat tanpa melihat langsung ke wajahku.

Oh, kasihannya, kamu Kyle!

Aku langsung sadar, betapa rapuhnya manusia-manusia di Barat ini. Jiwa mereka hampa, karena mereka hanya memakmurkan kebutuhan fisik mereka. Jika bermasalah berat, maka mereka akan mengandalkan counselling, maupun melarikan diri ke kesenangan-kesenangan sesaat seperti berlibur, berbelanja, atau mabuk-mabukan. Mereka tidak tahu caranya menyelesaikan masalah batin secara tuntas. Selalu harus menyelesaikan permasalahan sendiri dengan cara yang tidak standard. Tidak pernah mengetahui ada perasaan ikhlas, pasrah, penuh ketawakalan kepada Allah karena tidak ada iman yang menyertai mereka. Tidak sedikit yang harus bolak-balik under depression treatment, mengkonsumsi obat-obatan antidepresan yang sifatnya hanya menyembuhkan sementara. Jika sudah tiba waktunya saat pertahanan jiwa mereka rubuh, datanglah pikiran untuk mengakhiri hidup dengan meloncat dari ketinggian, balkon apartment, minum obat tidur, atau menyayat urat nadi mereka sendiri!

Kulihat temanku yang masih muda ini. Ah, kasihan...

Aku ingin mengingatkan dia, bahwa suatu waktu ia akan berada di suatu kondisi yang memerlukan bantuan Allah, Sang Penguasa Semesta.

"Kyle, whatever you do, when you can't bear anything anymore in this world, don't commit to suicide or kill yourself. Just try as much as you can to seek for God or Allah, OK? Allah will forgive all your sins, if you ask Allah," kataku pelan-pelan.

"Really?" tanya Kyle.

"Iya, dalam Islam, sebanyak apapun dosamu, Kyle, jika kamu mengakui Allah dan masuk Islam, maka Allah akan mengampuni semua dosamu itu. Kamu bersih lagi, seperti bayi yang baru lahir," aku berkata dengan penuh semangat.

Semoga hidayah itu suatu saat akan menerpa Kyle. Menunjuki jiwamu yang berharga ini dan menerangi kehidupanmu selamanya.

"Monita!" Kyle mengagetkanku.

"All done," dia menunjuk sampel-sampel yang sudah dihancurkannya.

"Let's go," dia mematikan mesin.

Akupun mengemasi potongan-potongan sampel yang berhamburan di sekitar mesin. Setelah selesai, segera kumatikan lampu ruangan dan kututup pintunya.

Kulihat Kyle duduk di depan meja kerja. Ah, Kyle, pikirku iba.

"Thanks, Kyle, see you tomorrow," salamku.

"See you, Monita. Have a good evening!" Kyle membalas.

Saat kembali ke kantor, aku termenung-menung memikirkan orang-orang seperti Kyle.

Alhamdulillah, terima kasih Allah, kataku terus dalam hati saat berjalan kembali ke kantorku.

Begitu banyak pelajaran di sekitarku yang dapat mengingatkan, betapa beruntungnya diriku yang masih mengenal Allah ini. Subhanallah...

Perth,
To CL, my little brother

Friday, January 1, 2010

Dapatkah kita membantu mereka?


Walau blog terlihat sepi, kuyakin diantara pembaca ada yang tak sengaja mampir ngupi-ngupi, eeeh, baca-baca atau lihat-lihat isi blogku. Hayo:)

Temanku Eko, yang aktif di berbagai kegiatan sosial, dengan friendly meminta kami untuk ikut menyebarkan info tentang keberadaan MIF.

MIF atau Muslim Infocom Foundation, adalah yayasan sosial yang memanfaatkan keberadaan situs pertemanan, blog dan milis untuk mengumpulkan dana lalu menyalurkannya bagi yang membutuhkan.

Saat ini MIF sudah melakukan pemberian beasiswa bagi siswa-siswa di Muara Angke, Bantar Gebang, Cisarua, melakukan pelatihan IT, tulisan ilmiah dan pengadaan perpustakaan. Untuk lengkapnya, aku copas deh, tulisan Eko dari his note di Facebook, 29/12/09 berikut:

Dengan tersedianya akses Internet, dan layanan-layanan online seperti Facebook, dan Multiply, terbuka untuk kita berlomba-lomba menulis ... menulis blog tentang opini, tentang gagasan ataupun sekedar tentang pengalaman pribadi ...

Nah, ada yang terabaikan dalam kegiatan menulis ini ... yaitu menulis melalui aksi ! Menulis melalui aksi ?

Jika kita menulis melalui Facebook atau Multiply, yang menulis adalah kita sendiri ... nah, yang kita kadang lupa adalah bahwa bagian dari IMAN adalah percaya adanya malaikat, termasuk malaikat yang menulis amalan-amalan kita ...

Ada setidaknya 3 peluang aksi yang bisa kita lakukan :
1. Dari sisi hubungan dengan Allah swt melalui amalan fardhu di antaranya sholat di masjid ...
2. Dari sisi hubungan dengan manusia melalui infaq dan shodaqoh ...
3. Dari sisi hubungan dengan alam melalui penanaman pohon dll

So ? Ayo ... MENULIS MELALUI AKSI. Ayo beramal, dan biarkan ditulis sebagai amalan untuk meraih ridhaNya :) Muslim Infocom Foundation diadakan untuk membantu temen-temen khususnya blogger, miliser, pekerja IT dll
untuk mempermudah temen-temen menjalankan AKSI ...

Kita menyalurkan beasiswa dari temen-temen yang peduli di 4 kawasan : Cisarua, Muara Angke, Bantar Gebang dan Cianjur selatan. Jika temen-temen ingin bergabung, cukup dengan Rp 1.000 per hari atau Rp 30.000 per bulan :)


Nomor rekening FOR YOUR CARE :
BCA KCP Jalan Panjang
755 011 6086
atas nama : Untung Rohwadi
http://www.mif.or.id/home

Nah, teman-teman yang baik hati dan suka menabung, monggo, mari kita bantu teman-teman lain melalui MIF. Insya Allah amalan seperti ini akan banyak membantu kita juga di dunia maupun akhirat nanti.

Terima kasih atas perhatiannya...
Selamat beramal:)

Perth,
Kata Eko, ada beberapa cara ikutan:
1. Jadi donatur tetap per bulan
2. Jadi donatur sesekali
3. Jadi auditor/pengawas internal
4. Jadi coach/pelatih buat tim manajemen MIF... See More
5. Bantuin sebarin nomor rekening MIF dan web MIF
6. Berdoa untuk MIF
7. Jadi trainer buat siswa binaan MIF agar mereka bisa mandiri setelah lulus SMA