Sunday, July 22, 2012

Ramadhan telah tiba


Apa yang ada di kepala kita saat mendengar kata Ramadhan? Puasa yang melemahkan, shalat tarawih yang melelahkan atau berbuka puasa yang mengenyangkan?

Amboi, sungguh dangkalnya pikiran tentang Ramadhan.

Padahal…


Ramadhan berarti saat untuk  beribadah dengan ganjaran pahala berlipat ganda tak seperti bulan-bulan lainnya. Ramadhan benar-benar saat kita mendulang pahala dan ampunan dari Allah SWT.




Ramadhan dapat membantu kita mengurangi ambisi pada dunia yang berkelanjutan dan melelahkan.




Ramadhan menciptakan kebahagiaan pada keluarga yang tekun beribadah kepada Allah SWT secara bersama-sama.



Ramadhan jadi saat pembuktian apakah nafsu dapat melebihi pengendalian diri seorang hamba.




Ramadhan adalah momentum kala kita ingin meningkatkan ibadah dan ghirah belajar tentang Islam.



Ramadhan mengajarkan kesyukuran atas keadaan kita dan tak pelit berbagi pada orang lain yang membutuhkan.




Semua tentang Ramadhan memang begitu indah, jika kita memahami hakikatnya.


Marhaban ya Ramadhan…
Semoga Allah menerima ibadah kita... 

Pekanbaru,
Terima kasih Allah, hamba bersyukur atas rahmat dan hidayahMu.
 



Wednesday, July 18, 2012

Dari Manchester to Paris: Paris Excursions (5)


Day 2, 17 Juni 2000
Hari kedua ini pastilah sangat sibuk. Aku tidak tahu persis apa yang akan kami kunjungi. Maklum, first time traveller. Kami hanya mengikuti rencana kak A, teman seperjalanan dari Malaysia yang sudah pernah ke Paris. Ia membuat rencana agar kami bisa berjalan-jalan sebentar di Champs Elysees, ikut tur ke Versailles Palace, menikmati suasana sungai Seine dan ditutup dengan mengunjungi Menara Eiffel.

Arc de Tromphe
Berlokasi di Place Charles de Gaulle, monumen setinggi 50 m ini adalah pusat keramaian di sana. Arc de Tromphe adalah sebuah monumen pahlawan yang gugur dalam Revolusi Perancis. Monumen yang dibangun pada tahun 1806  dan selesai pada tahun 1836 tersebut berupa lengkung sederhana dengan jembatan  di atasnya. Aneka relief di monumen tersebut menggambarkan kedamaian, kemenangan Napoleon maupun kedatangan sukarelawan yang membantu dalam perang.

Bagi yang suka mengamati sistem transportasi, maka pemandangan lalu lintas di sekeliling Arc de Tromphe bisa jadi terlihat mengerikan. Monumen ini bak sebuah bundaran besar dengan enam simpangan yang sangat padat. Berkali-kali aku memekik kecil melihat kejadian cukup mengejutkan seperti mobil yang nyaris diserempet bus, pengendara motor yang mau  menyerempet mobil atau ambulans yang melaju dengan cepat tanpa peduli keadaan di sekitarnya. Untuk kekacauan tersebut, maka di Place Charles de Gaulle telah ditetapkan bahwa asuransi kecelakaan tidak berlaku. Pelaku dan korban tabrakan harus sama-sama beriuran untuk membayar kerugian akibat kecelakaan yang ditimbulkan. Pagi itu kami sempat melihat sebuah mobil dengan bendera Perancis yang dikawal polisi bermotor. Mungkinkah kendaraan itu milik presiden Jacques Chirac?

Champs Elysees
Jalan paling terkenal di Paris ini memiliki banyak kafe, bioskop, butik bermerk, serta merupakan lokasi real estate termahal di dunia. Jalan sepanjang 1.91km dibangun untuk menghormati kemenangan Napoleon Bonaparte. Suasananya sendiri tidak terlalu luar biasa menurutku. Mungkin karena masih pukul 8 pagi atau karena kami sedang terburu-buru! Kafe-kafe banyak menawarkan kue-kue dengan tampilan menarik strawberry cheesecake, aneka pie berkrim tebal, yang menggugah selera. Meski begitu kami hanya dapat membeli Fish O Fillet dari McDo!

Versailles Palace or Chateau de Versailles
Kami dijemput bus dari Arc de Tromphe dan diantarkan ke Versailles Palace. Istana tersebut berada sekitar 20km dari pusat kota Paris. Pelajaran sejarah Perancispun di mulai pagi itu. Tetapi, untuk detailnya, aku akan menulis pengalaman mengunjungi Versailles Palace dalam post berbeda. 

River Seine Cruise
Setelah berkunjung ke Istana Versailles, kami diantarkan ke sebuah jetty untuk mengikuti cruise. River Seine yang melewati Paris mempunyai panjang 776km membentang dari Source-Seine ke English Channel. Kapal dari perusahaan Bateaux Mouches yang dapat mengangkut ratusan orang berlayar sekitar satu jam menyusuri River Seine. Bateaux Mouches berarti “fly boats’ beroperasi sejak 1867 dengan kapal uap. 

Cruise merupakan cara paling santai dan cepat (menurutku) untuk menikmati keindahan kota secara keseluruhan. Awalnya perjalanan terasa sangat lambat. Kapal melewati beberapa jembatan di River Seine. Sebagai informasi, River Seine memiliki 32 jembatan di daerah Paris. Saat jembatan-jembatan indah seperti Pont Alexandre III yang membentang di atas River Seine telah dilewati, aku menjadi sangat bersemangat. Jembatan Pont Alexandre III adalah simbol persahabatan antara Perancis dan Rusia. Aneka jembatan dengan berbagai tipe, arch, normal girder, steel, pedestrian, etc, seperti Pont Neuf, Pont Royal, Pont des Arts, yang terlihat membuatku menyadari bahwa jembatan tidak hanya sebuah ‘penghubung’ tersebut dari daerah left bank dan right bank kota Paris. Tetapi dapat mempercantik sebuah kota dan menjadi tempat paling romantis untuk melihat River Seine berduaan dengan someone special.

Bagian bawah jembatan dipenuhi orang-orang yang sedang berjemur, bersepeda, berjalan, mendorong kereta bayi dan aneka aktivitas lain. Tepian River Seine memang telah dirancang menjadi semacam Paris Beach oleh walikota Paris. Ribuan ton pasir, pohon palem dan kursi berjemur disediakan di pantai artifisial tersebut. Meskipun terasa sedikit aneh, tetapi River Seine berhasil menarik ratusan orang keluar dari rumah mereka setiap hari di musim panas untuk bersantai di tepiannya.

Lewat cruise ini kita bisa melihat tempat-tempat bersejarah di kota Paris. Di mulai dengan Place de la Concorde, musee Louvre, Notre Dame, Palace of Justice, Musee d’Orsay, Invalides, Eiffel Tower dan patung Liberty di sebelah jembatan Pont de Grenelle. Patung Liberty yang dibangun pada tahun 1885 ini berukuran lima kali lebih kecil daripada patung Liberty di New York.


Eiffel Tower
Perjalanan sore itu diakhiri dengan kunjungan ke Eiffel Tower. Sebetulnya kita bisa memandang Eiffel Tower dari seluruh penjuru Paris. Tetapi, datang ke Paris tanpa berfoto di sana, belum ke Paris namanya! Lokasi menara itu seperti menipu, dekat tetapi terasa jauh dicapai. Mungkin kami sudah terlalu lelah, sehingga tidak sanggup lagi berjalan dengan cepat.

Saat tiba di bagian seberang River Seine, rasanya senang sekali  menara baja tersebut. Faktanya, menara inilah yang selalu ada di buku sejarah karena Revolusi Perancis, menara ini telah pernah dikunjungi adik lelaki semata wayangku beberapa tahun silam saat ia mengikuti Jambore Internasional Pramuka di Belanda, merupakan menara tertinggi dunia hingga tahun 1930, menara yang menggunakan 18,038 potong besi untuk membangunnya, menara yang memakai 2.5 juta ton paku keling untuk menyambung potongan besi, menara dengan berat 10,000 ton, menara yang dikunjungi lebih dari 5 juta orang per tahun.

Malam musim panas itu sungguh indah dan tidak mudah dilupakan. Matahari malam (yah begitulah keadaannya) sudah mendekati ke arah Barat, menunggu saat untuk tenggelam. Ribuan orang dari berbagai bangsa larut di bawah lindungan Eiffel. Mereka tidak hanya berjalan-jalan tetapi juga duduk-duduk sambil menikmati suasana. Eiffel Tower memang ikonik dan menyatukan.

Kami tiba di hotel sekitar pukul 9 malam. Esoknya kami berangkat pulang ke Manchester, Inggris. Huah, sudah cukup mempelajari sejarah, sosiologi dan konstruksi hari ini…

Pekanbaru,
Bersambung ke bagian (6)



Wednesday, July 11, 2012

Jangan minta-minta


Seorang teman yang tengah hamil tua, hampir setiap hari mendapat pesan manis dari sang suami sebelum berangkat bekerja. “Jangan minta-minta ya, nak…”, katanya sambil mengelus perut si bunda. Maksudnya, sang suami berpesan agar si jabang bayi tidak menyusahkan orang lain dengan permintaannya seperti makanan atau minuman. Dan, benarlah si jabang bayi mendengar kata-kata ayahnya. Saat sang bunda tak sengaja meminum jus permintaan kepada seseorang, perutnya mendadak tak nyaman dan jus yang baru diseruput harus dimuntahkannya. Bayangkan, jabang bayipun bisa teguh memegang kata-kata ayahnya. Bagaimana dengan kita yang lebih dewasa ini?

Jengkel mendengar seorang pengemis di jalan bisa mendapatkan 500 ribu rupiah sehari atau 15 juta rupiah sebulan? Keterlaluan? So pasti.  Padahal orang yang meminta-minta padahal tubuhnya masih kuat dan tak ada uzur untuk bekerja, haram untuk meminta-minta. Kata pak ustadz, di hari kiamat nanti, mereka datang tanpa wajah, atau mencakar-cakar wajah mereka sendiri karena perbuatan minta-minta mereka di dunia. Jangan tanya lagi, bagaimana dengan orang-orang yang senang meminta-minta sambil mencela orang yang diminta. Benar sekali, ada juga orang tak tahu diri seperti ini, sudah meminta, tapi mencela dan mencemooh pula.

Bagaimana dengan orang-orang yang meminta-minta pekerjaan tapi tidak mau bekerja dengan professional? Sungguh terlalu, sama dengan si pengemis tadi. Tidak sedikit orang datang menggunakan katabelece supaya mendapatkan sebuah pekerjaan. Giliran kerja di dapat, mereka malah tidak memanfaatkan kesempatan dengan baik. Pukul 7 pagi berangkat, pukul 10 pagi sudah pulang, pukul 12 siang pulang lagi untuk makan siang, dan pukul 2 siang sudah di rumah lagi? Btw, ini kerja atau ngecek kantor?

Jangan minta-minta, kata seorang temanku saat di kampus Curtin University. Kerjakan sendiri apa yang bisa dikerjakan. Minta-minta bantuan bakal lama dan tidak dihargai oleh orang bule. Mereka cenderung mengerjakan segala sesuatunya sendiri karena tenaga kerja mahal harganya. Kalau kamu minta-minta terus, mereka akan kehilangan kesabaran dan menilai kamu tak kompeten mengerjakan PhD. Minta mereka mengajarimu sedikit, lalu berimprovisasi dengan apa yang ada. Yang penting, jangan minta-minta, jangan tergantung pada orang lain untuk apapun, demikian pesannya.

Temanku memang benar, minta-minta di sana membuat aku terlihat seperti seorang pemalas. Tetapi temanku lupa mengatakan, kalau meminta-minta sebaiknya hanya kepada Allah, sang Pencipta saja. Allah SWT punya segalanya. Tidak punya ide penelitian, baca-baca terus dan pikir-pikir terus, insya Allah… voila, Allah menganugerahi ide dari sebuah fenomena. Kalau tidak punya keahlian di bidang potong-memotong beton, minta pada Allah agar ada yang mengajarkannya. Betullah, suatu hari, aku tak ragu lagi memegang saw blade tersebut, karena Allah menggerakkan hati seseorang untuk mengajariku menggunakan saw blade dengan benar. Bahkan ia membuatkan sebuah penahan agar blok beton itu tak tergelincir dari cengkeram jari-jariku yang tak seberapa besar.

Anyway, sebaiknya memang tidak minta-minta pada manusia. Tidak enak bergantung pada orang lain. Mereka cenderung menilai rendah seorang peminta-minta.  Lagipula, bukankah tangan yang di atas lebih baik daripada tangan di bawah? So, stop, meski minta seteguk air, segigit apel atau secubit garam, agar harga diri dan kemandirian kita tak tergerus dengan ketergantungan yang besar pada orang lain, selain Allah SWT.

Pekanbaru,
Di saat jengkel, karena masih berharap pada manusia.

Sunday, July 8, 2012

Rendah hati


www.allposters.com
Suatu hari aku mengajak temanku Dr JH untuk mengunjungi ruang belajar kami di Curtin Uni. Di dalam ruangan ada beberapa orang kolega yang tengah mengerjakan riset mereka. Sebelum duduk di ruanganku, ternyata Dr JH mendatangi teman-temanku satu-persatu sambil mengenalkan diri. Ia bertanya tentang riset, daerah asal maupun kesan mereka tentang Perth. Semua dilakukan dengan sikap santun dan penuh keramahan yang tidak dibuat-buat. Aku terkesan dengan kerendahan hatinya.

Dr JH termasuk seorang ahli di bidang riset yang kutekuni. Kedatangannya ke Perth tentulah membuatku sangat girang, apalagi karena saat itu aku sangat membutuhkan nasihatnya. Meskipun sudah ahli, beliau tidak segan membalas email, memberikan saran atau merekomendasikan artikel jurnal yang perlu dibaca. Semua itu dilakukan dengan sikap tulus tak dibuat-buat kepada siapapun.

Perilaku Dr JH ternyata menggambarkan ‘ilmu padi’ yang pernah kutulis sebelumnya di sini. Menurut CM Christensen dalam ‘How Will You Measure Your Life?’ (HBR’s 10 Must Reads: On Managing  Yourself), orang-orang yang rendah hati sebenarnya memiliki rasa percaya diri yang sangat tinggi. Mereka mengetahui siapa diri mereka sebenarnya dan merasa nyaman tentang diri sendiri. Mereka menghargai orang lain dan ingin membuat orang lain di sekitarnya merasa nyaman dengan diri mereka sendiri. Ketika mereka hadir di suatu tempat, orang-orang tidak pernah membiarkannya sendirian terlalu lama karena mereka suka berkawan dengannya.

Berkebalikan dengan sifat rendah hati, maka sifat arogan yang dimiliki seseorang menjadi tanda kurangnya rasa percaya diri. Orang-orang yang suka mencela, memaki, mengejek orang lain, terbukti memiliki kepercayaan diri yang rendah. Mereka suka mencari-cari kelemahan dan menjatuhkan mental orang lain agar merasa lebih baik. Orang-orang tentulah berusaha menghindar dari si arogan, daripada mereka sendiri menjadi korban seseorang yang tak punya nurani seperti itu.

Kerendahan hati ternyata berpengaruh sangat besar dalam proses belajar dalam hidup. Pada kenyataannya, tidak semua orang yang ditemui sehari-hari memiliki gelar Sarjana ke atas dan tidak secerdas kita. Saat seseorang memutuskan hanya bergaul dengan orang-orang yang selevel dengan dirinya, maka ia telah membatasi kesempatan emas untuk belajar dari orang lain. Padahal banyak hal yang bisa kita dapatkan dari orang-orang di sekitar kita tanpa harus membayar mahal. Sikap rendah hati saja yang dapat menjadi kunci untuk mendapatkan ilmu-ilmu tak terbatas tadi.

Pekanbaru,




Wednesday, July 4, 2012

Dari Manchester to Paris: Pas de Calais to Cergy-Pontoise (4)


Setelah keluar dari Channel Tunnel, bus berangkat dari French Terminal di Pas-de-Calais menuju Paris. Perjalanan sekitar 296km akan ditempuh dalam waktu 2 jam 56 menit, tergantung kondisi lalu-lintas. 

Sepanjang perjalanan menuju Paris, pemandangan yang disuguhkan sungguh spektakuler. Padang rumput berwarna kuning, hijau dan ungu terhampar di sana-sini diselingi padang poppy merah darah. Musim panas di Perancis memang memiliki aura berbeda dengan musim panas Inggris.

Autoroute A16 - Viaduc d'Echinghen 
Seringkali aku terkejut setelah menyadari bahwa bus kami melaju di viaduct yang tingginya mencapai seratus meter di atas permukaan tanah. Viaduct adalah jembatan dengan beberapa bentang pendek. Biasanya digunakan untuk menghubungkan beberapa tempat yang memiliki ketinggian sama. Aku sempat terpesona saat mengetahui bahwa bus tengah berjalan di viaduct. Akibat tidak adanya perbedaan ketinggian pada bentang, bus seolah-olah melewati sebuah motorway biasa saja.

Bus berhenti sejenak di Aire de la Baie de Somme, sebuah motorway service station yang menggunakan wind turbine sebagai pembangkit listrik. Distrik Somme terkenal sebagai medan tempur yang paling banyak memakan korban pada perang dunia ke-1 tahun 1916. Tetapi bekas-bekas perang sama sekali tak terlihat di sana.

Berhubung sudah bawa bekal, aku dan mbak S hanya makan nasi goreng yang dibawa dari Manchester. Menyenangkan juga rasanya makan nasi goreng spicy di resto asri tersebut. Arsitekturnya modern minimalis (padahal itu tahun 2000 lho), dengan kaca besar yang menghadap sebuah kolam luas tepat di sampingnya. Kolam besar di samping resto penuh dengan rumput papyrus dan burung-burung belibis.

Tempat tersebut tidak hanya berfungsi sebagai pemberhentian di motorway, tetapi juga memiliki sebuah menara kayu tinggi untuk melihat lansekap dan mengamati burung-burung.  Saat kami naik ke tower, seorang anak kecil yang melihat kami langsung berseru “Bonjour”. Aku hanya bisa membalas dengan lambaian tangan. Kuanggap hal itu sebagai sambutan pertama yang menyenangkan saat berada di tanah Perancis.

Setelah beberapa lama, kami melanjutkan perjalanan ke tujuan akhir hari itu, yaitu hotel Ibis Cergy-Pontoise, yang letaknya sekitar 30km dari Paris. Dari buku panduan hotel, barulah aku mengetahui kalau di Paris ada ratusan hotel Ibis dengan bermacam-macam bintang. Padahal saat itu di Indonesia, hanya baru ada hotel Ibis berbintang empat. 


Hotelnya sendiri cukup nyaman dan berada di lokasi yang asri. Di depan hotel ada deretan rumah yang modelnya berbeda sekali dengan rumah-rumah di Inggris. Bangunan kuning yang kontras dengan rumput hijau tebal jadi semakin indah berkat hamparan mawar-mawar merah di depan pagar.

Setelah beristirahat sebentar sore itu, kami menelusuri pusat kota Cergy-Pontoise dengan berjalan kaki. Tidak ada satu orangpun yang berani mengusulkan naik kereta api menuju Paris, karena tidak ada yang menguasai French. Orang Perancis telah dikenal tidak mau menggunakan bahasa Inggris meskipun mereka menguasainya. Bahkan saat kami bertanya arah pada seseorang di jalan, ia hanya menaikkan bahu, sampai temanku bertanya dalam bahasa Melayu. Anehnya, orang tersebut langsung menjawab dengan bahasa Inggris. Soal yang membingungkan ini akan kujelaskan di bagian Versailles nanti, ya.

Cergy-Pontoise Uni
Kami tiba di kampus Cergy-Pontoise University yang memiliki 15.000 mahasiswa. Universitas yang didirikan pada tahun 1991 ini, terkenal dengan bidang sastra, sejarah dan geografi. Meski kecil, kotanya cukup menyenangkan. Ada beberapa bangunan bergaya klasik dan pusat perbelanjaan yang terlihat biasa-biasa saja. Tempat ini pastilah kontras dengan Paris yang akan kami kunjungi besok.


Pekanbaru,
pic from  http://en.structurae.de/projects/data/photos.cfm?id=p0000194

to be continued to (5)



Sunday, July 1, 2012

Saat kebaikan tak dihargai orang



Sahabatku, orang yang suka menolong, telah dicerca karena sebuah maksud baiknya. Dengan sedih ia menuturkan bahwa ia dituduh lancang telah mengumpulkan donasi tanpa seizin atasan dan persetujuan teman-teman. Sedang diriku hanya bisa mengurut dada saat seseorang menuduhku bak ‘pahlawan kesiangan’. Aku dan tim dianggap hanya ingin mendapat nama setelah kegiatan yang kami bantu telah terlaksana.

Sebenarnya, apa yang dicari manusia saat ia melakukan sesuatu? Ketenaran? Kekayaan? Kepuasan batin? Masalahnya, orang sering lupa bahwa apapun yang dilakukan hendaklah semata-mata karena mengharap pahala Allah. Kalau niatnya jadi yang lain-lain, itulah sebabnya jadi gampang sakit hati saat kebaikan dibalas dengan ‘tamparan menyakitkan’.

Sahabatku yang dituduh mengorganisir sesuatu tanpa persetujuan atasan dan kolega, sebenarnya ingin mempermudah pekerjaan semua orang. Tentu saja ia meminta persetujuan teman-teman yang berkaitan dengan hal tersebut, karena toh, beberapa orang dengan sukarela mengeluarkan biaya urunannya. Hanya karena ulah dan perkataan segelintir orang yang tidak mau mengeluarkan uang untuk keperluan makan-makan sajalah yang telah mengacaukan semuanya. Kegiatan itupun dibatalkan, uang dikembalikan dan hati terluka harus disembuhkan.

“Kadang maksud baik itu memang sulit diterima orang lain,” kata senior kami. Apalagi hati sempit dan pikiran picik yang menyebabkannya. Jadi tak heran, hal-hal kecil bisa jadi besar, dan memakan korban orang-orang yang tulus dalam bekerja.

Soal ketulusan bekerja ini juga bisa menjadi bumerang tersendiri bagi diriku baru-baru ini. Aku dan tim telah berusaha mengerjakan tugas dari atasan yang melibatkan pihak lain tanpa pikiran imbalan, nama atau reputasi. Tadinya tugas itu sama sekali tak kusukai, tetapi lambat-laun aku bisa menerimanya demi Allah. Sayangnya, setelah energi dan sumber daya kami habis, begitu kegiatan berakhir aku harus menelan pil pahit saat mulut busuk seseorang menuduh kami sebagai ‘pahlawan-pahlawan kesiangan’~ yang ingin mendapat nama setelah semuanya berakhir! Kejam nian orang yang berpikiran demikian. Bahkan, sungguh terlalu saat ia bisa mengucapkannya kepada orang lain tanpa berpikir.

Belajar dari kedua kasus itu, sekarang aku harus belajar (lagi-lagi) meluruskan niat dalam melakukan sesuatu. Masalahnya, saat masih terbetik rasa ‘sakit hati’ meskipun sebesar atom, maka sulit bagi aku dan sahabat untuk mendapatkan pahala dari Allah. Dalam hati, mungkin masih ada ‘rasa ingin dihargai’ oleh orang lain. Sehingga saat mereka tidak menerima atau menuduh yang bukan-bukan, kok masih ada rasa kecewa dalam hati. Lagipula aku harus belajar lagi, bahwa masalah-masalah sepele seperti ini jangan sampai menggerogoti keteguhan dan kekuatan hati yang telah kubina sejak lama. Baca lebih lanjut dalam 'Nulung malah kepenthung'.

Maka dari itu, tarik nafas, dan berniatlah agar segala sesuatu yang dilakukan hanya untuk mengharap pahala dari Allah, dan bukan untuk penghargaan dari manusia.

“Selama Allah masih melihat dan mengetahui kebaikan yang dilakukan, serta mengetahui keutamaan yang diulurkan, maka janganlah mengharapkan pujian dari orang lain.”  (p.98, La Tahzan, Dr ‘Aidh al-Qarni).

Pekanbaru,