Judul di atas tepatnya untuk kita-kita mahasiswa pendatang yang punya beasiswa mepet-mepet aja loh. Trik mendapatkan barang-barang kebutuhan second hand yang terdapat di mana-mana, termasuk pekarangan tetangga!
Istilah ‘carboot sale’ sudah kuketahui waktu kuliah di UK. Di suatu minggu pagi yang sangat dingin, rombongan kami berangkat dari Manchester ke Salford khusus untuk berbelanja ‘barang-barang second hand’ seperti pakaian musim dingin, peralatan elektronik, souvenir, sepatu, etc. Sayangnya aku ‘geli’ membeli jaket-jaket sedikit kumal yang ditawarkan penjaja. Aku hanya berani membeli celana thermal baru made in China yang harganya sangat murah. Barang lain yang kusuka hanya sebuah souvenir kapal dalam botol seharga 50pence. Sejak hari itu aku tidak pernah ke carboot sale lagi untuk mencari barang. Cukup pergi ke toko-toko kecil di pasar dekat rumah. Berbagai kebutuhan seperti setrika, baju thermal, payung, sampe jaket musim dingin yang tak begitu mahal juga tersedia. Toh aku tak lama-lama tinggal di sana, jadi tak perlu membeli banyak barang untuk sehari-hari.
Saat pindah ke Australia barulah terpikir, empat tahun tanpa barang-barang keperluan rumah tangga, repot juga. Setelah mendapat informasi lewat buku panduan, aku perlu mengeluarkan uang sekitar 500AUD untuk pernik-pernik dapur yang dapat dibeli di toko-toko. Selidik punya selidik cara teman-teman yang lebih dahulu tinggal di sini, ternyata mereka merekomendasikan empat pilihan untuk menemukan barang-barang yang kita inginkan.
Pertama, beli di Op-shop. Op-shop atau opportunity shop dikelola oleh badan-badan amal gereja seperti The Salvos, Good Sammy, St Vincent. Orang-orang mendonasikan pakaian, barang-barang sehari-hari, mainan, buku, sampai peralatan elektronik ke badan-badan tersebut, yang kemudian dijual kembali dan keuntungannya disumbangkan untuk pengembangan gereja. Barang dijual kembali dengan harga super miring dari harga lama. Kalau pintar memilih kita bisa mendapatkan barang-barang yang masih bagus kualitasnya dan terlihat baru. Di op-shop ini aku biasanya berburu jaket, rompi, celana kerja sampai sarung duvet/doona. Untuk mendapatkan pakaian berkualitas tapi dengan budget memadai, cocoknya memang mencari di op-shop.
Kedua, mengunjungi Sunday Market. Sunday Market seperti carboot sale di UK, tetapi lebih teratur, barang yang dijual lebih bagus dan tentu saja lebih murah. Sunday Market di halaman shopping centre Belmont Forum selalu menjadi tujuan utama para student begitu sampai di Perth. Beberapa teman dari Malyasia sampai bertahun-tahun memiliki kebiasaan mengunjungi Sunday Market tersebut bersama keluarga tiap minggu. Untuk mencari ‘emas’ memang dibutuhkan ekstra kesabaran untuk datang berkali-kali. Kudengar mereka menemukan banyak barang-barang bagus yang dibawa pulang ke Malaysia. Bahkan saat mobil eks-storm atau kena badai Maret lalu yang banyak dilelang karena penyok kecil-kecil bekas hujan es, turut diborong teman-teman Malaysia untuk dibawa pulang ke sana. Anyway, Sunday Market kedua yang paling sering kukunjungi adalah Selby Street Market. Biasanya aku turut berebutan tas tangan desainer, heater, kipas, barang-barang keperluan dapur dan buku-buku termutakhir. Di tempat ini aku lebih banyak membeli barang elektronik, karena mutu dan kelayakan pakainya terlihat dari stiker jaminan yang dipasang pengelola. Aku suka juga beli buku-buku nove, buku anak dan buku travel. Sedang yang paling disukai emak-emak yaitu tas-tas keren seperti tas tangan desainer seharga 2-3 dollar dengan kondisi masih bagus. Sunday Market untuk barang-barang baru tapi impor dari Cina dan bahan makanan bisa ditemukan di daerah Canning Vale. Sayangnya karena cukup jauh dari tempatku, kami tidak pernah mengunjunginya lagi.
Cara ketiga, yaitu mencari ‘warisan’. Biasanya student baik hati yang mau pulang ‘for good’ ke kampung halaman memilih untuk mendonasikan barang-barangnya ke teman-teman student lain. Jika tidak, mereka akan menjual barang-barang tersebut dengan harga lumayan miring. Kadang jauh-jauh hari kita udah pake pesen barang-barang wajib seperti microwave, vacuum, meja belajar, karpet, kursi belajar, lampu belajar (maklum, pelajar), bahkan cobek/ulekan. Warisan pertamaku adalah tivi tua tahun 1970-an yang awet banget kumiliki hingga beberapa bulan lalu, beberapa piring makan dan setumpuk sendok-garpu. Selain mendapatkan warisan berupa tiga kipas angin, heater, selimut, aku juga mendapat satu set cetakan kue. Bayangin, betapa lengkapnya barang-barang yang dimiliki sebuah keluarga selama tinggal di negeri orang ini! Jika aku pulang nanti, aku bercita-cita membagi barang-barang yang tidak kubawa ke teman-teman lain saja.
Cara keempat, mungut di pekarangan orang. Bener, mungut di pekarangan orang atau kantor! Dijamin ga bakal ada yang ngelaporin kita ke polisi, kecuali kita berusaha memecahkan kaca atau lewat jendela mengambil barang-barang mereka. Biasanya mereka menumpuk barang yang tak terpakai di halaman karena ada jadwal pengambilan dari city countil. Sistem ini diatur oleh pemerintah kota, agar mereka meletakkan barang yang tidak diperlukan lagi di depan rumah sebelum jadwal pengambilan. Sambil menunggu saat pengambilan tersebut, jika ada orang yang berminat dan kebetulan lewat, malah dipersilakan memungut barang-barang disukai. Kan kerjaan mereka jadi tidak banyak! Kadang orang pindahan sering meninggalkan furnitur lama mereka di depan rumah. Nah malam-malam biasanya akan ada aksi penggotongan dari pihak-pihak yang membutuhkan. Sudah berapa kali kita mengambil tivi, video player, piring-piring, jam, segala macem pernik-pernik yang ditinggal di halaman orang. Jika ingin yang bagus-bagus, biasanya orang akan berburu ke suburb tempat orang-orang kaya. Di tempat ini barang-barang yang dibuang lebih bagus karena sudah jadi rahasia umum kalau orang Barat pemboros dan suka ikutan mode terbaru. Tivi gede diganti tivi plasma, microwave manual diganti digital, hairdryer biasa diganti yang wireless, so, dijamin mungut dari halaman mereka tidak membuat mereka kecewa, kok! Dipersilakan dengan senang hati lagi.
Perth,
Perth,
sudah waktunya berburu atau diburu?