Sunday, August 1, 2010

Simple Commitments


Saat menjadi mahasiswa,aku sering terkagum-kagum melihat kakak-kakak aktivis di kampus yang punya segudang komitment. Jadi mahasiswa, so pasti, jadi asisten dosen, pengurus himpunan, anggota klub hobi, panitia seminar, moderator, pengurus jama'ah/kelompok pengajian, sampai ada yang kerja paruh waktu di proyek segala. Mencengangkan, betapa tingginya keahlian mereka untuk mengelola waktu demi berbagai komitmen tersebut. Apa tidak puyeng, ya?

Sama begitu masuk di dunia kerja, kitapun berhadapan dengan segudang komitmen. Apalagi kalau sudah menikah, wanita akan punya dua peran, yaitu istri/ibu dan karyawan. Aku ikutan kagum melihat seorang teman yang dengan lihainya mengatur keluarga, memiliki posisi tinggi di kampus dan tetap konsisten berkarya. Subhanallah.

Sayangnya tiap orang tidak secerdas itu dalam mengelola komitmen. Aku pernah ketiban beberapa komitmen dalam satu semester yang semuanya bisa dikatakan tidak begitu sukses. Komitment itu datang sendiri, dengan anggukan, mengiyakan ataupun tak dapat menolak kata yang memberikannya. Alhasil aku pontang-panting memenuhi, sambil berharap komitmen tersebut berkurang. Walaupun tampaknya di dunia kerja, kita mesti mampu mengelola beberapa komitmen jika ingin sukses lebih cepat.

Setelah membaca 'Daily Druxter' mengenai simplify your commitments, 'The Power of Less' dalam bab Simple Commitments, akhirnya aku mengerti bahwa less bukan berarti sedikit. Perbedaannya, apakah kita semakin mencoba melakukan semuanya dalam waktu singkat dan selesai 50-70%, atau mencoba melakukan sedikit secara bertahap tapi tiap pekerjaan selesai 80-90%. Yang pasti, sama seperti saat mengerjakan ujian/tugas kuliah, ada rasa 'berbeda' saat kita belajar sungguh-sungguh dan dapat A, dengan belajar setengah-setengah lalu dapat C.

Tidak mencoba meraih segalanya dalam waktu singkat dengan mengurangi komitmen memiliki efek lebih besar. Kita tidak tergesa-gesa, stress, panik, tidak punya waktu untuk hidup kita, atau kehabisan energi untuk melakukan hal lain. Bandingkan dengan anak-anak kecil jaman kini yang memiliki banyak komitmen setelah sekolah, seperti ekskul piano, renang, melukis, sudoku, karate, kursus bahasa Inggris, dan mengaji. Maka, anak-anak akan kelelahan setelah melakukan semuanya. Mereka cenderung kehabisan energi untuk 'jadi anak-anak' sepulang dari beraktivitas. Jadi seperti itulah diri kita yang bisa kehilangan fokus dan minat karena kelelahan mengerjakan semua komitmen tersebut.

Mencoba mengurangi komitment, paling tidak 5 saja dalam satu tahun/semester mungkin sudah cukup baik. Untuk komitmen yang tidak prioritas, kita bisa memberi tahu si pemberi komitment bahwa kita tidak bisa mengerjakannya. Belajar bilang 'maaf' dan 'tidak', untuk komitmen baru. Pastikan komitmen mana yang paling penting dan paling ingin kita lakukan. Jangan terikat dengan keinginan untuk melakukan sesuatu sebanyak-banyaknya dalam waktu singkat. Terima diri apa adanya dan nikmati setiap pekerjaan dengan sebaik-baiknya. Karena semakin singkat 'to do list', bisa dipastikan semakin fokus dan berkurang tingkat ketergesa-gesaan kita. Jadi bagi yang kelabakan dengan segudang komitmen, ayuk kita belajar mulai menguranginya.

Perth,
Sorry guys, since I've been committed to finish my thesis soon, so, I have to stop blogging until my first draft ready in the next few months.

We'll see if I could get back sometimes.