Sunday, June 17, 2012

Dari Manchester to Paris: Budget tour dan Visa paspor dinas (1)


Hampir tiap saat aku dan mbak S, teman serumah di Manchester, mencermati isi koran gratis di ruang duduk. Saat musim panas menjelang, beraneka tour ke daratan Eropa banyak ditawarkan dengan harga terjangkau kantong student (saat itu 50-80GBP). Setelah cukup lama pikir-pikir, akhirnya mbak S mendapatkan tour 3 hari ke Paris, Perancis, yang paling cocok dengan keadaan kami;  ya kantong, itinerary dan waktu!

Visa Perancis
Berhubung tidak ada konsulat Perancis di Manchester, kami harus mengurus visa di Kedutaan Perancis, London. Saat itu untuk mendapatkan Visitor Visa, kami harus antri pagi-pagi sekali di depan Kedutaan Perancis, karena waktu pemberian visa dibatasi hingga pukul 10 pagi. Jarak Manchester-London sekitar 5 jam dengan bus antar kota yang bertingkat. So, kami berdua berencana berangkat ke London dengan bus pukul 00.05 malam. Berhubung stasiun busnya hanya tetanggaan dengan UMIST, maka aku dan mbak S memilih menginap beberapa jam di lab komputer Sackville St hingga saat keberangkatan tiba.

Setelah menunggu beberapa jam sambil berjuang menahan kantuk, akhirnya kami berdua bisa naik bus. Bus tidak terlalu sepi. Tetapi aku tak ingat apa-apa lagi karena sudah tengah malam dan perjalanan sepertinya berjalan sangat lancar. Aku hanya terbangun beberapa kali saat bus sempat berhenti sebentar di Birmingham dan Milton Keynes. Begitu tiba di Bandara Luton, kami baru sadar sepenuhnya. Matahari telah terbit, dan sebentar lagi bus akan memasuki kota London.

Entah bagaimana caranya (mungkin karena ngantuk, jadi tak ingat), tahu-tahu kami sudah sampai di belakang antrian panjang. Antrian itu telah mengular sampai ke ujung jalan. Dari ratusan orang tersebut, hanya seorang wanita Asia yang mau menyapa kami dengan ramah. Beliau berasal dari Thailand dan menetap di Inggris. Kami sempat mengobrol dengannya sebentar, lalu sibuk mempersiapkan berkas-berkas untuk aplikasi visa.

Saat gerbang dibuka, antrianpun bergerak masuk ke dalam gedung. Semua orang bergegas, karena waktu sangat penting! Untunglah data-data yang kumiliki sudah lengkap, sehingga tidak ada masalah dengan visa kunjungan selama 12 hari tersebut. Biayanya pada tahun 2000 sekitar 16GBP. Sayangnya belakangan baru kuketahui kalau mbak S tidak berhasil mendapatkan visa yang sama. Apalagi masalahnya, kalau bukan paspor dinas (paspor biru) yang juga menyulitkanku dalam bepergian di Australia!

Kamipun bergegas mengejar bus merah khas London menuju Kedutaan Indonesia. Mbak S harus mendapatkan surat keterangan (semacam exit permit?) untuk aplikasi visa. Kamipun menunggu dengan beberapa orang yang membutuhkan keterangan sama dari Kedutaan. Sambil menunggu, kami mampir di kantin Kedutaan untuk makan siang khas Indonesia. Wah, rasanya sudah lama sekali tidak makan soto ayam dengan citarasa original!

Perlu naik bis yang lain lagi ke Kedutaan Perancis. Nah, di situlah letak istimewanya paspor biru. Urusannya bukan lagi di tingkat Konsuler, tapi sudah menyerempet ke tingkat Embassy! Begitu sampai, kami harus menunggu di ruangan yang bergaya klasik, penuh patung-patung berwarna putih, dengan dinding marmer coklat berkilau. Persis ruang tunggu yang kulihat beberapa tahun kemudian di Sydney Art Gallery. Btw, good newsnya, visa untuk mbak S bisa dikeluarkan. Sedangkan bad newsnya, paspor baru selesai minggu depan! Setelah rembukan lagi, kami memutuskan untuk kembali lagi ke London minggu depan untuk menjemput paspor mbak S. 

(to be continued to Part 2)

No comments: