Sunday, June 10, 2012

Ketika aku… baru mengerti arti ‘hanya menipu diri sendiri’


t-s by
Sudah berkali-kali hubby mengingatkan aku untuk tidak ngemil coklat berlebihan. Kandungan lemak yang tinggi dari mentega dan minyak pencampurnya tersebut tidak ‘friendly’ bagi wanita, meskipun ada istilah ‘chocolate is a women’s best friend’. Diam-diam, demi my ‘guilty pleasure’ itu,  aku masih suka mengudap coklat yang diumpetin dengan rapi di kulkas. Hingga suatu hari tanteku yang mendengar hal itu mengatakan bahwa aku tengah menipu diriku sendiri.

Ceritaku tentang coklat tadi, sebenarnya membuat aku sadar bahwa itu adalah my guilty pleasure. Tambahan lagi komentar tanteku soal menipu diri tersebut, kuakui sangat benar. Sudah tahu kalau makan coklat berlebihan membuat berat badanku bertambah, tetapi tak bisa dilakukan terang-terangan, aku memilih jalan diam-diam. Apa bedanya, terang-terangan dan diam-diam kalau begitu? Toh, berat badanku akan tetap bertambah. Karena itu, tuduhan ‘menipu diri sendiri’ tersebut dialamatkan padaku, meski tak rela, aku bisa menerimanya.

Sebagai wanita, kita punya banyak ‘guilty pleasure’. Bukan berbau ‘aneh-aneh’ ya… (maaf konteksnya tidak begitu di blog ini). Tetapi, sesuatu yang dilakukan diam-diam walaupun sebenarnya kita tidak boleh atau sudah berjanji tidak akan melakukannya lagi. Apalagi ya, yang dimaksud, kalau bukan tentang makanan? Kegemaran makan segala macam makanan tanpa pengendalian diri, sudah jelas itu guilty pleasure. Wanita, sebenarnya punya keterbatasan pengendalian diri, apalagi kalau menyangkut soal makanan. Tidak sedikit stori diet yang gagal, karena kurang disiplin menjaga makanan. Maunya kurus tapi tidak mau dibatasi dalam mencicipi segala rupa makanan dan camilan. Maunya kurus, tapi tidak mau exercise untuk mempercepat penurunan berat badan. So, gimana mau kurus, kan?

Saat ini aku tengah dalam proses penurunan berat badan dengan bantuan teknik akupuntur. Aku memilih cara pelangsingan seperti ini, agar termotivasi menurunkan berat badan di bawah pengawasan dokter. Terapi dilaksanakan dua  sesi per minggu dengan total sesi 12 kali. Untuk menunjang program ini, maka aku harus diet cukup ketat. Pagi hari hanya makan satu potong roti dan sepiring buah-buahan. Siang hari makan dua sendok nasi dengan sayuran dan ayam/ikan rebus. Malam hari, hanya makan sayur atau buah. Tidak boleh makan gorengan, cemilan krupuk, soft drink, dan so pasti coklat juga diharamkan. Untuk membantu diet dan akupuntur, aku harus olahraga 1 jam per hari.

Awalnya semua berjalan lancar, tapi lama-lama kok neg makan ayam rebus dan ikan rebus? Akhirnya aku jadi modifikasi menu dan banyak makan buah-buahan. Karena sibuk bekerja, aku suka ogah-ogahan berolahraga. Alhasil, tiap datang terapi, berat tubuhku mengalami sindrom yo-yo, kadang naik, kadang turun. Hasil seperti ini tentu tidak diterima oleh dokter, yang mengingatkanku dengan halus supaya mulai serius menurunkan berat badan dan tidak ngemil kalau malam.

Tetapi hal itu tidak hanya terjadi pada diriku saja! Diam-diam, di ruang tunggu dokter, beberapa pasien mengaku kalau mereka tidak melakukan diet dan olahraga seketat anjuran dokter. Berat badan mereka juga suka naik-turun tak terkendali. Nah, sudah jelas aku dan mereka, sama saja kan? Kami semua telah menipu diri sendiri. Berharap uang yang dikeluarkan dan teknik akupuntur dapat membantu kami langsing secara instan tanpa perlu pengorbanan keras.

Kadang-kadang kalau diingatkan dokter mengenai hal itu, kami akan mengatakan:
“duh, kenapa ya, kok berat badan saya bisa naik?” dengan ekspresi pura-pura terkejut.
Padahal kami mengetahui persis apa saja yang masuk ke dalam mulut beberapa hari yang lalu, berapa lama kami berolah raga dalam sehari dan… bergidik membayangkan betapa sesungguhnya kami telah menipu diri sendiri!

Kuakui, kalau aku memang tidak pernah belajar dari komentar tanteku itu. Dan kuakui kini terasalah benarnya, saat mendapatkan berat badan yang kuimpikan makin terasa jauh dari harapan. Maka, sebelum semuanya menjadi bubur,  semua harapan dan biaya yang dikeluarkan menjadi sia-sia, aku bertekad untuk menghadapi semua kesulitan dalam proses ini. Psst, tanpa menipu diri sendiri lagi, dong.

Doakan, ya!

Pekanbaru,
Diet fisik ternyata dipengaruhi ‘mind set’ juga ya…


No comments: