t-s by |
Sudah berkali-kali hubby mengingatkan aku untuk tidak ngemil
coklat berlebihan. Kandungan lemak yang tinggi dari mentega dan minyak
pencampurnya tersebut tidak ‘friendly’ bagi wanita, meskipun ada istilah
‘chocolate is a women’s best friend’. Diam-diam, demi my ‘guilty pleasure’ itu,
aku masih suka mengudap coklat yang
diumpetin dengan rapi di kulkas. Hingga suatu hari tanteku yang mendengar hal
itu mengatakan bahwa aku tengah menipu diriku sendiri.
Ceritaku tentang coklat tadi, sebenarnya membuat aku sadar
bahwa itu adalah my guilty pleasure. Tambahan lagi komentar tanteku soal menipu
diri tersebut, kuakui sangat benar. Sudah tahu kalau makan coklat berlebihan
membuat berat badanku bertambah, tetapi tak bisa dilakukan terang-terangan, aku
memilih jalan diam-diam. Apa bedanya, terang-terangan dan diam-diam kalau
begitu? Toh, berat badanku akan tetap bertambah. Karena itu, tuduhan ‘menipu
diri sendiri’ tersebut dialamatkan padaku, meski tak rela, aku bisa
menerimanya.
Sebagai wanita, kita punya banyak ‘guilty pleasure’. Bukan
berbau ‘aneh-aneh’ ya… (maaf konteksnya tidak begitu di blog ini). Tetapi,
sesuatu yang dilakukan diam-diam walaupun sebenarnya kita tidak boleh atau
sudah berjanji tidak akan melakukannya lagi. Apalagi ya, yang dimaksud, kalau
bukan tentang makanan? Kegemaran makan segala macam makanan tanpa pengendalian
diri, sudah jelas itu guilty pleasure.
Wanita, sebenarnya punya keterbatasan pengendalian diri, apalagi kalau
menyangkut soal makanan. Tidak sedikit stori diet yang gagal, karena kurang
disiplin menjaga makanan. Maunya kurus tapi tidak mau dibatasi dalam mencicipi
segala rupa makanan dan camilan. Maunya kurus, tapi tidak mau exercise untuk
mempercepat penurunan berat badan. So, gimana mau kurus, kan?
Saat ini aku tengah dalam proses penurunan berat badan
dengan bantuan teknik akupuntur. Aku memilih cara pelangsingan seperti ini,
agar termotivasi menurunkan berat badan di bawah pengawasan dokter. Terapi
dilaksanakan dua sesi per minggu dengan
total sesi 12 kali. Untuk menunjang program ini, maka aku harus diet cukup
ketat. Pagi hari hanya makan satu potong roti dan sepiring buah-buahan. Siang
hari makan dua sendok nasi dengan sayuran dan ayam/ikan rebus. Malam hari,
hanya makan sayur atau buah. Tidak boleh makan gorengan, cemilan krupuk, soft
drink, dan so pasti coklat juga diharamkan. Untuk membantu diet dan akupuntur,
aku harus olahraga 1 jam per hari.
Awalnya semua berjalan lancar, tapi lama-lama kok neg makan
ayam rebus dan ikan rebus? Akhirnya aku jadi modifikasi menu dan banyak makan
buah-buahan. Karena sibuk bekerja, aku suka ogah-ogahan berolahraga. Alhasil,
tiap datang terapi, berat tubuhku mengalami sindrom yo-yo, kadang naik, kadang
turun. Hasil seperti ini tentu tidak diterima oleh dokter, yang mengingatkanku
dengan halus supaya mulai serius menurunkan berat badan dan tidak ngemil kalau
malam.
Tetapi hal itu tidak hanya terjadi pada diriku saja! Diam-diam,
di ruang tunggu dokter, beberapa pasien mengaku kalau mereka tidak melakukan
diet dan olahraga seketat anjuran dokter. Berat badan mereka juga suka
naik-turun tak terkendali. Nah, sudah jelas aku dan mereka, sama saja kan? Kami
semua telah menipu diri sendiri. Berharap uang yang dikeluarkan dan teknik
akupuntur dapat membantu kami langsing secara instan tanpa perlu pengorbanan
keras.
Kadang-kadang kalau diingatkan dokter mengenai hal itu, kami
akan mengatakan:
“duh, kenapa ya, kok berat badan saya bisa naik?” dengan
ekspresi pura-pura terkejut.
Padahal kami mengetahui persis apa saja yang masuk ke dalam
mulut beberapa hari yang lalu, berapa lama kami berolah raga dalam sehari dan…
bergidik membayangkan betapa sesungguhnya kami telah menipu diri sendiri!
Kuakui, kalau aku memang tidak pernah belajar dari komentar
tanteku itu. Dan kuakui kini terasalah benarnya, saat mendapatkan berat badan
yang kuimpikan makin terasa jauh dari harapan. Maka, sebelum semuanya menjadi
bubur, semua harapan dan biaya yang
dikeluarkan menjadi sia-sia, aku bertekad untuk menghadapi semua kesulitan
dalam proses ini. Psst, tanpa menipu diri sendiri lagi, dong.
Doakan, ya!
Pekanbaru,
Diet fisik ternyata dipengaruhi ‘mind set’ juga ya…
No comments:
Post a Comment