pengajian-muslimah.blogspot.com |
“Wahai teman-temanku, plis deh, terima aku apa adanya…”
kataku sambil mengikik dalam hati. Aku ngikik karena geli sebenarnya. Rasanya sulit mau tersinggung~ saat seorang rekan kembali mengkritik penampilanku yang
dinilainya kurang gaya.
Dulu aku pernah bertanya pada miss M teman kerjaku di
library, mengapa ia memakai pakaian yang itu-itu saja (baca: kemeja krem
gombrong) saat bekerja. Miss M bilang, singkat saja, “because… I want to work,
I want to be comfortable at work”.
Caila, benar juga. Kuperhatikan rekan-rekan lain yang bekerja di lib tidak ada yang overdo, kelewatan dandan. Bahkan Mrs L, si manajer lib sering
terlihat dalam balutan rok-blus berwarna sederhana, sepatu pantofel dan tidak
jinjing tas apa-apa kecuali ranselnya. Supervisorku, miss N, tidak pernah lepas
dari sepatu keds dan cardigan polos butut. No harm! Tetapi, saat mereka
menghadiri acara di luar tempat kerja, barulah mereka berdandan habis-habisan.
Kita tidak akan pernah melihat mereka seperti itu di tempat kerja.
Sementara di Indo, aku kaget melihat orang-orang menggunakan
busana yang lebih pantas untuk menghadiri kondangan ketimbang bekerja. Apa
tidak gatal dan gerah, ya? Bayangkan, panas-panas begitu mereka menggunakan
baju-baju tanpa kerutan berwarna menyala dilengkapi tas dan sepatu tak kalah
kinclongnya. Sepertinya, yang ingin ditampilkan adalah semakin bermerk tampilan
seseorang, semakin tinggi level kesejahteraannya. Pendeknya, tambah gaya, tambah mudah menarik perhatian dan penghargaan dari
orang lain. Astaghfirullah…
Tentang diriku sendiri, bukan sekali ini caraku berdandan dikritik
orang lain. Saudara dekat, teman dekat, nenek, sampai rekan kerja yang semuanya
wanita punya pikiran begini. Aku sebaiknya mengganti busana dan cara
berjilbabku, agar terlihat pas dengan profesiku saat ini. Penampilanku saat ini
dinilai culun, kurang merepresentasikan seseorang yang titik-titik di
bidangnya, tidak mencerminkan uang di kantong, dsbnya, yang tak perlu
diceritakan lebih lanjut.
Btw, aku punya interpretasi macam-macam lho, mengenai
masukan mereka tadi. Pertama, aku pikir mereka ingin diriku terlihat lebih
cantik dan tidak itu-itu saja~ supaya penampilanku lebih kinclong.
Kedua, sepertinya mereka tidak menerimaku apa adanya~ mereka
menilaiku dari apa yang kupakai ketimbang apa yang telah kuhasilkan di tempat
kerja.
Ketiga, mereka mungkin tidak tahu, bahwa kenyamanan dalam bekerja
itu lebih penting~ ketimbang aneka polesan di bagian luar yang tidak nyaman
untuk bekerja.
Keempat, aku yakin mereka tidak mengetahui atau
mempersoalkan bahaya ‘tabarruj’, yaitu berhias berlebihan yang dapat menggoda
lawan jenis di tempat kerja~ ini termasuk hal yang sangat dibenci Allah.
Kelima, orang banyak lupa bahwa ‘kecantikan hati’ lebih
penting daripada ‘kecantikan fisik’~ wanita santun lebih dicintai Allah
daripada wanita pesolek.
Wallahu’alam…
Sebenarnya aku tak peduli-peduli amat dengan penampilanku,
asal kombinasi warna baju dan jilbabnya sesuai, model dan bahannya enak dipakai
tanpa kepanasan. Aku tak pernah suka hal yang sama dengan orang lain, apalagi
kalau hal itu sedang digandrungi peminat mode. Aku suka prinsip teman-teman
kerjaku di lib, yang tidak menonjolkan penampilan untuk mendapatkan perhatian.
Lagipula, dalam bekerja kita harus mengutamakan kenyamanan, supaya kinerja
tidak terganggu. Masalah orang melihat kita sebelah mata atau apalah dengan
dandanan kita, tidak perlu ditanggapi berlebihan. Hanya orang-orang berilmu dan
menghargai orang bukan dari tampilan fisik saja yang dapat memahami hal-hal seperti ini.
Jika besok masih saja ada orang yang mengkritik caraku
menggunakan jilbab dan pakaian-pakaianku, maka aku akan tertawa keras-keras
seperti ini… ‘hahaha…’ tanpa menjelaskan apapun.
Kuharap mereka memahaminya, (baca: I don’t care whatsoever,
madam…).
Pekanbaru
No comments:
Post a Comment