Aku ingat bertahun-tahun lalu (tahun 2004-2005), saat menjadi ketua sebuah pelatihan mengenai penelitian, ada seorang peserta yang bertanya pada ibu narasumber. Beliau menanyakan mengapa penelitian perlu dilakukan seorang dosen. Kemudian beliau menyatakan bahwa bukankah kegiatan penelitian sebenarnya tidak perlu. Seringkali hal-hal yang ingin diteliti sudah pernah dikerjakan orang lain atau hasil penelitiannya sering tidak terpakai, hanya sebatas teori saja. Jadi, untuk apa susah-susah meneliti kalau tidak digunakan? Meski kedengaran konyol, pertanyaannya mengingatkan kita bahwa ada saja orang yang kelewat pragmatis dalam hidup, sehingga lupa soal 'calling'.
Sebenarnya pertanyaan beliau itu mengingatkanku pada orang lain yang menyangsikan kegiatan yang sedang kulakukan.
Menurut beliau, untuk apa bercapek-ria menulis blog yang sepi peminatnya, atau membimbing mahasiswa untuk meneliti atau menulis padahal mereka toh tidak akan terkenal juga sebagai penulis. Apakah hal itu tidak menyia-nyiakan waktu dan biaya saja.
|
Menyumbangkan sebuah bangku di taman agar orang-orang bisa duduk sambil menikmati tulip di musim semi adalah sebuah calling. |
Saat itu aku tidak bisa menjawab dengan baik, karena aku belum punya jawabannya. Tetapi setelah direnungkan baik-baik, aku merasa hal ini adalah ‘calling = semacam panggilan hati’ untuk berbagi dalam kebaikan.
Seringkali tulisan di blogku mungkin berisi hal remeh-temeh atau cerita perjalanan liburanku yang mungkin tidak menarik bagi sebagian orang, tetapi mungkin menarik buat orang-orang tertentu. Aku hanya ingin berbagi cerita, pengamatan, pengalaman, dan opiniku yang sifatnya bebas, mau diikuti, mau dibaca atau tidak diterima atau bahkan dipercaya oleh orang lain. Siapa tahu suatu saat ada yang mengalami pengalaman sama denganku, sehingga tulisan tak terbaca tadi bisa jadi sebuah rujukan dan menggugah perasaan. Malah siapa tau bisa membangkitkan semangat jiwa yang sedang turun. Toh, walaupun blog sudah jutaan jumlahnya di dunia, masih ada juga orang yang mungkin membutuhkan hasil pikiran atau secuil ilmu titipan Allah di diri kita.
Bisa jadi hobiku membimbing mahasiswa meneliti dan menulis dipandang tidak menguntungkan. Padahal 'calling' tidak bisa dikuantifikasi dengan penghargaan 'tangible' dan 'intangible' karena ada manfaat yang tidak bisa diambil dalam waktu singkat, tetapi perlu latihan bertahun-tahun.
Sebenarnya yang beruntung dari kerja sama ini adalah kami berdua, karena mahasiswa dapat kesempatan berlatih menulis dan belajar mandiri. Di pihakku, mengajak mereka menulis bersama sebenarnya tidak hanya meningkatkan semangat diriku, tetapi juga kreativitas dan produktivitasku.
Mereka akan belajar untuk riset bahan tulisan dan mencoba menceritakan kembali pemahaman lewat tulisan. Juga mereka terlatih untuk mengeluarkan pandangan, ide dan saran melalui tulisan. Lebih positif, kan?
Belajar bersama, mengerjakan project bersama-sama terasa sangat menyenangkan, karena bisa saling menyemangati dan berbagi informasi.
So, despite semua ketidakyakinan dan perhitungan untung-rugi yang dilakukan dengan akal pikiran saja, maaf, hal itu tidak akan menggoyahkan semangatku untuk tetap berbagi kegiatan mahasiswa, blog, dan project-project sosial yang bisa membantu orang lain dan sekuat yang bisa diusahakan. Insya Allah aku akan berusaha istiqamah dalam menjalankan calling atau panggilan hati nuraniku ini sampai Allah tidak izinkan lagi.
Mengenai pertanyaan temanku tadi, ibu narasumber menjelaskan bahwa penelitian bukan seperti sebuah pekerjaan yang kemanfaatannya bisa dirasakan dalam jangka waktu pendek. Tetapi apa yang dikerjakan sekarang, terlihat tidak berguna, sebenarnya bisa memperkuat dan membantu mengembangkan ilmu pengetahuan sehingga suatu saat dapat bermanfaat bagi orang banyak.
Untuk bisa mengerjakannya, kita perlu 'calling', supaya tidak terasa membebani hidup kita dan penelitian yang dikerjakan berdampak pada masyarakat dan lingkungan.
Begitulah.
Perth 2011
Pekanbaru 2020
Tulisan ini direvisi dan dipublish pada tahun 2020.