Tuesday, August 9, 2011

Petualangan di bumi Allah

Salah satu topik yang paling suka kutulis adalah mengenai perjalananku ke berbagai tempat. Hal itu kulakukan karena aku suka berjalan-jalan ke berbagai negara, mengambil pelajaran dari hal-hal yang kulihat sambil menghayati ciptaan Allah di bumi luas ini. Aku benar-benar menikmati acara berbagi pengalaman tersebut dan membaginya lewat tulisan-tulisan seperti layaknya seorang ‘amateur travel writer’ di blog ini.


Perintah untuk ‘mengembara’ sambil menuntut ilmu sangat dianjurkan. Allah berfirman,


Katakanlah: “Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi” (QS. Yunus: 101)


Katakanlah: “Berjalanlah di muka bumi, kemudian perhatikanlah” (QS. Al An’am:11)


Perjalanan ke tempat-tempat di muka bumi Allah memberikan hamparan pelajaran berharga bagi kita. Kita berkesempatan untuk meresapi kebesaran Allah melalui sajian pemandangan alam yang menyegarkan mata, penguasaan ilmu dan teknologi yang membuka cakrawala pikiran, sistem kehidupan masyarakat serba teratur yang dapat menginspirasi jiwa, dan pertemuan dengan berbagai bangsa yang memperkaya cara pandang kita terhadap orang lain. Bahkan kita sering berkesempatan untuk memperkenalkan Islam dan kehidupan sebagai seorang muslim kepada orang-orang yang kita temui dalam perjalanan tadi. Bukankah semua itu terdengar sangat menarik?


Kebiasaan mengembara tersebut juga sering dilakukan oleh suku pedalaman asli di berbagai negara. Kaum Aborigin Australia mengenal ‘walkabout’, perjalanan spiritual panggilan alam untuk mengunjungi tempat-tempat tertentu di bagian benua besar tersebut. ‘Walkabout’ tidak mengenal waktu, tetapi paling sering dilaksanakan pada musim semi dan musim panas, saat alam mulai bersahabat dengan para petualang. Perjalanan sendirian atau berkelompok itu digunakan untuk mengasah keahlian mereka di alam seperti berburu, berkontemplasi, mendapatkan ilham dan bertemu dengan sanak-saudara yang bertempat tinggal di daerah lain.


Sedangkan di negara kita, kaum primitif di Papua juga banyak melakukan perjalanan serupa ‘walkabout’ di daerah mereka. Kisah itu kuketahui dari buku ‘Lima belas tahun di Digul’ karangan I.F.M. Chalid Salim (1977). Tampak nyata perbedaan orang-orang yang suka bertualang karena pengalaman dan pengetahuan yang mereka miliki. Biarpun tinggal di pedalaman, mereka sama saja dengan kita ini, misalnya suka memamerkan pengalaman mereka saat bertualang saat berkumpul dengan teman-teman. Kebiasaan bertualang ini sepertinya meningkatkan rasa percaya diri mereka saat bergaul dengan para pendatang di Digul.


Petualangan yang lebih optimal tidak hanya datang untuk berpose di berbagai tempat ‘catchy’ dan terkenal di dunia. Bahkan tidak untuk berbelanja barang-barang keluaran luar negeri yang bermerk dan berharga mahal. Kunjungilah tempat-tempat indah yang memiliki pemandangan alam berbeda dari negara kita. Datanglah ke masjid di sana untuk menunaikan ibadah shalat wajib sesekali. Belajarlah sejarah, kebudayaan dan ilmu alam dari koleksi-koleksi menggugah milik museum di suatu tempat. Hidupkan kreativitas dengan mengunjungi berbagai art gallery yang memamerkan kumpulan benda-benda kreasi manusia. Gunakan waktu sebaik-baiknya dan tambahlah ilmu sesuai minat dan profesi, misalnya naik ke bangunan tertinggi di dunia, mengunjungi bangunan kuno bersejarah atau kampus di sebuah universitas. Makanlah di tempat-tempat sederhana nan halal untuk mencicipi kuliner khas suatu daerah. Juga, berjalanlah di tempat-tempat umum seperti taman dan pasar untuk mengamati kebiasaan dan tingkah laku penduduk setempat tanpa mengganggu mereka.


Pastilah setelah melakukan perjalanan tadi kita jauh lebih riang, karena jiwa tenang, gembira dan lebih bersyukur kepada Allah karena diberi kesempatan serupa itu. Jika dipikir-pikir, sebenarnya perasaan-perasaan itulah selalu memanggil-manggilku untuk ‘walkabout’ ke berbagai tempat di negara lain. Semoga Allah memberikan lebih banyak kesempatan. Amin.


Pekanbaru,