Monday, August 24, 2009

Ramadhan yang dinanti


Alhamdulillah, ini Ramadhan ketigaku di Perth. So far, aku masih berusaha memperbaiki diri untuk tetap rajin beribadah di bulan penuh rahmat, maghfirah dan ampunan dari Allah. Tetapi, tantangan itu selalu saja hadir...

Berpuasa di negeri orang, kedengarannya kurang meriah. Itu memang betul. Tidak ada suara azan, tadarus, tarawih bersahut-sahutan dari masjid. Acara pengajian di tivi atau radio sudah pasti absen dari tivi nasional negeri orang. Selain itu, suasana pasar kaget buat ngabuburit jelas-jelas tidak pernah muncul. Kemudian, semua orang yang kuketahui beragama Islam, sedang berpuasa dan berusaha menahan diri dari sikap dan perkataan tidak enak seperti sehari-hari. Acara berbuka dan sahur bersama keluarga sambil menikmati hidangan sedap yang dimasak bunda rasanya begitu luar biasa. Yang paling kurindukan, semangat berangkat shalat tarawih berjamaah di masjid oleh semua yang mengerti makna Ramadhan. It's sooo painful here without them...

Puasa di negeri orang memang berbeda. Siap bangun pagi dan makan makanan kemaren untuk sahur atau berbuka sudah biasa. Shalat tarawih di mushalla kecil berdesak-desakan, bisa menghilangkan rindu berjamaah. Suasana penuh ibadah juga dapat kutemukan di sini. Sesekali aku melihat teman dari Timur Tengah memegang Quran kecil di tangan sambil menunggu bis atau kereta pulang dari kampus. Beberapa orang sibuk berzikir sambil menggerakkan tasbih saat dalam perjalanan. Undangan berbuka bersama dari teman dekat, jadi pelepas rindu berbuka di rumah sendiri. Betapa berbedanya dengan berpuasa di kampung halaman...

Tapi walau berbeda, aku tetap merasakan semangat Ramadhan di sini. Walau orang-orang non Muslim sering mentertawakan kami yang tengah berpuasa, maka tertawaan itu menjadi semangat bahwa kita lebih kuat karena kita 'on a mission'. Tak jarang aku sering harus menerangkan makna puasa, latihan puasa yang kita jalankan sejak kecil, manfaat puasa, kaitan puasa dengan kegiatan ibadah, apa yang terjadi dengan spiritual kita. Tak kusangka, tiap uraian itu memberikan pencerahan kembali kepada diriku. Aku tidak merasa kecil hati ditertawakan orang yang tidak mengerti makna rukun Islam ke tiga ini.

Kemudian, karena kita tidak memiliki suasana Ramadhan itu, maka sedapat mungkin ia dihadirkan dalam bentuk tadarus setelah shalat, belajar atau saat bangun malam. Saat ini betapa semuanya terasa bermakna, karena kita tidak mendapatkan apa yang ada. Aku lebih rajin memutar murottal mp3, mengaji online, mendengarkan nasyid-nasyid di mp3, serta membaca artikel-artikel Islami online. Jika saat itu juga ada yang mengesalkan hati, maka rasanya kekuatan diri saat berpuasalah aku coba andalkan. Insha Allah, Allah mendengarkan doa-doaku, sehingga... berilah kemudahan dalam menghadapi kekesalan hati ini, ya Allah...

Menu makanan juga sangat sederhana. Aku jarang masak macem-macem atau sampai beli cemilan sehingga perut jarang kekenyangan waktu berbuka. Kita juga minum madu, makan buah, yoghurt, makan makanan bergizi untuk menjaga stamina di bulan ini. Pendeknya, kekenyangan, pusing, sendawa atau merasa guilty, jauhh deh, dari sini. Itu salah satu hal positif yang aku pelajari. Di sini, semua terbatas, bahan makanan kita cukup mahal, so, jarang-jarang bikin makanan penuh lemak dan tinggi energi seperti saat berpuasa di Indonesia.

Pendeknya, plus minus Ramadhan di tempat kita dan di negeri orang pasti ada.

Pada prinsipnya, bumi ini milik Allah, sehingga, di manapun kita berada, kita berhak dan wajib melaksanakan syariatNya.

Semoga dengan pemahaman begitu, pelaksanaan ibadah di bulan Ramadhan ini tetap lancar dan tidak mendapat halangan besar apapun. Dan, hal terpenting yang kita inginkan dalam bulan ini dapat tercapai, kan?

Perth,
selamat menunaikan ibadah puasa 1430H...