l) Tambah ilmu dengan membaca blog, panduan dan buku cara menulis tesis untuk menambah wawasan dan membantu kita tetap stay on track.
A lecturer, an engineer, a learner, a researcher, a reviewer, a traveller, an adventurer. Love plans and plants.
Sunday, August 29, 2010
Jangan ngeri menulis tesis!
l) Tambah ilmu dengan membaca blog, panduan dan buku cara menulis tesis untuk menambah wawasan dan membantu kita tetap stay on track.
Wednesday, August 25, 2010
Op-shop, Sunday Market, warisan atau mungut di pekarangan orang?
Perth,
Saturday, August 21, 2010
Kecewa pun ada batasnya
”Awas ya, kudoakan supaya nanti kamu juga seperti ini”
“Coba kalau kamu punya anak/suami/cucu nanti, pasti kamu akan merasakannya!”
“Mudah-mudahan suatu hari nanti kamu kena batunya”
Sudah, sudah cukup lah contohnya. Kok jadi nyumpah-nyumpah sendiri, nih? Hiks!
Perth,
Sebuah renungan untuk saudara tercintaku.
Tuesday, August 17, 2010
Derita punya baju selemari
"Duh, ga punya baju niy!" aku berdiri di depan lemari pakaian. Beberapa jaket, baju kondangan, syal, baju-baju lain bertumpukan di depan mataku. "Beli baju baru, boleh ga, yang?" tanyaku pada hubby yang keheranan. Apa yang numpuk ga terurus itu bukannya baju?
Wanita banget... punya baju selemari ngakunya ga punya baju. Aku ingat mamaku, sodara perempuanku, teman-temanku yang suka banget ma baju baru. Mau kondangan aja, jauh-jauh hari udah ke mall atau pasar nyari gamis baru. Belum lagi mo acara ultah, liburan, dan paling pasti untuk hari raya, pasti aja kita heboh membeli baju baru. Paling seru ni, temanku harus membeli baju baru kalau hari itu yakin ujiannya ga lulus. Minimal nyenengin diri, pake baju dari butik, walau ntar dapet E, gapapa, kilahnya. Euy...
Kegenitan kita ga berakhir di pakaian aja. Coba bagi yang pake jilbab, ada berapa lusin jilbab beraneka warna, motif, bordir, model yang menghiasi lemari pakaian kita. Tiap lihat jilbab sutra, aku pasti beli atu, buat ntar kalo conference atau seminar. Kan gaya, jilbabnya terlihat klasik dan anggun, pikirku sok tau. Begitu conference tiba, pasti juga balik ke jilbab lama yang udah nyaman dipake dan bikin diriku tambah pede. So, numpuk lagi jilbab sutra di lemari. Belum lagi trend khusus yang menandai launching jilbab tertentu. "Kalo pake bergo model ikat itu dah kuno, mbok pake jilbab ala Ayat-ayat Cinta-lah, Ketika Cinta Bertasbih-lah", kata mbak penjual jilbab di pasar. Aku cuma melongo mendengar istilah jilbab itu. Bukannya ini cuman jilbab sarung biasa, yang terus dimodifikasi dengan bahan kaos. Duh, memang kita ini dimanjakan sekali sama booming jilbab ya! Mau sepenuh apa lemari kita kalau jilbab tiap warna dan model harus kita miliki.
Tiap lihat sale pakaian, asik, mari embat aja! Kalo lagi beruntung, atasan cantik-cantik dan ga ada duanya bisa didapatkan di keranjang sale. Ni, si abang SPG pinter lagi, mau bantuin nyari-nyari di keranjang baju dengan label SALE. Mulai dari nyariin ukuran dan warna yang cocok, sampai ngasi pendapat soal bahan dan model yang pantes buat kita sendiri. Pinter bener SPG jaman sekarang membujuk untuk menambah terus tumpukan baju-baju di tangan dengan harapan lebih banyak diskon dan poin di kartu loyalitas. Sip, sip, terus jalan, yuk, cari-cari bawahan sekarang.
Saat baju dah menumpuk, kalo diperatiin baik-baik, kok yang muncul di foto-foto, kondangan, hari raya, bisa-bisanya baju itu-itu lagi. Yang menumpuk tadi pada kemana? Setelah dilihat, ternyata banyak baju yang terbeli bukan karena masalah teknis aja ga kepake. Seperti warna yang terlalu ngejreng, jahitan ketiaknya ga nyaman, ukuran pinggangnya kok makin sempit, sama luntur pula padahal baru sekali dicuci. Tetapi kadang karena waktu SALE, asik banget rebutan ma ibu-ibu lain, udah sampe tarik-tarikan baju, eh kok ga dibeli pula. Liat orang beli banyak, kitapun ikutan keburu nafsu membeli baju-baju itu, biar dikira banyak uang bisa beli setumpuk baju diskon. Padahal orang yang tarik-tarikan ma kita tadi, kenal aja tidak, gimana mo kagum!
Aku merasa bersalah banget, karena selalu menumpuk sesuatu yang tidak terlalu kuperlukan. Malah semua ini jadi seperti beban karena harus dipakai, karena sayang dah dibeli atau cocok pada musim tertentu yang ga cocok di musim panas Indo! Ahem! Mungkin sudah saatnya mulai melakukan 'clothing detox' atau 'wardrobe detox', pikirku musim gugur lalu. Intinya, aku mau mensortir pakaian yang (a) tidak bisa dipakai lagi, (b) yang mau disumbangkan ke orang, (c) yang mau kusimpan.
Sebelumnya aku pastiin hari itu tidak perlu ngampus, belanja, cuma di rumah aja sefokus mungkin memilah pakaian. Aku memasang musik atau film yang kusukai supaya tidak bosan mengerjakan sortiran ini. OK.
Untuk pakaian (a), baju-baju terkena epoxy/noda karat/oli, sudah robek atau kelewat pudar yang sudah pasti tidak bisa dipakai kalau tidak di lab. Tumpukan (b) berisi baju-baju yang kusuka tapi jarang kupakai karena memiliki masalah teknis seperti kependekan, ketat, bahannya mengerut, warnanya kelewat ngejreng, yang lucunya selalu hadir di lemari pakaian tetapi aku tidak kunjung memakainya. Sedang tumpukan (c) berisi baju yang nyaman dipakai, warnanya kusuka serta jadi andalan dalam berbagai kesempatan.
Walaupun dalam prosesnya selalu saja aku keberatan untuk menaruh suatu baju atau jilbab di (a) atau (b), tapi tiap ikatan emosional dengan si baju harus kuputuskan. Harus tega! Karena toh suatu hari nanti mereka pasti akan digantikan baju-baju baru lainnya dan mereka tetap tidak terpakai.
Setelah memasukkan baju-baju (a) dalam kantong sampah, karena mau dibuang atau digunting jadi lap di lab, aku menyimpan baju-baju (b) untuk didonasikan, serta menyimpan kembali pakaian dari tumpukan (c) di lemari.
Huahhh... aku bernafas sangat lega, karena lemariku lebih rapi, tumpukan baju yang mau dipakai lebih sedikit pilihannya. Pikiranku jadi lebih tenang karena bebanku berkurang, dan... so pasti, akupun bertekad untuk pikir-pikir ribuan kali kalau mau membeli baju-baju, terutama dari keranjang SALE! Tak apalah dikira tak ikutan mode, yang penting tidak boros, merasa bersalah dan derita 'baju selemari' menjauhiku, hiks!
Perth,
sesekali detox tak bikin kurus wardrobe kok:)
Alhamdulillah, terima kasih ya Allah, yang telah menjauhkanku dari perilaku boros dan membimbingku menata diriku secara bertahap. Masya Allah, La hawla wala quwwata illa billah.
Friday, August 13, 2010
Mencuci jiwa dengan Al Quran
Monday, August 9, 2010
Bird’s eye view tour
Singapore, 2008
Pertama kali menikmati pemandangan 'lewat mata burung' kualami saat kami berkunjung ke Singapore flyer, Singapore (dibuka pada tahun 2008). Ferries wheel atau kincir tertinggi di dunia (165m) dengan diameter wheel 150m berhasil mengalahkan London Eye, London yang dibuka pada tahun 2000 lalu. Tiket seharga SGD 26 per orang dapat diperoleh di counter tingkat bawah. Karena baru dibuka, jadi pengunjungnya masih sepi, sehingga aku dan hubby bisa langsung masuk tanpa menunggu lama di sana. Singapore flyer memiliki 28 kapsul yang dapat memuat 28 orang, berputar 360derajat dengan waktu tempuh satu putaran sekitar 1 jam.
Pemandangan yang kita lihat dari kapsul ini beragam, dari laut lepas, hutan ‘beton’ belantara, Marina Parade, dan racetrack Formula 1.
Mengamati pemandangan melalui kincir angin raksasa memang berbeda, karena kita dapat melihat secara bertahap seiring dengan pertambahan ketinggian. Saat kapsul yang kami tumpangi mencapai titik tertinggi, maka pemandangan yang kami amati lebih spektakuler, terutama saat melihat kapsul di depan meluncur turun perlahan.
Kuala Lumpur, 2008
Skybridge Petronas Twin Tower, satu-satunya tempat bagi pengunjung untuk mengamati pemandangan ala bird eye view paling tinggi di kota Kuala Lumpur. Skybridge terletak di ketinggian 170m di atas tanah, memiliki panjang 58m.
Untuk masuk ke Skybridge, kita dapat mengambil tiket gratis. Jangan dipikir kalau gratis terus langsung dapat masuk ke sana. Untuk antri, paling tidak kita menunggu sekitar satu jam. Saat mencapai counter, sudah nyaris pukul 11 pagi, dan kami baru dapat giliran mengunjungi pukul 3 sore. Tiap hari biasanya sekitar 1700 tiket masuk/orang diijinkan mengunjungi skybridge. Begitu mau masuk, kita juga menunggu sekitar 1-.15jam, untuk pemeriksaan keamanan yang sampai dua kali. Setelah sampai di Skybridge, kitapun cukup kelelahan, dan sayangnya karena Skybridge berada di antara dua menara, maka pemandangan kurang lepas.
Dari skybridge kita dapat melihat sekeliling kota Kuala Lumpur, terutama daerah sekitar Twin Tower. Kota dengan bangunan pencakar langit, taman besar di depan Twin Tower, serta hotel kami yang cukup jauhpun dapat dinikmati dari Skybridge ini. Karena kunjungan di Skybridge hanya maksimum 30 menit, sedang yang diamati juga terbatas, maka pengunjung hanya saling berfoto dan mengamati bangunan-bangunan tertentu di sekeliling menara.
Sydney, 2009
Pemandangan lebih lepas kami nikmati di Sydney Tower. Menara dengan ketinggian 305m ini dibangun pada tahun 1975 dan dibuka untuk umum pada tahun 1981.
Tiket masuk seharga $20, concession, sekalian menonton film 3D dan melihat diorama dapat dibeli di counter. Pemeriksaan masuk tower tidak berbelit-belit dan kita tidak diantar oleh siapapun, langsung masuk ke ruang observasi.
Kita dapat melihat kota Sydney dalam jangkauan 360derajat horizontal. Beberapa tempat yang telah kami kunjungi beberapa hari sebelumnya terlihat lebih menarik dari menara tinggi. Pemandangan Darling Harbour, jembatan Sydney Harbour Bridge, daerah Manly, termasuk airport dapat dilihat dari menara. Beberapa teropong tersedia untuk mengamati obyek lebih detail. Aku menikmati pemandangan berbagai bangunan tinggi di sekitar menara hingga pantai dan teluk di bagian utara kota Sydney.
Shanghai, 2009
Di Shanghai ada tiga menara yang dapat kita kunjungi. Tetapi Pearl Oriental TV Tower menjadi pilihan awal kami. Dek observasi berada di ketinggian 468m, jika dilihat di foto, yaitu di mutiara paling atas. Tiket dapat dibeli di mana saja, apa di terowongan Bund atau di depan Tower. Tiket seharga RMB 97 untuk semua akses hingga ruang observasi tertinggi. Kami diantar oleh mbak pemandu yang keren-keren menuju lantai teratas.
Pemandangan di sekeliling meliputi semua daerah Bund, beberapa tempat di sekitar sungai Huangpu, dan kota Shanghai di bawahnya. Di dinding atas ruangan, dipasang informasi arah dan kota-kota besar di Cina, lengkap dengan jaraknya dari menara Pearl. Karena Shanghai sangat besar, maka perlu waktu cukup lama juga untuk mengamati tiap sudut kota. Shanghai lebih padat, luas, ramai dengan udara cukup mendung. Mendung bukan karena mau hujan, tetapi karena tingkat polusi udara yang sangat tinggi.
Setelah puas mengitari observasi area, kami diarahkan menuju tingkat bawah. Ternyata, ini tempat uji nyali beneran! Deck dibuat dari kaca tebal, tempat orang berjalan mengitari sambil mengamati pemandangan di bawah. Bukan main, rasanya! Reaksi pengunjung bermacam-macam, ada yang dengan santai malah duduk mengamati, ada yang bergandengan dengan istri atau suami, ada yang berlagak fashion show, ada yang jingkat-jingkat takut jatuh, juga ada yang teriak-teriak histeris saat ditarik berjalan di atasnya. Aku hanya berani berjalan di tepi sambil memanggil-manggil hubby yang excited mencoba berjalan di sana. Bagi yang takut ketinggian, mending bagian ini di-skip saja. Selain pemandangan di bawah begitu jelas terlihat, kami juga kuatir-kuatir dikit... soalnya kan, menara ini ‘made in China’, gurau kami berdua sambil berdebar-debar mencari tempat berpegang, karena adrenalin jadi naik saat berada di tempat paling ‘ga nyangka’ ini.
Menara kedua yang kami kunjungi, adalah menara dengan ruang observasi tertinggi di dunia (474m) bahkan setelah Burj Khalifa (828m), Dubai dibuka pada tahun 2010. Ruang observasi Burj Khalifa terletak di ketinggian 442m. Bentuk SWFC (Shanghai World Financial Centre) memang mengadopsi bangunan persegi yang stabilitasnya tinggi. Pintarnya, daerah observasi diletakkan di level paling atas sehingga jadi tempat paling tinggi di dunia (hingga saat ini) untuk mengamati pemandangan kota Shanghai yang menakjubkan.
Tiket masuk sekitar RMB100 per orang. Pengawasan cukup ketat tapi antrian tidak terlalu panjang dan bertele-tele. Kita diantar ke ruangan gelap untuk presentasi sistem keamanan gedung dengan ilustrasi modern menggunakan cubicle kaca sebagai sumber iluminasi cahaya. Berbagai huruf yang dibentuk oleh lampu membantu narrator menyampaikan ucapan selamat datang dan panduang keamanan. Karena kami datang pada tanggal 31 Oktober, jadi di tengah cubicle kaca itu dipasang labu, witch, yang ga jelas hubungannya apa dengan tradisi di Cina. Kemudian kami boleh naik lift dengan kecepatan yang tak pernah kurasakan sebelumnya hingga tiba di puncak gedung, yaitu observasi area. Di sana kami langsung masuk ke ruangan panjang seperti Skybridge di Petronas Tower. Pengunjung dapat merasakan bulu roma berdiri (goosebumps) saat melewati ubin kaca di lantai.
Sama merindingnya saat mendekat ke dinding bangunan yang transparan. Kita dapat melihat Pearl Oriental TV Tower dan Jin Mao Tower, salah satu bangunan tertinggi lainnya di Shanghai. Semuanya terlihat lebih rendah dan kecil. Dari sini pemandangan arah Timur dan Barat Shanghai dapat diamati. Puluhan ribu rumah dan bangunan apartment tersusun rapi di daerah Pudong baru. Walaupun kita tidak dapat mengamati Shanghai 360derajat, tetapi kita cukup senang melihat betapa luasnya Shanghai, metropolitan di negara dengan manusia terbanyak di dunia secara bird’s eye.
Perth,
Alhamdulillah, ya Allah, terima kasih karena telah memberikan kesempatan bagiku untuk melaksanakan perjalanan-perjalanan tersebut.
Next destination?
Thursday, August 5, 2010
Sebuah zona renungan baru: "Ketika aku..."
Sebenarnya aku udah kemas-kemas mau cabut dari blog. Tapi, kok ya, jadi berat... soalnya blog satu-satunya hiburanku saat ini. Macet dikit nulis, tinggal cuap-cuap di blog.
Anyway, baru-baru ini aku dapat inspirasi membuat zona renungan dan muhasabah. Label ‘ketika aku...’ ini terilhami oleh sebuah blog yang menggunakan frase tertentu, seperti ‘gitu loh...’ etc, yang aku tidak ingat lagi. Kupikir frase ini membantuku untuk mengingat, muhasabah dan bersyukur dimulai dengan ‘ketika aku..’ Mari kita ambil manfaat dari curhatan diriku di label ini:D
-------------------------------------------------------------------------------------
Ketika aku... merasa bahwa pasrah itu mendekatkan kita pada rahmat Allah
Pernah tidak merasa sangaaaaaat tertekan, down, tak tau harus bagaimana, berbuat apa, bergantung pada sesiapa. Pendeknya, sangat buntu atau stuck. Seingatku, jika aku sudah mulai ketar-ketir merasa sudah tak berdaya lagi, kuambil bantal untuk menutupi wajahku, dan mulailah aku...
menangis tersedu-sedu,
(saat masih single, menangis di mana saja beres. Mo mewek di tempat tidur, kamar mandi, meja belajar, sambil nyetir, hayoh aja. Sekarang, sudah ada yang disamping dan aku sudah jadi pendamping, acara menangis sembarangan itu bisa menimbulkan tanda tanya, rasa bersalah sampai rasa tak ingin disalahkan pada pasangan. Jadi, aku harus pinter-pinter, kalo mo nangis mesti ke dalam kamar mandi atau di balik selimut biar ga malu-maluin. Hiks!)
Kembali ke ritual menangis tersedu-sedu sambil bertanya pada Allah, ‘mengapa’, ‘bagaimana’, ‘apa sebabnya’, etc, berulang-ulang menumpahkan segala macam emosi yang memenuhi rongga dadaku. Setelah fase tersedu-sedu menjadi terisak-isak, barulah diriku merasa lebih tenang dan mau mencuci muka menghilangkan air mata asin plus ingus yang menempel di tangan, mata dan pipi.
Rasanya begitu lega telah menyerahkan semua pada Allah lewat tangisan heboh tadi. Aku memang sudah tak berdaya lagi menyelesaikan semua, jadi bantuan Allah-lah yang sangat aku harapkan. "Laa haula walaa quwwata illaa billaahil'aliyyil'adzhim", Tiada daya dan tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung.
Jika kuingat-ingat seorang muslim yang baik itu ‘bersyukur saat diberi rahmat, bersabar saat diberi musibah’, maka apapun yang diberikan Allah pasti baik untuk kita.
Aku camkan juga dalam hati, jika ‘apapun keputusan Allah itu selalu baik untuk hambaNya’, karena ‘kita tak pernah tau bahwa hal yang kita sangka buruk, ternyata baik untuk kita, sedang hal yang kita sangka baik, malah berbahaya bagi diri kita’.
Disamping itu, Allah selalu mengikuti ‘prasangka hambaNya’, oleh karena itu, keputusan untuk pasrah, berserah kepada Allah, lalu tetap berusaha seperti biasa, mungkin adalah cara terbaik untuk lepas dari kebuntuan ini.
Beberapa waktu kemudian (dalam hitungan hari, minggu, bulan), tak disangka... insya Allah, ada rahmat Allah mendekati diriku. Biasanya dalam bentuk penyelesaian soal-soal pelik yang sempat kuhebohkan itu. Kadang-kadang berupa ‘kata-kata mutiara’, ‘ralat’, ‘jalan keluar’, bahkan ‘uang saku’, pernah juga ‘calon suami’, wahh... atau ‘surprise tertentu’ yang pokoknya tidak disangka-sangka asal, bentuk dan rupanya, tetapi merupakan jalan keluar kesulitanku saat itu.
Maka, benarlah, Insya Allah, jika sudah sangat ‘stuck’, mari kita pasrahkan semuanya pada Allah, mengakui kebesaranNya, mengakui ketidakberdayaan kita. Lalu biarkanlah Allah menurunkan rahmatNya dalam bentuk apa saja yang kita butuhkan...
Betulkan, pasrah ternyata mendekatkan kita pada rahmat Allah?
biblio: http://www.eramuslim.com/suara-langit/ringan-berbobot/tiga-ucapan-untuk-tiga-kondisi.htm
Sunday, August 1, 2010
Simple Commitments
Saat menjadi mahasiswa,aku sering terkagum-kagum melihat kakak-kakak aktivis di kampus yang punya segudang komitment. Jadi mahasiswa, so pasti, jadi asisten dosen, pengurus himpunan, anggota klub hobi, panitia seminar, moderator, pengurus jama'ah/kelompok pengajian, sampai ada yang kerja paruh waktu di proyek segala. Mencengangkan, betapa tingginya keahlian mereka untuk mengelola waktu demi berbagai komitmen tersebut. Apa tidak puyeng, ya?
Sama begitu masuk di dunia kerja, kitapun berhadapan dengan segudang komitmen. Apalagi kalau sudah menikah, wanita akan punya dua peran, yaitu istri/ibu dan karyawan. Aku ikutan kagum melihat seorang teman yang dengan lihainya mengatur keluarga, memiliki posisi tinggi di kampus dan tetap konsisten berkarya. Subhanallah.
Sayangnya tiap orang tidak secerdas itu dalam mengelola komitmen. Aku pernah ketiban beberapa komitmen dalam satu semester yang semuanya bisa dikatakan tidak begitu sukses. Komitment itu datang sendiri, dengan anggukan, mengiyakan ataupun tak dapat menolak kata yang memberikannya. Alhasil aku pontang-panting memenuhi, sambil berharap komitmen tersebut berkurang. Walaupun tampaknya di dunia kerja, kita mesti mampu mengelola beberapa komitmen jika ingin sukses lebih cepat.
Setelah membaca 'Daily Druxter' mengenai simplify your commitments, 'The Power of Less' dalam bab Simple Commitments, akhirnya aku mengerti bahwa less bukan berarti sedikit. Perbedaannya, apakah kita semakin mencoba melakukan semuanya dalam waktu singkat dan selesai 50-70%, atau mencoba melakukan sedikit secara bertahap tapi tiap pekerjaan selesai 80-90%. Yang pasti, sama seperti saat mengerjakan ujian/tugas kuliah, ada rasa 'berbeda' saat kita belajar sungguh-sungguh dan dapat A, dengan belajar setengah-setengah lalu dapat C.
Tidak mencoba meraih segalanya dalam waktu singkat dengan mengurangi komitmen memiliki efek lebih besar. Kita tidak tergesa-gesa, stress, panik, tidak punya waktu untuk hidup kita, atau kehabisan energi untuk melakukan hal lain. Bandingkan dengan anak-anak kecil jaman kini yang memiliki banyak komitmen setelah sekolah, seperti ekskul piano, renang, melukis, sudoku, karate, kursus bahasa Inggris, dan mengaji. Maka, anak-anak akan kelelahan setelah melakukan semuanya. Mereka cenderung kehabisan energi untuk 'jadi anak-anak' sepulang dari beraktivitas. Jadi seperti itulah diri kita yang bisa kehilangan fokus dan minat karena kelelahan mengerjakan semua komitmen tersebut.
Mencoba mengurangi komitment, paling tidak 5 saja dalam satu tahun/semester mungkin sudah cukup baik. Untuk komitmen yang tidak prioritas, kita bisa memberi tahu si pemberi komitment bahwa kita tidak bisa mengerjakannya. Belajar bilang 'maaf' dan 'tidak', untuk komitmen baru. Pastikan komitmen mana yang paling penting dan paling ingin kita lakukan. Jangan terikat dengan keinginan untuk melakukan sesuatu sebanyak-banyaknya dalam waktu singkat. Terima diri apa adanya dan nikmati setiap pekerjaan dengan sebaik-baiknya. Karena semakin singkat 'to do list', bisa dipastikan semakin fokus dan berkurang tingkat ketergesa-gesaan kita. Jadi bagi yang kelabakan dengan segudang komitmen, ayuk kita belajar mulai menguranginya.
Perth,
Sorry guys, since I've been committed to finish my thesis soon, so, I have to stop blogging until my first draft ready in the next few months.
We'll see if I could get back sometimes.
-
Semoga ini bisa jadi point untuk introspeksi diri bagi diriku dan teman-teman lain. Kuakui, diriku kadang suka sombong, padahal tidak memili...
-
Perth termasuk tempat beriklim Mediterranian, maksudnya memiliki musim panas yang kering dan curah hujan tinggi di musim dingin. Monaco, Rom...
-
Soal kucil-mengucilkan ini sering kita alami, kan? Kadang-kadang hati jadi panas membara mengingat perlakuan tidak adil dari teman-teman ata...