Menjelang ashar kami tiba di Augusta.
Augusta, WA |
Tempat terujung benua
Australia bagian Barat ini terkenal dengan mercu suar Cape Leeuwin yang
dibangun pada tahun 1895-1896. Augusta hanyalah kota kecil kalau dilihat dari
ukuran supermarket IGAnya (cara pengukuran yang aneh). Kehidupan di Augusta mungkin
berjalan lebih lambat dari kota Perth karena tidak banyak yang harus dilihat
dan dikerjakan di sana. Kotanya sendiri sangat aman, kata pengelola hostel.
Hanya sekali terjadi pencurian barang tidak penting. Setelah itu tidak ada hal
istimewa lagi. Oh, rasanya aku ingin tinggal di sana lebih lama.
Hubby, si fotografer wannabe tidak sabar ingin memotret
sunset di dekat Cape Leeuwin.
Lokasi Cape Leeuwin tidak jauh dari pusat kota. Kami hanya
perlu menyusuri jalan lurus ke arah Selatan ke arah pantai. Di tepi jalan
banyak rumah-rumah dengan kebun bunga mungil di depannya. Tidak lama setelah
itu kami menuruni tebing dan melihat bukit cukup landai di sebelah kanan. Lalu,
oh, ternyata di sebelah kiri ada pantai dangkal dengan batu-batu besar. Di
ujungnya terdapat mercu suar berwarna putih. Itulah tempat yang kami tuju, Cape
Leeuwin.
Setting up |
Matahari sudah mulai menurun. Tempat itu jadi terlihat
dramatis.
Batu-batunya berwarna oranye kecoklatan. Di antara batu-batu
banyak semak-semak bunga liar putih dan merah jambu. Persis seperti
gambar-gambar di buku dongeng. Menggemaskan sekali!
Hubby sibuk dengan tripod dan lensa-lensanya. Kesibukannya
membuatku tersenyum. Menyenangkan sekali melihat hubby menyetting kamera lalu
mengintip di view finder memastikan obyeknya benar. Haha, serius sekali.
Aku hanya berjalan-jalan di antara batu-batu besar yang
berserakan. Harus hati-hati sekali karena kelingking kakiku sempat tersangkut
dan terluka. Tidak perlu mendekat ke batu berlubang. Mungkin saja ada ular
berbahaya yang bisa mencelakai tanpa kita sadari.
Sunsetnya memang beautiful. Subhanallah.
Sunset at Cape Leeuwin |
Setelah kami benar-benar tidak bisa melihat lagi karena
sudah terlalu gelap, barulah aku dan hubby meninggalkan tempat tersebut. Berhubung cahaya di langit terlampau redup,
kami memutuskan untuk kembali esok hari ke tempat ini untuk melihat mercu suar
putih tersebut.
Malam itu di hostel, sambil memakan makanan malam sederhana
seperti indomie, ketimun dan tuna kaleng, kami membuat rencana perjalanan
pulang ke Perth. Sambil terkantuk-kantuk aku membereskan barang-barang. Rasanya
tidak sabar ingin tidur. Udara di Augusta malam itu cukup dingin.
Dan, hari yang barupun dimulai…
Hubby melaporkan kalau ia melihat jutaan semut mengangkut
bangkai serangga yang mati di permukaan mobil. Berita baiknya, hampir semua
bangkai sudah nyaris hilang. Berita buruknya, mobil kemasukan semut. Well, aku
minta hubby cepat-cepat membilas mobil sebelum kami dikerubuti semut saat bepergian.
Aku suka penginapan tipe hostel, tapi untuk tidak lama-lama.
Tempat ini lebih cocok untuk mahasiswa S1 ketimbang mahasiswa pascasarjana.
Hostel di Augusta memiliki dapur besar dan luas, perpustakaan mini, laundry,
jemuran, kebun herbs, dan internet gratis. Seseorang yang kukenal di common
room mengatakan ia sudah satu bulan menginap di hostel tersebut. Saat ini ia
sedang berlibur. Well, satu bulan di sana, apa saja yang dikerjakan? Aku tidak
habis pikir. Yah, cuma tiduran, membaca buku, berenang, jalan-jalan,
socializing, kata kenalan baruku. Amazing, andai aku juga bisa berlibur
demikian… rasanya tidak ingin lebih dari dua minggu.
Baywatch Manor Hostel, Augusta |
Setelah kerepotan memuati mobil dengan barang-barang usai,
kami mengitari hostel sejenak untuk merekam suasana di dalam hati. Kegiatan ini
penting sekali, karena aku ingin dapat mengingat tempat-tempat yang telah kami
kunjungi berdua selama ini. Kemudian ingin mengingat bagaimana sebuah tempat
bisa mengubah pandangan dan perasaanku tentang suatu hal yang tidak pernah
kupikirkan sebelumnya.
Kami ke Cape Leeuwin melewati jalan yang berbeda. Oh, aku
excited melihat padang bunga liar di dekat rumah penduduk. Bunga anggrek yang
pernah kulaporkan di Denmark dulu, ternyata tumbuh subur di lahan kosong
perumahan. Bunga-bunga berwarna putih dan merah jambu memenuhi tempat tersebut
dan aku wajib berfoto di dekat mereka.
Augusta memang mengejutkan. Kecil dan damai. Aku senang melihat rumah-rumah dengan view ke arah pantai. Sama senangnya melihat rumah-rumah di Lake Wakatipu di Queenstown. Tapi kali ini aku lebih excited
karena Augusta masih terlalu ‘alami’ tanpa make over berlebihan. Sama seperti
sebelumnya, aku sering berpikir, apakah kami bisa pensiun di sini? Haha.
Mercusuar Cape Leeuwin telah dibuka. Tiket masuk seharga AUD5 untuk orang dewasa. Well, kami siap menikmati pemandangan dari sisi mercusuar.
Bersambung ke Part 4.
Pekanbaru