Jauh-jauh hari sebelum sampai di Christchurch, New Zealand, aku sudah punya rencana ingin melihat International Antartic Centre yang banyak direkomendasikan oleh para turis lewat blog/situs liburan. Rasa ingin tahu tentang benua dingin yang dikenal sebagai kutub Selatan itu bermula dari iklan pameran foto Antartic di John Curtin Art Gallery, Curtin University dan desas-desus soal proyek Dr Kian, supervisor lab EFY di Antartika. Jadi, seperti apakah sebenarnya benua besar yang penuh es dan salju itu? Dingin mencekam atau luar biasa menakjubkan?
Bertiga dengan hubby dan Fia, anak teman-temanku (Pipin & Yusa), kami berangkat menuju airport untuk mengunjungi International Antartic Centre. Tentu saja kami tidak langsung datang ke Antartika, karena Pusat Antartika itu memang berada dekat dengan airport dan bangunan US Antartic Centre.
Tiket masuk ke pusat pameran Antartika ini memang lumayan harganya, tetapi pengetahuan dan atraksi yang ditawarkan so pasti khas benua Antartika, jadi aku bertekad untuk tidak merasa rugi. Karena aku dan hubby menggunakan kartu pelajar kami di Australia, maka kami berhak membeli tiket concession ($46NZD per orang). Anak-anak berusia di bawah 15 tahun harus membeli tiket seharga $36NZD. Tiket tadi berlaku untuk atraksi khusus seperti mengunjungi museum, mengunjungi kolam penguin dan naik Hagglund, kendaraan khusus di Antartika. Asyiknya lagi, meskipun untuk melihat dan mencoba atraksi di sana memerlukan waktu 3 jam lebih, tiket masuk berlaku selama sehari penuh. Kita bisa bolak-balik masuk museum dan naik Hagglund kapan saja.
Fia, si energetik cilik langsung menyerbu masuk ke dalam ruang pameran. Awalnya aku tidak mengerti mengapa ada semacam skrip dibingkai di pintu masuk sebuah ruangan. Dalam ruangan itu pun hanya ada patung penguin, sebuah bangunan kecil dan hagglund. Begitu kita masuk ke ruangan tersebut, terdengar suara-suara yang sepertinya membacakan skrip di dekat pintu masuk. Lalu kita dapat melihat perubahan cahaya dalam ruangan, yang kalau diperhatikan baik-baik, sambil mendengarkan pembacaan skrip tersebut, ternyata menceritakan kondisi Antartika dalam empat musim, musim panas, gugur, dingin dan semi. Menarik juga mengalaminya sendiri di ruangan simulasi tersebut, terutama saat musim dingin yang sangat berbahaya bagi manusia.
Setelah melewati ruangan tersebut, ada beberapa patung, sumber informasi, serta poster-poster di dinding koridor. Informasi berupa petualang pertama yang mencapai Antartika, kendaraan dan pesawat yang digunakan, sampai maksud dan tujuan petualangan di Antartika dijelaskan di sana. Kita dapat melihat informasi para penjelajah melalui komputer yang disediakan, serta rencana perjalanan mereka.
Di ruangan sebelah terdengar angin menderu-deru. Beberapa orang masuk menggunakan jaket tebal berwarna biru dan merah memasuki ruangan dan berdiri kedinginan di dalamnya. Ternyata ruangan ini yang disebut … tempat untuk merasakan cuaca di Antartika. Konon suhu paling rendah yang dapat dirasakan pengunjung sekitar -20 derajat Celcius. Huah… kamipun berbondong-bondong antri untuk masuk ke sana. Tiap orang mendapat jaket sesuai ukuran mereka dan dapat mengambil karet pelapis sepatu masing-masing. Semua orang terlihat antusias, ngeri sampai tak yakin. Aku sendiri dan hubby tertawa-tawa ngeri, sedangkan Fia yang sudah lama merasakan udara dingin ala Antartika di Christchurch tidak terlalu kuatir.
Ruangan itu tidak terlalu besar. Pengunjung yang telah memakai jaket dan pelindung sepatu masuk dan berdiri dengan kaku menyesuaikan diri dengan suhu ekstrim sehari-hari di Antartika. Saat kami masuk, suhu di ruangan berkisar -10 derajat Celcius. Di dalam ruangan terdapat prototype jet ski, igloo, luncuran dari es, lengkap dengan salju serta es padat di sekeliling kami.
Bagi diriku yang pertama kali menginjakkan kaki di salju padat, rasa gamang menyerang tubuhku. Suhunya begitu dingin. Anak-anak berlari-lari main luncuran, sedang orang dewasa sibuk mengamati dan berkomentar sambil tersenyum. Di dinding aku melihat strategi penyelamatan diri saat badai salju Antartika menyerang. Sebaiknya berlindung di balik rumah atau masuk igloo untuk menghindari angina ekstrim ditambah suhu yang drop hingga -20 derajat Celcius. Aku bergegas berdiri di ceruk yang menutupi diriku dari blower besar dengan angin dingin tersebut.
Tiba-tiba, terdengar pengumuman bahwa badai salju akan datang sebentar lagi dan kami harus segera berlindung. Cepat-cepat aku meraih Fia, dan kami berdiri diam-diam di tempat persembunyianku. Suara angin yang menderu-deru itu sudah mulai berhenti. Ruangan tadi langsung sepi. Orang-orang terlihat sedikit groogy, berusaha berpindah ke tempat-tempat yang mereka pikir aman. Anak-anak kecil diantar orang tua mereka bersembunyi di dalam igloo. Hubby malah tidak mau ikut berlindung di bailk ceruk, mencoba berdiri menantang badai.
Untuk menambah rasa dramatis, ada pengumuman yang mengatakan kalau badai tiba lebih cepat dari perkiraan. Dan, wussss…. Angin bertiup kencang sangat dingin menerpa kami semua. Di layar terdapat perubahan temperatur dari -8 ke -20 derajat Celcius. Aku mulai membeku, tanganku sudah kaku, tapi aku terus memeluk Fia. Setelah lima menit, deru angin semakin melemah, meninggalkan kami yang merasa seperti sedang bermimpi. Jika itu yang terjadi pada diriku saat berada di padang lepas Antartika, tidak yakin bagaimana cara menghangatkan diri. Benar-benar dingin membeku...
Pelan-pelan kami keluar ruangan, rasanya beku sekali, sampai tidak dapat melepaskan pelindung kaki. Untunglah ada besi pemanas untuk menghangatkan tangan di sana, hingga aku tidak menggigil kedinginan dan dapat bebas dari jaket berat dan karet itu.
Ruangan berikutnya adalah semacam tempat informasi, pajangan aneka hewan laut dan darat di Antartika, info penjelajahan, sampai bidang ilmu yang berkontribusi di sana. Dari tempat ini, aku mengetahui bahwa benua-benua di bumi dulunya bersatu dan bernama Gwona. Lalu benua besar tadi pecah berkeping-keping membentuk benua-benua yang ada termasuk Antartika, salah satu benua besar diselimuti es. Benua Antartika ini seperti gurun pasir, sangat kering, tidak ada air, tetapi diselimuti es. Meskipun memiliki minyak dan hasil bumi, tetapi biaya untuk eksplorasinya dan transportasi ke benua terdekat sangat besar, hingga bidang ini tidak dilirik. Maka para ahli hewan laut, hewan darat, ahli tanaman, batuan, cuaca, kimia, yang lebih sering mendominasi penjelajahan di kutub Selatan ini. Mereka mencoba menemukan spesies unik dan khusus yang ada di Antartika dan melaporkannya ke media massa. Pendeknya, keadaan di Antartika sekarang, persis seratus tahun lalu saat penjelajah Eropa masuk ke Australia dan New Zealand. Kegigihan menemukan ilmu pengetahuan baru serta petualangan di tempat yang tidak biasa dikunjungi manusia mungkin terasa lebih romantis daripada sekedar berlibur di tempat mahal.
Di ruangan itu hubby mencoba tipikal pakaian penjelajah di Antartika lengkap dengan jaket tebal, sarung tangan dan sepatu botnya. Sambil ngikik kegirangan, hubby menemukan kalau Indonesia ternyata turut berpartisipasi dalam penjelajahan di Antartika, karena sepatu yang dicobanya bermerk Bata, made in Indonesia!
Fia dan aku melihat-lihat peti makanan yang dibawa para penjelajah, lengkap dengan listnya. Mereka membawa berbagai jenis makanan kaleng dan kering untuk persediaan berbulan-bulan. Rasanya akan sulit berburu atau mendapatkan makanan segar seperti ikan karena suhu yang terlalu rendah di luar sana.
Berbagai hewan laut dengan bulu-bulu tebal yang fluffy juga dipajang. Aku excited melihat penguin Emperor yang tingginya hampir 80cm, bagaimana kalau kita diserang oleh penguin itu ya? Jika pernah menonton March of Penguin, maka seperti itulah si Emperor Penguin.
Ruangan ketiga berisi layar sangat lebar yang menyuguhkan video petualang di Antartika, lengkap dari persiapan keberangkatan, perjalanan, kedatangan, hingga petualangan-petualangan menarik selama di sana. Para penjelajah biasanya diangkut dengan pesawat khusus dari pusat Antartika USA yang terdapat di seberang gedung Antartic Centre ini. Sudah lama Christchurch dijadikan basis tempat keberangkatan oleh USA karena merupakan tempat paling dekat ke Antartika.
Tempat mendarat saat ini, Ross Ice-Shelf atau beting es Ross, merupakan perkampungan penjelajah dari berbagai bangsa dan negara. Di tempat yang besar tersebut, semuanya berkumpul dan hidup bersama selama musim panas. Pada saat musim gugur menjelang, mereka memilih untuk pulang ke negara masing-masing, karena kondisi cuaca yang sangat ekstrim dan sulit ditahan oleh manusia biasa. Nah, bayangkan pada masa-masa awal penjelajahan para petualang itu tinggal di dalam tenda seperti dalam foto berikut.
Atraksi terakhir yang paling ditunggu-tunggu oleh Fia. Hagglund rider! Hagglund adalah kendaraan buatan Swedia yang digunakan para penjelajah di Antartika. Kendaraan ini berjalan seperti tank darat dengan conveyor belt mungkin karena es sangat licin. Jangan bayangkan menaiki Hagglund sangat nyaman, seperti naik mobil besar atau kereta. Hagglund bergoyang kencang dan penumpangnya sering terbanting-banting di tempat duduk. Kami dibawa ke lapangan tempat Hagglund biasa beraksi. Tempat ini semacam model terrain yang ada di Antartika tetapi terbuat dari tanah yang dipadatkan. Hagglund menaiki bukit tercuram, masuk ke dalam air dan sempat berhenti di lubang selebar 1 meter. Memang Hagglund dirancang untuk dapat tetap berjalan di es yang sesekali dapat pecah lalu membentuk semacam lubang lebar. Tidak bisa dibayangkan betapa seru dan seram perjalanan di Antartika dengan mengendarai Hagglund seperti itu.
Salah satu tempat menarik yang perlu dikunjungi adalah kolam tempat penguin. Saat kami tiba, penguin-penguin kecil tadi sedang diberi makan. Ikan-ikan kecil dilemparkan pawang, yang disambut oleh penguin di dalam air. Kami semua mengagumi kelincahan dan kecepatan penguin menyelam dan berenang untuk mendapatkan ikan tadi.
Saat kami berkunjung ke bagian belakang kolam kaca, bau menusuk seperti kotoran burung menerpa hidung. Selain melihat kumpulan penguin yang sedang berjemur dan berenang, ada dua ekor penguin sedang chatting. Tiba-tiba ada seekor penguin kecil yang berkaus kaki berjalan mendekati dan memandang kami sambil terbatuk-batuk. Minta dikasihani, rupanya, karena sepertinya ia sakit. Kasihan...
Seperti biasa di tiap akhir kunjungan, kami berfoto bareng ikon museum, boneka-boneka lucu dan membeli souvenir kecil untuk mengingatkan diriku pernah mengunjungi Antartic Centre ini. Sungguh indah dan menakjubkan benua Antartika yang diselimuti es tersebut. Rasanya ingin jadi peneliti di sana. Tetapi, sayangnya terlalu ekstrim ya, untuk dihuni makhluk biasa seperti kita manusia.
Perth,