Saturday, November 14, 2009

Farmville-nemy!

Check my notification… ada requests dari adik dan teman-teman, yang want to be my neighbour! Ada gift dari Farmville, etc… What’s this? Aku sudah cukup kehabisan waktu ngurus my Fairyland, dan sekarang harus mengurus Farmville lagi? No way!


Farmville, game terlaris di Facebook yang digilai orang, tidak tanggung-tanggung lo, 62 juta orang di dunia ini! Prinsipnya mengikuti prinsip Facebook ”the ability to connect with your friends, to express yourself, and invest in the game” kata developernya Mark Pincus yang juga bikin Mafia Wars dan Café World. Zynga, nama perusahaan yang dikepalai Pincus jadi kaya raya sejak tahun 2007 karena selalu membuat game yang mudah dipelajari tapi sulit sekali ditinggalkan oleh pemainnya.


Game ini minta ampun, memang menghipnotis banyak orang di sekelilingku. Saat aku bekeja di library, aku sering berkeliling patroli cari buku. Semua student terlihat serius melihat komputer. Tetapi yang paling serius, biasanya yang main game! Bener, kan, sempet-sempetnya lagi ngurus farmnya. Alamak! Supervisorku di library juga tidak kalah noraknya. Bayangin, kerja waktu weekend dari pagi sampe sore, sibuk ngurus farmnya aja. Kita udah bolak-balik sana-sini berkarya, beliau malah dengan rajinnya membajak, harvest ini-itu, ngurus kucing, sapi, dan entah apa lagi.


Farmville itu addictive, mungkin karena orang-orang sudah bosan dengan kehidupan modern dan urban lifestyle. Orang ingin kembali ke alam, nanem pohon, ngurus kebun, ngurus ternak, nanem vegies, yang jadi seperti terapi bagi mereka. Apalagi kehebohan saat panen, metik tanaman, seperti dalam dunia nyata, menimbulkan rasa kepuasan tersendiri, kan. Di situlah letaknya ’perasaan berarti’ bagi seseorang, karena sepertinya udah melakukan sesuatu (cause-effect reason).


Apalagi Farmville seperti Tamagotchi, game yang pernah kumainkan sekali saja seumur hidup. Benar-benar tidak terduga kapan dan di mana saja kita harus selalu perlu mengurusnya. Ada berbagai cerita menarik seputar Farmville ini, seperti, tidak bisa keluar rumah karena harus selalu watching his crops! Ada lagi yang sedang hamil, kelaparan, tapi harus nunggu bentar karena suaminya sedang mo harvest ’his stupid raspberries!’ beberapa menit lagi. Banyak orang yang hang out dengan teman tapi topiknya hanya tentang rice paddies and apple fields. Ada yang set alarm tengah malam supaya bisa bangun terus harvest his blueberries! Banyak yang tidur dengan laptop menyala, supaya pas bangun langung ngecek farmnya. Kayaknya lebih ekstrim lagi dari bertani beneran, kalo dalam kehidupan nyata, para petani ga pernah segitu-gitu amat mau harvest plants dan jadi petani siaga gitu!


Tapi kegilaan orang-orang pada Farmville ini perlu direvisi juga. Tidak mungkin waktu kerja, belajar, riset, jadi harus tersita dengan game semacam ini. Aku sering ngamati teman, orang terdekat dan masih banyak lagi yang masih dengan tekun main game ini berjam-jam dari pagi sampe sore kalo perlu. Aku ingat bagaimana rasanya menghabiskan waktu di depan komputer mengurus kebun di Fairyland dan jalan-jalan ke kebun lain selama empat jam waktu weekend! OMG, apa saja dan ke mana saja waktuku pergi?


Well, what is the win-win solution for this?


Aku sudah pernah addicted di Fairyland. The main thing is, maen game seperti ini, pertama perlu kesabaran. Jika tidak sabar, kita akan terus berada di depan komputer untuk naik level, kerja keras dan kadang mengeluarkan penny beli modal. Worthless! Jadi, bersabarlah, nikmati prosesnya... jangan dilihat terus, diurus terus... dan ga usah ada perasaan harus panen, tanem, atau kucing harus terlihat gemuk dan terurus.


Kedua, bikin plan mengurangi jadwal main di Farmville. Misalnya tiap 8 jam sekali. Check aja pagi hari, terus siang waktu break, sore waktu mo dinner sekitar 10 menit. Kita toh tidak dapat blueberries, apple, milk dari Farmville, jadi kenapa produktivitas kita di real life harus berkurang? Kita malah harus perlu kerja keras cari uang, bikin paper, ngurus rumah tangga dan keluarga. Game online itu tidak membantu kegiatan kita, malah nambahin jadwal kerja kita di sana tanpa kita sadari.


Ketiga, pakai caraku~ aku ga mau nangkep/ngurus sendiri, jadi aku sering-sering posting my kebun di news (kalo ada). Biar orang lain yang catch. Ga keluar uang dan waktu. Kalau kebun kita lambat produktivitasnya, so biar aja, toh kemampuan kita ngurusnya juga begitu. At the end of the day, it’s just a game! Tidak perlu ada perasaan ingin dipuji karena kebunnya bagus/cantik/produktif… apalagi compete dengan orang yang levelnya tinggi. We’re not on a competition, ga pernah kan developer ngasi award ke yang naik levelnya cepet? Kalopun ada, itu kan di game… heheh, dimaenin gameJ


So friends, banyak bener tantangan mau sukses ya?


Jadikan game ini cuman tempat nyantai sesekali, bukan jadi petani dedicated yang tidak menghasilkan even satu biji blueberry pun di kulkasmu!


Perth,

Adapted and inspired by “Getting virtually back to nature” from The Global Edition of the New York Times (Monday, 2 November 2009)

No comments: