Wednesday, September 7, 2011

Endurance, si 'daya tahan'



--> -->
Aku dan teman seofisku merasakan hal yang sama pagi itu. Setelah bertahun-tahun ‘berlari’ menyelesaikan data, pada saat ingin memulai penggarapan thesis, tiba-tiba kami tidak sesemangat sebelumnya. Ada apa gerangan ini?

Tumpukan hasil cetak data yang sudah diolah dalam bentuk grafik dan tabel tersusun rapi di sebelah meja kerjaku. Sepertinya semua sudah dianalisis dengan detil, bahkan paper-paper penunjang argumenpun sudah diselipkan di belakangnya. Sayangnya, aku belum bisa mulai juga. Kulihat temanku di sebelah sudah tidak fokus. Iapun sibuk membaca situs-situs harian surat kabar negaranya. Sudah berulangkali ia mencoba mengalihkan pandangan ke draft thesisnya, tetapi tak ada kemajuan berarti. Situasinya persis denganku.

Lalu mulailah kami terlibat percakapan tanpa disadari mengenai apa yang terjadi. Rupanya kami berdua sedang ‘stuck’. Tidak bisa memulai bekerja dengan fokus dan semangat seperti sebelumnya. Setelah cukup lama berbincang, ia mengatakan sesuatu yang sangat cocok dengan situasi kami berdua,

“Salah satu penyebab kegagalan adalah berhenti berusaha pada tahap akhir perjuangan”

Wah, betul sekali! Layaknya seorang pelari marathon yang harus menempuh jarak 42,5km, telah berlari sejauh 42km sekarang malah ingin menyerah di 0.5km terakhir. Bukankah jarak 42km yang telah ditempuh tadi akan sia-sia jika dihentikan sekarang?

Persis keadaan kami juga. Meski sudah beberapa tahun bekerja keras penuh semangat, datang juga hari ini, saat kami merasa malas dan tidak termotivasi untuk terus menuju garis finish. Mungkin ini efek komulatif keletihan yang belum terobati. Bisa jadi semangat juang yang perlu diperbarui. Bahkan tekanan-tekanan lain dapat menjadi penyebab kemacetan ini, seperti khawatir tidak selesai tepat waktu, penulisan bahasa Inggris yang memerlukan editor bahkan takut jika examiner tidak mengerti apa yang ingin kita sampaikan. Semua itu seperti menjadi racun baru yang menggerogoti semangat kami di babak ketiga ini.

Sambil tersenyum, aku menoleh kepada temanku itu sambil berkata:

“I think, we don’t need to be smart or clever anymore, but we need to have an endurance in this stage. I know we can endure this pain again, because we’ve been in this situation before. Let’s win this now!”

Iapun melihat diriku seakan tak percaya.

“Betul itu!” serunya dengan tulus.

Ia setuju kalau tahap ini tidak ada hubungannya lagi dengan kecerdasan dan kejeniusan, tetapi lebih pada daya tahan (endurance) seseorang. Akankah kami bisa bertahan sekali lagi untuk menuntaskan pekerjaan ini? Hanya kegigihan dan kemampuan untuk mengendalikan diri yang dapat menjawabnya.

Dan siang itu, meski cukup terlambat, kami berdua bisa kembali ke tumpukan kertas kerja masing-masing dengan perasaan lega… (karena kami sudah mengerti persoalannya).

Pekanbaru,
Sebuah kado indah kelulusan bagiku dan sahabat yang telah dikirim Allah~sebagai bantuan selama berkutat di ofis B001.