Wednesday, July 10, 2013

Hidup Bukan Hanya Satu Dimensi Saja


Cerita ini untuk seorang teman baikku, karena aku seperti melihat diriku yang lama saat setelah cukup lama mengenalnya.

Egois sekali, rutukku dalam hati. Tidak mampu menenggang perasaan orang lain. Memperlakukan orang sesuai moodnya sendiri. Tiba-tiba marah, tiba-tiba gelisah, tiba-tiba mendiamkan orang di sekelilingnya. Tidak menghormati orang lain jika ada pikiran sendiri. Rasanya tidak mungkin ada orang yang betah berlama-lama dengannya. Tidak heran, sebab itu dia sering terlihat sendirian.

Seperti itulah kiranya diriku beberapa belas tahun lalu. Sepertinya hidupku hanya berputar pada pekerjaan, perform, perform, dan perform. Semuanya kusukai, kuteliti, kuperbaiki dan kupersembahkan. Aku merasa lebih bermanfaat dengan sebuah cara tersebut. Sampai-sampai aku membawa laptop dan printer ke ruang tidur. Hanya karena khawatir kehilangan waktu mengerjakan sesuatu yang kukira berguna dalam hidupku.

Tetapi di sisi lain, aku menjadi seorang fakir kasih-sayang. Pekerjaan dan kesibukan tidak habis-habisnya telah menggerogoti keinginan untuk berbuat baik pada orang lain dan memberikan mereka kasih sayang. Rasanya lebih banyak kehilangan teman daripada mendapatkannya. Padahal aku bukanlah seseorang yang kaku. Hanya karena pikiran burukku bahwa kalau bergaul dengan orang tidak baik akan meracuni secara negatif, maka aku memilih tidak bergaul dengan mereka.

Apa yang didapat?
Kasihan sekali. Rasa was-was dan penuh prasangka karena buta mata hati. Kesempatan-kesempatan baik berkumpul dan mempelajari orang lain banyak terlewatkan begitu saja. Hidup hanya sebuah dimensi yang bermanfaat bagi diriku sendiri. Sulit mendapatkan penerang saat semua hanya ‘me-me-me’ saja. Aku jatuh dalam perangkap jalan sunyi super sepi dan menutupi kehilangan dalam diri dengan bekerja lebih keras lagi.

Saat titik jenuh telah tercapai, aku mengedarkan pandangan dan melihat kehidupan inspiratif beberapa kawan dekat. Mereka orang-orang baik, suka berbagi dan menyenangkan orang lain dengan hal-hal sederhana. Seringkali mereka harus mengorbankan kepuasan dan target pribadi demi menolong orang lain. Mereka selalu ada untuk siapa saja yang membutuhkan. Tidak segan-segan mengulurkan tangan dan berbagi nasehat pada orang-orang di dekatnya. Jarang menjauh saat diperlukan dan jarang mendekat jika hanya menginginkan sesuatu. Aku melihat hal lain yang tidak pernah kuduga. Meski mereka sangat sibuk dengan membantu orang-orang, tetapi mereka tetap bisa menyelesaikan target pribadi sesuai waktu. Sepertinya Allah membantu mereka karena mereka suka membantu orang lain dengan ikhlas.

Di situlah kuncinya. Semua bantuan untuk orang lain dilakukan secara ikhlas karena ingin mendapatkan ridha Allah. Bukan karena ingin mendapatkan pengakuan manusia lain. Tetapi murni karena menyayangi Allah dan ingin mendapatkan ridha atau persetujuan dari Allah. Sama seperti saat kita menginginkan ridha dari orang yang kita hormati dan kagumi.

Kini aku tidak mau kehilangan kesempatan membantu satu orangpun dalam konteks kebaikan. Secara perlahan, beraneka cahaya menyinari kepribadianku. Hidupku tidak satu dimensi lagi. Ada dimensi keluarga, sanak-saudara, teman-teman, tetangga, mahasiswa dan masyarakat. Semua membuatku jauh lebih sibuk, tetapi anehnya pada saat yang sama tidak menyulitkan pekerjaan dan target yang ingin kucapai. Pergaulan dengan berbagai tipe orang memperkaya sudut pandang, pemahaman dan perbuatan sehingga aku menjadi semakin sabar serta toleran dengan perbedaan-perbedaan. Aku tidak menghindar lagi dari hal-hal menyesakkan tetapi berkawan dengan semua keadaan.

Kuharap temanku tidak berpikir aku tengah menyindirnya. Tetapi, ini kutulis sebab aku menyayanginya karena Allah. Aku hanya ingin dia insyaf dan belajar dari kesalahanku sebelumnya.

Pekanbaru,

  

2 comments:

Rok Jeans said...

Serasa belajar filsafat ya mbak... hehee

Monita Wibisono said...

I think so...:)