Friday, March 27, 2015

Memilih makanan saat di Jerman

Seperti biasa sebelum bepergian agak lama seperti ke Jerman tahun 2014 dan 2015, aku harus pikir-pikir dan cari-cari alternatif mau makan apa yang halal dan thoyib. Setelah diskusi dengan senior, mas SS, barulah aku tenang dan lega begitu mengetahui kalau beras, telur, ikan kaleng, sayuran, dan buah-buahan bisa didapatkan dengan mudah di supermarket dekat kampus. Berarti aku tetap bisa membawa travel cooker dan makanan kering lain secukupnya dan belajar makan makanan halal apa saja yang bisa ditemukan di sana. 

Hari pertama tiba di Oldenburg, kami disuguhi nasi dan makanan lain. 

Sayangnya beberapa item dalam menu tidak jelas campurannya, sehingga aku hanya memilih nasi, udang rebus dan salad. Beberapa hari kemudian, barulah aku selamat karena bertemu beras, ikan asap kaleng dan tomat cheri. Sesungguhnya, aku tidak keberatan makan roti, salad buah atau salmon mentah setiap saat, tetapi harus aku ingat bahwa makanan mempengaruhi cahaya wajah juga. Kadang kulit menjadi kusam kalau memilih menu yang tidak baik untuk tubuh seperti fast food. 


Menu sarapan favorit

Sehingga, demi kenyamanan perut, pencernaan maupun ukuran bodi, aku harus tetap memakan makananku sendiri, sedikit nasi dan lauk kering yang dibawa dari Indonesia. Lalu dilanjutkan dengan buah dan telur di restoran hotel.

Kemudian aku dikenalkan LO di kampus pada salah satu makanan khas Jerman, yakni matjes sandwich. Matjes atau soused herring adalah potongan ikan herring segar yang diawetkan dengan garam dan rempah-rempah.

Matjes herring sandwich dengan salad ketimun
Makanan ini sangat populer di Jerman Utara dan Belanda, karena ikan herring yang digunakan berasal dari Laut Utara. Pertama kali makan sandwich ini, aku teringat sushi di Sapporo, tetapi rasa matjes lebih asin dan tidak terlalu amis karena sudah diawetkan lama di dalam garam dan cuka. Untuk membuat rasa matjes lebih seimbang, sebenarnya perlu ditambahkan potongan bawang bombay segar dan mayonaise asam. Tetapi ini salah satu alternatif makanan laut selain fish and chips yang bisa dibeli di kedai fast food-seafood di Oldenburg. 

Selama di Jerman, kami juga sering makan di beberapa restoran. Aku harus selektif memilih makanan dari menu restoran meski teman-teman muslim lain sering mengingatkan supaya jangan terlalu fussy. Jika orang vegetarian saja sangat selektif memilih makanan, tentu saja kita sebagai orang muslim harus lebih hati-hati lagi, aku menjelaskan kepada kawan-kawan lain. Sering juga hal ini menjadi perdebatan sengit di antara kami, tetapi memang lain padang lain belalang, lain negara lain mahzab dan kalau yakin tetap saja dijalankan pendirian sesuai pengetahuan mengenai makanan sesuai dengan pemaparan dalam Al Qur'an. 

Selain aku sering memesan menu vegetarian (artinya tidak ada lemak maupun potongan bagian hewani), perlu sedikit keberanian untuk mencoba makanan dengan rasa kurang tasty (versiku: spicy) seperti pizza salmon, pizza vegetarian atau pasta tomat. Kalau seperti ini, tinggal tambah bon cabe saja, semua akan beres. 
 
Pasta tomat


Kadang-kadang saat makan, aku harus jeli memakan potongan sayuran atau buah saja, karena restoran menghidangkan semuanya dalam satu wadah besar seperti ini. Kalau boleh usul pada pengelola, may be next time lebih baik memilih restoran India saja. 


Lumpia keju, zucchini, tomat pesto, bakso dengan saus tartar. Tebak aku mengambil yang mana?

Berhubung kue-kue di Jerman memiliki level acidity cukup tinggi, maka lidahku perlu beradaptasi dengan kue-kue isian rhubbard maupun apple struddle. Kue rhubbard sangat otentik, tetapi bisa kebangetan kecutnya meski diselimuti oleh krim manis. Sedangkan apple struddle bisa mikin merem-melek karena rasa apel dan rempah-rempah bisa menyatu pas dengan lapisan atas berbalut gula.


Apple strudel, cheesecake, rhubarb pie with cream

Banyak makanan lain yang menantang lidah bisa dibeli di Mensa (kantin) bagian vegetarian. Harganya murah, porsinya banyak, tapi memang kurang bumbu. 

Jujur saja, aku tidak mau sering-sering ke sana karena memikirkan sudah jauh-jauh tetapi dapat makanan dengan rasa yang kurang balanced seperti pasta ditambah tumisan leek (anyway, daun bawang besar ditumis?) atau puding cherry yang kelewat manis itu. 

Teman-teman muslim negara lain lebih pintar, mereka cuma makan aneka jenis kentang saja. Kentang goreng dan kentang rebus atau mashed potato. Kentang lalu ditambah saus tomat, rasanya luar biasa, apalagi saat super lapar. Tetapi aku dan temanku TO, kami suka memakan makanan vegetarian seperti cous-cous atau kus-kus, dan bami goreng (serius, labelnya bami goreng, bukan ba'mi atau bakmi). Mie goreng vegetarian ini kelihatan super menggiurkan, tapi memang kurang bon cabe teri.


Bami goreng vegetarian

Petualangan kuliner di Jerman sepertinya tidak lengkap tanpa makan doner kebab, rollo (roll kebab) atau pizza di Turkish kitchen. Gerai makanan halal ini selalu ada di mana-mana karena di Jerman banyak orang Turki. Sepertinya soal makanan, mereka sudah satu selera.

Untuk menghilangkan rasa bosan makan makanan tanpa rasa (makanan Mensa) atau rasa itu-itu saja (makananku sendiri), maka sesekali aku perlu kebab berisi daging sapi atau kambing dengan extra sayuran. Makanan seperti ini lumayan harganya sekitar 3-5 euro, tetapi porsi dan rasanya sangat otentik. Bahkan kios kebab di Lappan, Oldenburg, menyediakan kebab vegetarian dengan daging yang dibuat khusus untuk vegetarian. Meski mengaku jadi vegetarian, tetapi kenikmatan makan daging tetap tidak bisa dilupakan, ya?

Doner kebab

Belakangan aku lebih siap saat ke Jerman untuk kedua kalinya. 

Kini aku membawa sambal ulek/sambal hijau botol (merk abc), dendeng kering, ayam krispi, rendang, kerupuk cabe merah dan kuning (lombok hijau), serta sambal kacang teri, sebagai pelengkap menu minimalis nasi, tomat ceri dan tuna kaleng yang harus kumakan hampir setiap hari. Uniknya lagi aku masih sempat mengundang teman-temanku dari Vietnam, Sudan dan Nikaragua untuk dinner bersama di kamarku dengan makanan-makanan dari Indonesia. Beberapa kali mereka juga menghabiskan bekal makan siangku di kampus yang terdiri dari nasi putih, sambal teri, salad sayuran dan telur rebus. 

Meski demikian, kegiatan mencari dan mencicipi makanan di Jerman telah menambah kekayaan pengalaman kuliner diriku, meski tidak selalu dapat mencicipinya sendiri secara langsung karena isu halal. Kadang hanya bisa iberdiskusi, mendeskripsikan jenis, asal, bahan yang digunakan, dan proses memasaknya saja kepada teman-teman di sekelilingku. Bersyukur juga sering menonton para chef berlaga di Master Chef Australia maupun Food Safari SBS, karenanya jadi punya banyak kosa kata dan bisa bercerita soal makanan aneka bangsa kepada teman-teman internasional...:)

Pekanbaru,

No comments: