Perth, Maret 2010, saat itu aku baru saja menyelesaikan eksperimen di Murdoch Uni, Murdoch drive yang berjarak 10km dari kampus Curtin. Aku tahu bahwa thunderstorm akan terjadi sore ini, dan kulihat langit menghitam di arah barat kota. Setengah kuatir, aku memulai perjalanan menuju kampus Curtin, menyusuri Kwinana Freeway, and masuk ke Leach Highway. Hujan turun perlahan, tapi tiba-tiba, ting... ting... ting..., kupikir kerikil terlempar dari mobil pengangkut material di sampingku. Akupun mencari-cari sebabnya, tetapi ternyata setelah itu hujan es besar-besar turun di jalan menimbulkan suara-suara keras di antara suara kendaraan. Rupanya badai telah dimulai, karena tiba-tiba hujan lebat dan angin kencang menyambutku setelah hujan es sebesar kerikil 7mm.
Aku panik, tetapi terus menyetir perlahan. Hujan lebat menyambutku dan tiupan angin super kencang menyebabkan aku memilih lajur tengah daripada berhenti di pinggir jalan. Aku ketakutan melihat dahan-dahan pohon dan pohon-pohon berjatuhan di lajur paling kiri jalan. Tidak mungkin rasanya aku minggir, kecuali masuk ke perumahan. Tetapi aku memutuskan pulang ke Curtin untuk menjemput hubby dan pulang ke rumah secepatnya. Sesampainya di Curtin, badai lebih besar terjadi. Lima kali petir menyambar berturut-turut, angin puyuh bertiup kencang, hujan deras mendera, menyebabkan aku tidak bisa keluar mobil. Dari kaca jendela aku melihat jalan di kampus menjadi genangan air, mobil-mobil berebut keluar kampus, pohon-pohon bergoyang keras dan aku tak henti-hentinya istighfar terpaku. Betapa dahsyatnya thunderstorm, dan aku tidak tahu apapun yang harus dilakukan untuk menghadapinya.
Innalillahi wa inna ilaihi ra’jiun, kita terus mengucapkan kalimat itu, saat melihat dan mengikuti perkembangan terjadinya bencana di Negara kita saat ini. Belum selesai banjir bandang di Papua, tsunami melanda Mentawai, dan kini gunung Merapi tak henti-hentinya berproses memuntahkan lahar, awan panas dan lava ke bumi. Walaupun sudah beratus-ratus orang menjadi korban bencana di Negara kita saat ini, mudah-mudahan Allah melindungi bangsa kita agar tidak lebih banyak korban jatuh. Untuk itu, selain bertobat, mengambil pelajaran, mendoakan korban dan membantu dengan harta, salah satu cara efektif adalah menyebarkan informasi mengenai cara menghadapi bencana kepada masyarakat.
Belajar dari pengalaman di atas, aku mulai mencari informasi mengenai bencana-bencana yang umumnya biasa kita hadapi di suatu tempat. Gempa, banjir bandang, tanah longsor, kebakaran hutan, tsunami, dan sekarang volcano merupakan jenis-jenis bencana yang kerap terjadi di Negara kita. Untuk itu selain kita perlu aktif mencari informasi cara menghadapi bencana tersebut, sebaiknya kita juga mau aktif mensosialisasikan informasi tadi kepada masyarakat. Di Negara-negara maju yang sering terkena bencana alam, mereka telah memasukkan kurikulum cara menghadapi bencana di sekolah-sekolah. Dalam kehidupan sehari-haripun di Australia, anak-anak sering mendapatkan penghargaan karena telah menyelamatkan nyawa orang tua dan saudara mereka dengan menelpon triple O (000) atau memberikan bantuan PCR. Keterlibatan anak-anak dalam menghadapi bencana memang sangat membantu sekali karena biasanya yang paling panik saat bencana terjadi adalah orang-orang tuanya.
Kita dapat secara kreatif membantu menyebarkan informasi dengan mengacu pada website BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana, baca bagian Bencana) serta membandingkan dengan info dari website FEMA (Federal Emergency Managemen Agency, USA).
www.fema.gov
Paling tidak kita bisa menuliskan kegiatan apa yang harus dilakukan sebelum, saat dan setelah bencana terjadi dengan ringkas di blog, FB, Twitter atau SMS kepada orang-orang. Minimal mereka mengetahui apa yang harus disiapkan dan dilakukan daripada kebingungan tidak mengerti dan ikut-ikutan gerombolan orang panik. Mudah-mudahan dapat membantu walaupun hanya 1-2 orang. Insya Allah.
Perth,
Semoga Allah melindungi saudara-saudaraku di Indonesia dari musibah dan bencana lain. Amin.
Foto, courtesy of google.