Monday, November 1, 2010

to do list


Aku begitu tergila-gila dengan ‘to do list’. Aku selalu menulis shopping list setiap minggu, to do list setiap hari, weekly list tiap minggu, travel list, cita-cita list, pernah menyusun 50 things to do before I die, hingga list isi makanan dalam laci dan freezer yang belum sempat dimakan. Semua list itu ada di sana-sini, mengingatkanku pada pekerjaan-pekerjaan yang harus kulakukan dan sudah pasti, yang tidak sempat kulakukan. Hehe.

Bagi orang yang pernah mengenalku, mereka bisa bereaksi macam-macam melihat list tersebut. Contohnya my hubby, dulu masih calon, sempet-sempetnya takjub melihat ‘to do list’ milikku, karena ia sendiri tak biasa menggunakannya. Ada lagi teman seperjuangan yang sempat skeptis melihat ‘to do list’ tersebut, sampai menilai hal itu buang-buang waktu saja. Tidak banyak yang kagum dengan list panjang berwarna-warni atau berbunga-bunga tersebut. Beberapa orang sampai tidak percaya aku menulis buku ‘to do list’ harian yang sudah mencapai tiga buah selama masa studiku ini. Semuanya penuh dengan list-list pekerjaan yang harus dilakukan setiap hari. Syukurlah aku tidak mencantumkan waktu kerja sedetil mungkin untuk menjalankan list itu pula. Bisa-bisa aku dicap kelewat kaku soal waktu.

Apapun kata orang, aku tetap berlalu. Toh, ‘to do list’ itu sangat banyak membantuku menjalankan tugas dengan lebih efektif dan efisien. Disamping ‘to do list’ untuk pekerjaan sehari-hari, aku juga sering membuat list beragam persoalan yang memerlukan solusi sistematik, seperti mengeluarkan diriku dari kekacauan akibat salah perencanaan, cara menghadapi teman menyebalkan, langkah-langkah penulisan artikel ilmiah, sampai daftar kegiatan yang ingin kulakukan kalau aku lulus nanti. Semua itu betul-betul membantuku mengeluarkan berbagai isi pikiran yang melompat-lompat dari kepalaku. Tiap list kadang tersebar di berbagai buku, ketikan komputer, catatan harian, bahkan scrap paper di library. Soalnya aku sering dapat ide membuat list saat kerja sih, jadi scrap paper yang semula berisi urutan pekerjaan dan nomor buku untuk shelf checking, diselingi berbagai list yang ingin kulakukan setelah pekerjaanku selesai nanti.

Menurut Sasha Cagen, penulis buku ‘to-do list, from buying milk to finding a soul mate, what our lists reveal about us’, sebuah list itu tidak hanya berguna sebagai alat untuk bertindak, tetapi juga merefleksikan isi pikiran maupun membantu kita membuat sebuah keputusan. Buku Sasha menampilkan berbagai list yang dapat dikelompokkan menjadi list kehidupan sehari-hari, resolusi tahun baru, pekerjaan impian, soul mate, hubungan, kesehatan, keluarga dan teman, hingga kebahagiaan dan ketidaksukaan. Tiap list dikumpulkan Sasha dari orang-orang yang mau berkontribusi dan dianalisis sesuai dengan isi daftar tersebut. Untuk lengkapnya soal buku Sasha dan kegiatannya tentang ‘to do list’, silakan ke website berikut http://todolistblog.blogspot.com/

Beberapa hal menarik berikut adalah hasil survey yang dilakukan Sasha melalui blognya:
a) Wanita lebih banyak membuat list. Sekitar 84% wanita mengatakan mereka seorang ‘a lister’, yang rajin membuat list apa saja. Mungkin karena kita hobi multitasking, atau karena kita merasa lebih nyaman dengan berbagai list, oleh karena itu kita membuat list
b) Ternyata 89% orang sangat suka membuat list untuk memudahkan mereka mengerjakan pekerjaan sehari-hari
c) Orang lebih banyak menghabiskan waktu untuk menyelesaikan isi list (77%) ketimbang menghabiskan waktu membuatnya (23%)
d) Heran juga kalau ada yang berpikir bahwa ‘to do list’ adalah alat untuk menunda (14%), karena lebih banyak orang mengatakan jika membuat list membantu mereka lebih produktif (86%)
e) Pada akhirnya, 96% mengatakan hidup mereka jauh lebih baik dengan ‘to do list’ karena mereka lebih teratur, tidak begitu stress bahkan lebih produktif.

No worry lah, teman, jika suka membuat list. Selain itu sifat alami kita sebagai wanita, juga benar-benar membantu menjernihkan isi pikiran yang kebanyakan keinginan, impian dan dambaan. Huah.

Perth,
Ntah kapan bisa bebas dari list-list ini...